A. Konsep
Dasar Kista Ginjal
Untuk
menambah pemahaman tentang konsep Kista Ginjal, berikut ini akan dijelaskan
tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan laboratorium, serta penatalaksanaan pada penyakit Kista Ginjal.
1. Pengertian
Kista Ginjal adalah suatu penyakit keturunan dimana
pada kedua ginjal ditemukan suatu kantung tertutup yang dilapisi
jaringan epitel dan berisi cairan atau bahan setengah padat. Ginjal menjadi lebih
besar tetapi memiliki sedikit jaringan ginjal yang masih berfungsi (Robbins, 1999 : 566).
Kista Ginjal adalah suatu penyakit ginjal yang akan
ditandai dengan tumbuhnya gelembung-gelembung balon berisi cairan yang dapat
merusak ginjal (M. Yusuf, 2009).
Kista Ginjal adalah adanya suatu rongga yang
berdinding epitel dan berisi cairan atau material semisolid pada ginjal baik
hanya pada satu ginjal maupun pada kedua ginjal, baik korteks maupun pada
medulla (http://medicastore.com).
Gambar 2.4. Kista Ginjal
2. Etiologi
Penyebab utama dari terjadinya Kista Ginjal sampai
saat ini belum diketahui namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang
menjadi penyebab munculnya penyakit Kista Ginjal (http://ndahneech.multiply.com, diperoleh tanggal 26 Juni 2009). Adapun beberapa
faktor tersebut antara lain :
a.
Genetik
Penyakit ginjal bawaan ini bisa saja muncul karena
faktor keturunan. Kelainan genetik yang menyebabkan penyakit ini bisa bersifat
dominan atau resesif, artinya bisa memiliki 1 gen dominan dari salah satu orang
tuanya (autosomal dominant) atau 2 gen resesif dari kedua orang tuanya
(autosomal resessive). Penderita yang memiliki gen resesif biasanya baru
menunjukkan gejala pada masa dewasa. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya
menunjukkan penyakit yang berat pada masa kanak-kanak.
b.
Usia
Angka kejadian penyakit Kista Ginjal meningkat sesuai
usia. Sekitar 20 % pada usia di atas 40 tahun dan 30 % pada usia 60 tahun,
namun secara umum Kista Ginjal lebih banyak diderita pada usia 30-40 tahun.
c.
Jenis
Kelamin
Penyakit Kista Ginjal ini sering ditemukan pada pria dibanding
wanita.
3. Patofisiologi
Banyak teori
menjelaskan tentang mekanisme terjadinya Kista Ginjal. Diantara teori-teori
tersebut adalah :
a. Terjadi
kegagalan proses penyatuan nefron dengan duktus kolekting (saluran pengumpul).
b. Kegagalan
involusi dan pembentukkan kista oleh nefron generasi pertama.
c. Defek
pada membrane basal tubulus (tubular basement membrane).
d. Obstruksi
nefron oleh karena proliferasi epitel papila.
e. Perubahan
metabolisme yang merangsang terjadinya kista.
Kedua ginjal
menjadi tidak normal, walaupun salah satu mungkin lebih besar daripada yang
lain. Didalamnya terdapat kista-kista yang difus, dengan ukuran yang bervariasi
antara beberapa 1 cm sampai 10 cm (http://id.answer.yahoo.com diperoleh tanggal 4 Juli 2009).
Apabila di dalam ginjal seseorang terdapat suatu massa
seperti kista yang jika dibiarkan maka kista ini akan menekan ginjal. Secara
perlahan ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan fungsi ginjal. Untuk
mempertahankan homeostasis maka tubuh melakukan suatu kompensasi dengan
meningkatkan aktivasi hormon renin yang diubah menjadi angiostensin I yang
kemudian diubah menjadi angiostensin II, yaitu senyawa vasokontriktor paling
kuat. Vasokonstriksi dapat meningkatkan tekanan darah. Aldosteron disekresikan
oleh kortek adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis
dan pelepasan Adeno (ACTH) sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau
peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah.
Selain itu penurunan fungsi ginjal juga berdampak pada
terjadinya penimbunan sisa-sisa hasil kemih (azotemia) yang mengakibatkan
terjadinya penurunan glomerolus filtrasi
rate (GFR), sehingga terjadi peningkatan ureum kreatinin dalam darah. Salah
satu organ yang mengalami dampak ini adalah saluran GI, terjadinya gangguan
metabolisme protein dalam usus serta asidosis metabolik yang berakhir pada
gejala nausea dan anoreksia (Smeltzer, 2001).
Pada kondisi lain edema pada pasien Kista Ginjal
disebabkan rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan
osmotik plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dan kapiler
ke ruang interstitial sesuai dengan hukum Starling. Akibatnya volume darah yang
beredar akan berkurang (underfilling)
yang selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem
renin-angiostensin-aldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus
distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin dan volume plasma berperan penting
pada proses terjadinya edema (Aru W.
Sudoyo, dkk, 2006).
Jika kista yang tumbuh
pada ginjal terutama daerah korteks maka peregangan kapsula renalis
sehingga jaringan ginjal membengkak. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada
daerah pinggang sampai ke bahu.
4. Manifestasi
klinis
Banyak penderita tidak memberikan keluhan tentang
penyakit ini (asimptomatik). Kista baru diketahui saat orang tersebut menjalani
pemeriksaan USG. (http://www.kesehatananda.com/pkd4.html). Berikut ini akan dijelaskan beberapa gejala yang
sering timbul pada penyakit Kista Ginjal antara lain :
a.
Nyeri
Pinggang
Nyeri pada area dari ginjal-ginjal dapat disebabkan
oleh infeksi kista, perdarahan ke dalam kista-kista, atau peregangan atau
penekanan dari jaringan yang berserat disekitar ginjal dengan pertumbuhan
kista.
b.
Hipertensi
Terjadi
karena iskemi segmental atau adanya obstruksi. Sehingga
mengaktifkan hormon renin yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi dan
berakhir menjadi Hipertensi.
c.
Sakit Kepala
Sakit
kepala yang berat disebabkan oleh aneurysms pembuluh-pembuluh darah yang
menggelembung di tempat di dalam otak. Sakit kepala juga dapat disebabkan
tekanan darah tinggi.
d.
Infeksi Saluran Kencing
Sama halnya batu di
saluran kemih, Kista Ginjal juga menyebabkan timbulnya infeksi pada ginjal
maupun saluran kencing. Gejala infeksi ini pada umumnya sama seperti demam,
diikuti gangguan berkemih. Saat kencing terasa nyeri dan panas, kemudian sering
kali merasa ingin kencing, akan tetapi kalau sudah berkemih biasanya tidak bisa
lancar, terkadang juga bisa timbul kencing darah (hematuria). Infeksi menahun
seperti ini yang dapat menyebabkan gagal ginjal.
e.
Kelelahan
Hal ini terjadi karena penurunan produksi hormon eritropoiten
yang berperan dalam produksi sel darah merah sehingga terjadilah anemia, akibatnya
orang yang menderita penyakit kista ginjal mudah sekali mengalami kelelahan.
f.
Mual dan anoreksia
Rasa mual dan anoreksia
muncul karena telah terjadi gangguan metabolisme protein dalam usus, selain itu
meningkatnya ureum dalam darah menyebabkan terjadinya asidosis metabolik
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan asam lambung.
g.
Penurunan atau peningkatan
berat badan
Penurunan
berat badan dapat terjadi karena rasa mual dan anoreksia sehingga intake
nutrisi tidak adekuat. Selain itu penurunan fungsi ginjal. juga berdampak pada
penumpukan cairan dalam tubuh dan bisa menyebabkan terjadinya oedem pada
seluruh tubuh sehingga orang yang menderita kista ginjal juga dapat mengalami
peningkatan berat badan.
5. Komplikasi
Pengalaman penyakit Kista Ginjal pada setiap orang
tidaklah sama. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi. Meskipun sangat
jarang, atau kadang-kadang terjadi perdarahan di kista. Apabila kista menekan
atau menjepit ureter dapat terjadi Hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi
Pyelonefrosis akibat statis urine.
Kadang jumlah kista relatif banyak dan kadang terletak
di piala ginjal (daerah sentral), maka bisa mengganggu fungsi eksresi
(pengeluaran bahan) ginjal. Akhirnya, penderita mengalami Gagal Ginjal Kronik.
Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan kerja
ginjal menjadi lebih berat lagi dan mempercepat perkembangan kista. Komplikasi
akibat darah tinggi yang lama dapat mengganggu otak dan jantung. Jika ternyata
ditemukan pula ada kelainan pembuluh darah otak (aneurysma), yang mana
sewaktu-waktu pembuluh darah otak yang berkelainan tersebut bisa pecah dan
terjadilah perdarahan otak. Demikian pula dengan kelainan terbentuknya kantung
pada dinding usus (diurticulosis) juga bisa bermasalah.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus ini adalah konservatif, dengan
evaluasi rutin menggunakan USG. Apabila kista sedemikian besar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri atau muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah.
Sementara ada kepustakaan yang menyatakan bahwa Kista Ginjal yang besar
merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang demikian cenderung
mengandung keganasan. Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah
aspirasi percutan.
a.
Bedah
terbuka
1)
Eksisi
2)
Eksisi
dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim.
3)
Drainase
dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista.
4)
Heminefrektomi
b.
Laparoskopi
Pada tindakan aspirasi
percutan harus diingat bahwa kista merupakan suatu kantung tertutup dan
avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-betul steril, dan perlu
pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada kuman yang masuk dapat
menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi setelah dilakukan aspirasi,
meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya.
7. Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat mendukung dalam
menegakkan diagnosa terutama pada pemeriksaan foto polos abdomen, mungkin
terlihat suatu bayangan massa yang menumpuk dengan bayangan ginjal.
Apabila beberapa kriteria tidak didapatkan, misalnya
ditemukan adanya septa, dinding yang ireguler, kalsifikasi atau adanya area
yang meragukan, perlu pemeriksaan lanjutan Computer
Tomografi Scaning (CT-Scan), Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau aspirasi pemeriksaan CT-Scan pada Kista Ginjal
sangat akurat.
Pada pemeriksaan lain juga akan ditemukan suatu
kondisi dimana laju endap darah akan
meninggi dan kadang-kadang juga ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan
labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk. Pemeriksaan
pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori, penekanan dan
pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan renoarteriogram didapatkan
gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari
metastasi kedalam paru-paru (Japaries,willie,1995).
B. Asuhan
Keperawatan pada Klien Kista Ginjal
Dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Pasien penulis menggunakan proses
keperawatan teoritis yang dilakukan secara sistematis, bertahap serta
terorganisir. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi (Lynda Juall.C, 1999).
1.
Pengkajian
a.
Riwayat penyakit sekarang : Pasien mengeluh
kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak pada seluruh tubuh. Tidak nafsu
makan.
b.
Pengkajian fisik
c.
Pengkajian Perpola
1)
Pernafasan
Adanya
edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada, penggunaan otot bantu
napas, auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak,
frekuensi napas meningkat. Kelebihan beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran
jantung (Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah), anemia dan hipertensi
yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah.
2)
Sirkulasi
Dalam
perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan tekanan
darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah
sudah normal selama 1 minggu. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal
jantung. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi
dengan gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang.
3)
Pola nutrisi dan metabolik:
Dapat
terjadi kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada seluruh tubuh. Pasien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem
imun. Adanya mual dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat
sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan. Selain itu berat badan
dapat meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
4)
Pola eliminasi :
Eliminasi
alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glomerulus menyebakan
sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air
dan natrium pada tubulus yang mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
sampai anuria, hematuria.
5)
Pola Aktifitas dan latihan :
Pada pasien
dengan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena telah terjadi anemia.
6)
Pola tidur dan istirahat :
Pasien
tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus.
7)
Integritas kulit
Peningkatan
ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
8)
Kognitif & perseptual
Gangguan
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertermi
ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
9)
Persepsi diri :
Pasien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah,
edema dan perawatan lama.
2. Diagnosa
keperawatan
Menurut Lynda Juall Carpenito (1999) diagnosa keperawatan secara umum pada pasien
dengan sistem perkemihan adalah sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan dalam
jaringan, penurunan mekanisme pengaturan berkemih.
b. Perubahan Nutrisi :
Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolime,
kehilangan protein dan penurunan intake.
c. Resiko tinggi kekurangan
volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan.
d. Nyeri berhubungan dengan
efek fisiologis dari neoplasia.
e. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan.
f. Perubahan proses keluarga
berhubungan dengan mempunyai keluarga yang menderita penyakit yang mengancam
kehidupan.
3. Rencana Keperawatan
a.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam jaringan, penurunan mekanisme pengaturan berkemih.
Tujuan : Pasien tidak menunjukan terjadinya
akumulasi cairan berlebihan.
Intervensi :
1)
Catat intake dan output secara akurat
2)
Kaji perubahan edema dan Pembesaran abdomen setiap
hari.
3)
Timbang BB tiap hari dalam skala yang sama.
4)
Uji urine untuk berat jenis, albumin.
5)
Atur masukan cairan dengan cermat.
6)
Berikan diuretik sesuai order dari tim medis.
b.
Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan
berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolime, kehilangan protein dan
penurunan intake.
Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi :
1)
Catat intake dan output makanan secara akurat.
2)
Kaji adanya tanda-tanda perubahan nutrisi :
nausea, anoreksia, hipoproteinemia.
3)
Beri diet yang bergizi.
4)
Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
5)
Beri suplemen vitamin dan zat besi sesuai
instruksi.
c.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan
(intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan cairan.
Tujuan : Kehilangan cairan intravaskuler atau syok
hipovolemik yang ditujukan pasien minimum atau tidak ada.
Intervensi :
1)
Pantau tanda vital setiap 4 jam.
2)
Laporkan adanya penyimpangan dari normal.
3)
Berikan albumin bergaram rendah sesuai indikasi.
d.
Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari
neoplasia.
Tujuan : Pasien
tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat nyeri.
2)
Lakukan tehnik pengurangan nyeri nonfarmakologis.
3)
Kolaborasi pemberian analgetik.
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelelahan.
Tujuan : Pasien
mendapat istrahat yang adekuat.
Intervensi :
1)
Pertahankan tirah baring bila terjadi edema berat.
2)
Seimbangkan istrahat dan aktivitas bila ambulasi.
3)
Instruksikan pada klien untuk istrahat bila ia
merasa lelah.
f.
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
mempunyai keluarga yang menderita penyakit yang mengancam kehidupan.
Tujuan : Pasien menunjukan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik.
Intervensi :
1)
Jelaskan alasan setiap tes dan prosedur.
2)
Jelaskan prosedur operatif dengan jujur.
3)
Jelaskan tentang proses penyakit.
4) Bantu
keluarga merencanakan masa depan khususnya dalam membatu anak menjalani
kehidupan yang normal.
No comments:
Post a Comment