A.
Konsep
Dasar Penyakit Tuberkulosis Milier
Pada
bagian ini penulis akan membahas tentang pengertian, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, pelaksanaan, asuhan keperawatan dan diagnosa,
keperawatan : Tuberculosis Millier
yaitu:
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium sistem sehingga
dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arief, 2001:459).
Menurut Crofton (2002) Tuberculosis Milier disebabkan penyebaran TB dalam jumlah besar melalui
aliran darah karena daya tahan pasien lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut
(disebut “milier) karena luka-luka kecil pada paru tampak sebagai butiran
gandum.
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa
paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan
penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet”
(sejenis gandum) berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008).
Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang
bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan
akut, ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi kedalam aliran darah dan
mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. (Diane, 2000 ).
Bercak-bercak Granuler Milier pada paru dapat dilihat pada gambar 2.3
sebagai berikut:
2. Etiologi
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada
orang dewasa merupakan komplikasi infeksi primer atau TB primer dan TB kronis
atau TB post primer ( Crofton ,2002 :114
).
3. Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium. tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian
tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya
sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2 sampai 10 minggu setelah terpapar
bakteri. Interaksi Mycobacterium.
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang
dikelilingi olah makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon
tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan
kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.
Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-120 hari). Daerah yang
akan mengalami nekrosis dan
menyebar ke limfa hematogen lama
kelamaan akan menyebabkan Tuberculosis Milier (Mukty, 2000).
4.
Pathway
Pathway Tuberculosis Milier
dapat dilihat pada skema 2.4 sebagai berikut:
Skema 2.4 Patofisiologi Tuberculosis Milier
Mycobacterium TBC
Masuk jalan napas
Tinggal di Alveoli
Tanpa infeksi
Inflamasi disebar
oleh limfe
Fibrosis Timbul
jar. Ikat sifat
Elastik
& tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen Exudasi kembali
saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas
tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.
Sesak
Kuman
Infeksi primer
Sembuh total Sembuh dgn. Sarang Komplikasi
ghon - Menyebar ke seluruh
tubuh scr.
Bronkhogen,
limphogen, hematogen
Infeksi post primer Kuman dormant
Muncul
bertahun kemudian
Diresorpsi kembali/sembuh
Membentuk jar. keju
Sarang meluas
Jika dibatukkan sembuh dgn.
membentuk kavitas. Jar. Fibrotik
.
Kavitas meluas
Memadat & membungkus diri Bersih & menyembuh
Membentuk sarang tuberkuloma
( Sumber: Mukty. 2000 : 76)
5. Manifestasi
Klinis
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya
tidak spesifik. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah
infeksi primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi, keringat
malam, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Febris yang bersifat
turun naik sampai 400C dan berlangsung lama.
Menurut Somantri (2008 : 61) secara umum manifestasi
klinis pada penderita tuberkulosis paru:
a. Demam : Sub
febris-febris (400 – 410C) hilang timbul
b. Batuk : Terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang / mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ).
c. Sesak
nafas : Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
d. Malaise : Ditemukan
berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat
malam hari.
6. Pemeriksaan
Penunjang
a.
Laboratorium darah
rutin laju endapan darah (LED) normal
atau meningkat
b.
Foto thorax posterior
anterior (PA) menunjukkan adanya gambar badai salju, bercak granuler milier
pada kedua lapangan paru
c.
Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) untuk memastikan
diagnosis TBC milier
d.
Pemeriksaan cairan
cerebrospinal untuk menunjukkan TBC milier disertai dengan meningitis.
e.
Pemeriksaan biopsi
untuk menunjukkan granuloma pada paru
7. Penatalaksanaan
Menurut
Somantri (2008 : 63) jenis dan dosis obat :
a)
Isoniazid ( INH)
Bersifat bakterisid
dapat membunuh 90% kuman populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam metabolik aktif, yaitu kuman yang
sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kh BB, efek samping
kejang, anoreksia, malaise, demam, nyeri epigastrik dan trombositopenik.
b)
Rifamfisin
Bersifat bakterisid
dapat membunuh kuman semidormant (persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh
Isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermitten 3x seminggu. Efek samping demam, menggigil, anemia hemolitik,
terdapat kerusakan hati yang berat, dan supresi imunitas.
c) Pirazinomid
Bersifat bakterisid,
dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian
yang dianjurkan 25 mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu
diberikan dengan dosis 3,5 mg/kgBB. Efek samping gangguan hari, gout anoreksia,
mual-muntah, malaise dan demam.
d) Streptomicin
Bersifat bakterisid,
dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten
3x seminggu digunakan dosisi yang sama. Efek samping vertigo, sempoyongan dan
dapat menurunkan fungsi ginjal
e) Etambutol
Bersifat sebagai
bakterisiostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB. Sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3x seminggu digunakan dosis 30 mg/kgBB. Efek samping
penurunan ketajaman penglihatan, gout, gatal, nyeri sendi, sakit kepala dan
nyeri perut.
Obat
harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid
dengan atau tanpa obat ketiga. Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat
penting untuk mencegah terjadinya ketebalan obat, memberikan makanan yang
bergizi yaitu makanan tinggi kalori tinggi protein (TKTP ) agar nutrisi klien
terpenuhi.
B.
Asuhan
Keperawatan
Dalam memberikan asuhan
keperawatan Tuberculosis Milier perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Adapun langkah-langkah proses keperawatan tersebut meliputi: pengkajian
keperawatan, pendiagnosaan keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dikarenakan
tidak adanya konsep asuhan keperawatan khusus untuk Tuberkulosis milier , maka
penulis mengambil asuhan keperawatan
pada gangguan sistem pernapasan : Tuberkulosis paru secara umum.
1. Pengkajian
Menurut
Doengoes, ( 2000: 240) pengkajian keperawatan pada pasien Tuberculosis Paru
adalah sebagai berikut:
a.
Aktivitas / istirahat
Gejala
: - Kelelahan umum dan kelemahan
- Dispnea karena aktivitas
- Ketidaknyamanan mempertahankan kebiasaan rutin
b.
Intgritas Ego
Gejala
: Adanya
/ faktor stress lama
Tanda : Ansietas,
ketakutan
c.
Makanan / Cairan
Gejala
: Kehilangan
nafsu makan
Tanda : Turgor
kulit buruk, kering / kulit bersisik
d.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang
e.
Pernafasan
Gejala
: 1). Batuk produktif atau tidak produktif
2). Nafas pendek
3). Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinfeksi
f. Kemanan
Gejala : Abdomen
kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, Kanker
Tanda : Demam
rendah atau sakit panas akut
2. Diagnosa
Keperawatan & Intervensi Keperawatan.
Menurut Doengoes ( 2000 : 241 ), diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem pernapasan : Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut:
a.
Kerusakan pertukaran
gas berhubungan dengan suplai oksigen dan penurunan kapasitas pembawa oksigen
darah.
Intervensi
: - Catat
frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan , obsrervasi penggunaan otot
bantu , nafas bibir ,perubahan kulit / membran mukosa misalnya : pucat ,
sianosis .
- Auskultasi paru untuk
gerakan udara dan bunyi nafas tak normal
- Selidiki kegelisahan dan perubahan mental / tingkat kesdaran
- Pertahankan kepatenan
jalan napas pasien dengan memberikan posisi, penghisapan dan penggunaan alat.
b.
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret kental dan keterbatasan gerakan
dada / nyeri
Tujuan: Fungsi jalan
napas kembali efektif
Intervensi: - Auskultasi
dada untuk karakter bunyi napas dan adanya sekret
- Observasi jumlah dan karakter sputum / aspirasi sekret, selidiki
perubahan sesuai indikasi
- Instruksi untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk
tinggi
- Penghisapan bila batuk lemah dan ronchi tidak bersih dengan upaya
batuk
- Dorong masuk cairan per oral + 250 cc / hari
- Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan obati dengan dosisi rutin dan
lakukan latihan pernapasan.
c.
Nyeri berhubungan
dengan adanya massa di dada dan insisi bedah.
Tujuan: Nyeri berkurang
/ hilang
Intervensi: - Tanyakan
pasien tentang nyeri dan tentukan karakteristik dan buat rentang intensitas
pada skala 0-10
- Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien
- Catat kemungkinan penyebab nyeri, patofisiologi dan psikologi
- Jadwal periode istirahat, berikan lingkungan yang nyaman
- Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
- Berikan kenyamanan. Misalnya: sering ubah posisi
- Kriteria hasil keefektifan hasil pemberian obat, dorong pemakaian
obat dengan benar untuk mengontrol nyeri: ganti obat atau waktu sesuai
ketetapan
d.
Ansietas / ketakutan
berhubungan dengan krisis situasi dan ancaman /perubahan status kesehatan .
Tujuan: Cemas
tidak terjadi.
Intervensi: - Dorong
klien untuk menggunakan pikiran dan perasaan
- Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara
- Pertahankan kontak sering dengan pasien bicara dengan menyentuh
pasien dengan tepat
- Berikan informasi akurat, konsistensi mengenai prognosis, hindari
memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi
- Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawaban
jujur
- Tingkatkan rasa nyaman dan lingkungan tenang
e.
Kurang pengetahuan
mengenai kondisi, tindakan, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan /tidak
mengenal informasi
Tujuan: Pengetahuan
keluarga dan klien meningkat
Intervensi: - Kaji
kemampuan klien dan keluarga
- Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan karbohidrat
- Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien
- Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat
pulang
- Libatkan keluarga dalam pemberian informasi.
No comments:
Post a Comment