Wednesday, June 12, 2013

askep tuberkuosis



A.    Konsep Dasar Penyakit Tuberkulosis Milier
Pada bagian ini penulis akan membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, pelaksanaan, asuhan keperawatan dan diagnosa,  keperawatan : Tuberculosis Millier yaitu:
1.      Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat  infeksi kuman Mycobacterium sistem sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arief, 2001:459).
Menurut Crofton (2002)  Tuberculosis Milier  disebabkan  penyebaran TB dalam jumlah besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut (disebut “milier) karena luka-luka kecil pada paru tampak sebagai butiran gandum.  
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet” (sejenis gandum) berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008).
Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan akut, ini disebabkan oleh penyebaran  hematogen atau limfogen dari bahan  kaseosa terinfeksi kedalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. (Diane,  2000 ).
Bercak-bercak Granuler  Milier  pada paru dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut:



2.      Etiologi
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada orang dewasa merupakan  komplikasi  infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau TB post primer  ( Crofton ,2002 :114 ).

3.      Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium. tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area  lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan  tubuh  memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi  fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam  alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2 sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi Mycobacterium. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk  sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi olah makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya  membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal,  jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri  yang  sebelumnya tidak aktif  kembali  menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-120 hari). Daerah yang akan mengalami nekrosis  dan menyebar  ke limfa hematogen lama kelamaan akan menyebabkan Tuberculosis Milier (Mukty, 2000).



4.      Pathway
Pathway Tuberculosis Milier dapat dilihat pada skema 2.4 sebagai berikut:
Skema 2.4  Patofisiologi Tuberculosis Milier
                                                   Mycobacterium TBC
 

                                                   Masuk jalan napas
 

                                                   Tinggal  di  Alveoli
 

        Tanpa infeksi                                Inflamasi                        disebar oleh limfe
 

                                                            Fibrosis                        Timbul jar. Ikat sifat
                                                                                                Elastik & tebal.
                                                          Kalsifikasi
  - Batuk                                                                                    Alaveolus  tidak
  - Spuntum purulen                                Exudasi             kembali saat
  - Hemoptisis                                                                                  ekspirasi
  - BB menurun                                 Nekrosis/perkejuan
                                                                                                Gas tidak dapat
                                                             Kavitasi                        berdifusi dgn. Baik.
 

                                                                                                         Sesak
       Kuman
 

                                                  Infeksi primer
 

Sembuh  total                          Sembuh dgn. Sarang                    Komplikasi
                                                          ghon                            - Menyebar ke seluruh
                                                                                            tubuh scr. Bronkhogen,
                                                                                            limphogen, hematogen
Infeksi post primer                      Kuman dormant
                                         Muncul bertahun kemudian


Diresorpsi kembali/sembuh        Membentuk jar. keju                Sarang meluas
                                               Jika dibatukkan                        sembuh dgn.
                                                membentuk kavitas.                Jar. Fibrotik
 

                        .

Kavitas meluas                 Memadat & membungkus diri              Bersih & menyembuh
Membentuk sarang                         tuberkuloma 
           
                        ( Sumber: Mukty. 2000 : 76)
5.      Manifestasi Klinis
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 400C dan berlangsung lama.
Menurut Somantri (2008 : 61) secara umum manifestasi klinis pada penderita tuberkulosis paru:
a.       Demam            :  Sub febris-febris (400 – 410C) hilang timbul
b.      Batuk              :  Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).
c.       Sesak nafas     :  Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi  radang sampai setengah paru.
d.      Malaise            :  Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam hari.
6.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Laboratorium darah rutin  laju endapan darah (LED) normal atau meningkat
b.      Foto thorax posterior anterior (PA) menunjukkan adanya gambar badai salju, bercak granuler milier pada kedua lapangan paru
c.       Pemeriksaan sputum  bakteri tahan asam (BTA) untuk memastikan diagnosis TBC milier
d.      Pemeriksaan cairan cerebrospinal untuk menunjukkan TBC milier disertai dengan meningitis.
e.       Pemeriksaan biopsi untuk menunjukkan granuloma pada paru
7.      Penatalaksanaan
Menurut Somantri (2008 : 63) jenis dan dosis obat :
a)      Isoniazid ( INH)
Bersifat bakterisid dapat membunuh 90% kuman populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kh BB, efek samping kejang, anoreksia, malaise, demam, nyeri epigastrik dan trombositopenik.
b)      Rifamfisin
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semidormant (persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermitten 3x seminggu. Efek samping demam, menggigil, anemia hemolitik, terdapat kerusakan hati yang berat, dan supresi imunitas.
c)      Pirazinomid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu diberikan dengan dosis 3,5 mg/kgBB. Efek samping gangguan hari, gout anoreksia, mual-muntah, malaise dan demam.
d)     Streptomicin
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu digunakan dosisi yang sama. Efek samping vertigo, sempoyongan dan dapat menurunkan fungsi ginjal
e)      Etambutol
Bersifat sebagai bakterisiostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu digunakan dosis 30 mg/kgBB. Efek samping penurunan ketajaman penglihatan, gout, gatal, nyeri sendi, sakit kepala dan nyeri perut.
Obat harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya ketebalan obat, memberikan makanan yang bergizi yaitu makanan  tinggi kalori  tinggi protein (TKTP ) agar nutrisi klien terpenuhi.

B.     Asuhan Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan Tuberculosis Milier perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan. Adapun langkah-langkah proses keperawatan tersebut meliputi: pengkajian keperawatan, pendiagnosaan keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.  Dikarenakan tidak adanya konsep asuhan keperawatan khusus untuk Tuberkulosis milier , maka penulis mengambil  asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan : Tuberkulosis paru secara umum.
1.      Pengkajian
Menurut Doengoes, ( 2000: 240) pengkajian keperawatan pada pasien Tuberculosis Paru adalah sebagai berikut:
a.       Aktivitas / istirahat
Gejala        :  -     Kelelahan umum dan kelemahan
                     -     Dispnea karena aktivitas
                     -     Ketidaknyamanan mempertahankan kebiasaan rutin
b.      Intgritas Ego
Gejala        :  Adanya / faktor stress lama
Tanda        :  Ansietas, ketakutan
c.       Makanan / Cairan
Gejala        :  Kehilangan nafsu makan
Tanda        :  Turgor kulit buruk, kering / kulit bersisik
d.      Nyeri / Kenyamanan
Gejala        :  Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
e.       Pernafasan
Gejala        :  1).  Batuk produktif atau tidak produktif
                     2).  Nafas pendek
                     3).  Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinfeksi
f.       Kemanan
Gejala        :  Abdomen kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, Kanker

Tanda        :  Demam rendah atau sakit panas akut
2.      Diagnosa Keperawatan & Intervensi Keperawatan.
Menurut  Doengoes ( 2000 : 241 ),  diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernapasan : Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut:
a.       Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen dan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Intervensi :  -      Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan , obsrervasi penggunaan otot bantu , nafas bibir ,perubahan kulit / membran mukosa misalnya : pucat , sianosis .
                      -    Auskultasi  paru untuk gerakan udara dan bunyi nafas tak normal
                      -    Selidiki kegelisahan dan perubahan mental / tingkat kesdaran
                      -    Pertahankan  kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan dan penggunaan alat.
b.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental dan keterbatasan gerakan dada / nyeri
Tujuan: Fungsi jalan napas kembali efektif
Intervensi:     -    Auskultasi dada untuk karakter bunyi napas dan adanya sekret
                      -    Observasi jumlah dan karakter sputum / aspirasi sekret, selidiki perubahan sesuai indikasi
                      -    Instruksi untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi
                      -    Penghisapan bila batuk lemah dan ronchi tidak bersih dengan upaya batuk
                      -    Dorong masuk cairan per oral + 250 cc / hari
                      -    Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan obati dengan dosisi rutin dan lakukan latihan pernapasan.
c.       Nyeri berhubungan dengan adanya massa di dada dan insisi bedah.
Tujuan: Nyeri berkurang / hilang
Intervensi:     -    Tanyakan pasien tentang nyeri dan tentukan karakteristik dan buat rentang intensitas pada skala 0-10
                      -    Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien
                      -    Catat kemungkinan penyebab nyeri, patofisiologi dan psikologi
                      -    Jadwal periode istirahat, berikan lingkungan yang nyaman
                      -    Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
                      -    Berikan kenyamanan. Misalnya: sering ubah posisi
                      -    Kriteria hasil keefektifan hasil pemberian obat, dorong pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri: ganti obat atau waktu sesuai ketetapan
d.      Ansietas / ketakutan berhubungan dengan krisis situasi dan ancaman /perubahan status kesehatan .
Tujuan: Cemas tidak  terjadi.
Intervensi:     -    Dorong klien untuk menggunakan pikiran dan perasaan
                      -    Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara
                      -    Pertahankan kontak sering dengan pasien bicara dengan menyentuh pasien dengan tepat
                      -    Berikan informasi akurat, konsistensi mengenai prognosis, hindari memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi
                      -    Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawaban jujur
                      -    Tingkatkan rasa nyaman dan lingkungan tenang
e.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan /tidak mengenal informasi
Tujuan: Pengetahuan keluarga dan klien meningkat
Intervensi:     -    Kaji kemampuan klien dan keluarga
                      -    Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan karbohidrat
                      -    Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien
                      -    Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat pulang
                      -    Libatkan keluarga dalam pemberian informasi.

No comments:

Post a Comment