Konsep
Dasar Ensefalitis
1. Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai
sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non
purulen penyebab lain dari ensefalitis adalah virus kemudian, herepes simplek,
arbo virus dan jarang disebabkan oleh entero virus, gondongan dan adeno virus. Ensefalitis bisa juga terjadi pada pasca infeksi campak,
influenza, varisella, dan pasca vaksinasi pertusis. ( Muttaqin, Arif, 2008: 86
)
Ensefalitis adalah
peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena virus,
bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis karena bakteri dapat masuk melalui
fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk
( arbo virus ) yang kemudian masuk kesusunan saraf pusat melalui sistem
peredaran darah. ( Tarwoto, dkk, 2007: 110 )
Ensefalitis adalah
suatu peradangan pada jaringan otak dan batang otak dan sering disertai oleh
gejala infeksi yang sistematis yang diperoleh dari bermacam – macam penyebab
termasuk virus, bakteri, kebanyakan dari virus ensefalitis merupakan infeksi
primer yang ditularkan nyamuk. (Bondain, Gorzeman,
2002: 32 ).
2.
Etiologi
Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan virulogik pada specimen
feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinalis yang harus diambil
pada hari – hari pertama.
Gambar
2.3 Virus Yang Menyerang Otak
Menurut Tarwoto,
(2007 : 110) Ensefalitis dapat disebabkan karena :
a. Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga.
Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari
b. Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes
zoster. Enterovirus disamping dapat menimbulkan ensefalitis dapat pula
mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c. Herpes Simpleks
Herpes simpleks merupakan penyebab meningitis yang
sangat mematikan di Amerika Utara
d. Amuba
Amuba penyebab ensefalitis adalah amuba naegleria dan acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui
mukosa mulut saat berenang.
e. Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa
inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan - bulan
f. Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan ensefalitis adalah fungus blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang
bekerja diluar rumaah, tempat masuknya melalui paru – paru atau lesi pada
kulit.
3. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit,
saluran napas dan saluran cerna, setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar
keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput
lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk
kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak diorgan tersebut dan menyebar melalui saraf :
virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem
persarafan.
Setelah terjadi penyebaran keotak,
timbul manifestasi klinis ensefalitis,
Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran,
paralisis, dan afasia.
Skema 2.1 Patofisiologi
Ensefalitis
|
Sumber : Muttaqin,
Arif, 2008, hlm.87
4. Manifestasi
Klinis
Tanda dan gejala ensepalitis tergantung dari penyebab,
masing – masing berbeda. Tanda dan gejala ensefalitis
menurut (FKUI, 2005) yaitu
a.
Suhu mendadak naik
b.
Kesadaran menurun
c.
Nyeri kepala
d.
Muntah
e.
Kejang yang bersifat
umum atau fokal
f.
Paralisis dan afasia
5. Komplikasi
Menurut Tarwoto, (2007:111), Komplikasi pada penderita ensefalitis
a.
Retardasi mental
b.
Kejang.
c.
Demensia.
d.
Paralisis.
e.
Kebutaan.
6. Pemeriksaan
Penunjang
a.. Pemeriksaan Laboratorium
Dapat di lakukan pemeriksaan darah,
viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sulit untuk mendapatkan hasil
yang positif dan gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun
tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan
dominasi limfosit. Kadar protein kadang
meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
b. Pemeriksaan Radiologis
1) CT Scan
kepala
a)
Pada
ensefalitis HSv, Ct scan memperlihatkan lesi dengan densitas rendah dilobus
temporalis, yang belum terlihat sampai 3 – 4 hari setelah awitan
b)
CT
Scan dapat memperlihatkan komplikasi seperti perdarahan, hidrosefalus dan
herniasi, serta dapat membantu menentukan perlu tidaknya tindakan bedah
2) MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
-
MRI
lebih sensitive dari pada CT Scan dalam mengidentifikasi ensefalitis viral.
-
Gambaran
lesi di lobus temporalis berupa perdarahan unilateral atau bilateral. Lesi di
lobus inferomedial temporalis dan girus singuli adalah area yang paling sering
terdeteksi dengan MRI. Pada anak dan bayi, dapat terdeteksi penyebaran yang
lebih luas.
3) Elektroensefalografi ( EEG )
Pada
ensefalitis HSV, 4 dari 5 kasus yang telah dibuktikan dengan biopsi
memperlihatkan EEG yang abnormal. Terdapat perubahan di daerah temporalis yang
menyebar secara difus dan perlahan serta di dapatkan lateralisasi gelombang
epileptiform. (
Dewanto,George, dkk, 2009: 50 )
7. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Umum
1)
Pencegahan
dan kontrol peningkatan tekanan intracranial. (pengurangan
edema serebri).
2)
Kepatenan respirasi :
Jika indikasi perlunya ventilator.
3)
Support nutrisi : diet
tinggi kalori dan tinggi protein.
4)
Keseimbangan cairan
elektrolit.
5)
Rehabilitasi.
b.
Pengobatan.
1)
Vidarabine : untuk
ensepalitis karena herpes simpleks.
2)
Amphotericin B
(fungizone), sulfadiazine, Miconozole, Rifampin untuk pengobatan amuba encephalitis.
3)
Glucocorticosteroid :
dexamethasone.
4)
Anticonvulsan :
Phenytoin (Dilantin).
5)
Analgetik :
Acetaminophen.
6)
Diuretik osmotik :
Manitol.
C.
Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Ensefalitis
Sebelum membuat asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem persarafan khususnya pada pasien ensefalitis
maka pelu diketahui asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persarafan secara
teoritis sebagai pedoman. Menurut Tarwoto, dkk, 2007, pengkajian dengan
ensefalitis adalah:
1.
Pengkajian
a.
Riwayat kesehatan sekarang
1)
Riwayat trauma kepala
2)
Riwayat Pembedahan
kepala, tindakan lumbal pungsi
3)
Riwayat penyakit TBC
paru
4)
Riwayat tergigit
binatang /rabies serangga
5)
Riwayat infeksi
telinga, ISPA, mastoididtis, infeksi virus, herpes
6)
Riwayat vaksinasi
7)
Riwayat penyakit jantung
kronik, endokarditis
b.
Psikososial
1)
Usia
2)
Pekerjaan
3)
Peran keluarga
4)
Penampilan sebelum
sakit
5)
Mekanisme koping
6)
Tempat tinggal kumuh
c.
Pemeriksaan fisik
1)
Tingkat kesadaran
2)
Nyeri kepala
3)
Nystagmus
4)
Ptosis
5)
Gangguan pendengaran
dan penglihatan
6)
Peningkatan suhu tubuh
7)
Mual dan muntah
8)
Paralisis/ kelemahan
otot
9)
Perubahan pola napas
10) Kejang
11) Tanda dan gejala peningkatan TIK
12) Kaku kuduk
13) Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif
2.
Diagnosa Keperawatan
Menurut
Tarwoto, dkk, ( 2007 ) diagnosa keperawatan dengan ensefalitis yaitu sebagai
berikut :
a.
Perubahan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan TIK
Data
pendukung :
1)
Perubahan kesadaran
2)
Perubahan tanda vital
3)
Perubahan pola napas,
bradikardia
4)
Nyeri kepala
5)
Mual dan muntah
6)
Kelemahan motorik
7)
Kerusakan pada nervus
cranial III, IV, VI, VII, VIII
8)
Reflek patologis
9)
Perubahan nilai AGD
10)
Hasil pemeriksaan CT
scan adanya edema serebri, abses
11)
Pandangan kabur
Kriteria Hasil : - Mempertahankan tingkat kesadaran dan
orientasi
-
Tanda
vital dalam batas normal.
-
Tidak terjadi defisit neurologi.
Intervensi :
1)
Monitor status
neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, reflex, kemampuan motorik,
nyeri kepala, kaku kuduk
2)
Monitor tanda vital dan
temperature setiap 2 jam
3)
Kurangi
aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah,
menahan nafas
4)
Berikan
waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan
5)
Tinggikan
posisi kepala 30 – 45° pertahankan kepala pada posisi netral, hindari fleksi
leher
6)
Kolaborasi
dalam pemberian Diuretik osmotic,steroid, antibiotic.
b.
Resiko
Injuri : Jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental
Data Pendukung: - Penurunan
kesadaran
- Aktivitas
kejang
- Perubahan
status mental
Kriteria Hasil : - Mempertahankan
tingkat kesadaran dan orientasi
-
Kejang tidak terjadi
-
Injuri tidak terjadi.
Intervensi :
1)
Kaji status neurologi
setiap 2 jam
2)
Pertahankan
keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction,
spatel, oksigen
3)
Catat
aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang
4)
Kaji
status neurologik dan tanda vital setelah kejang
5)
Orientasikan pasien ke
lingkungan
6)
Kolaborasi dalam
pemberian obat anti kejang
c.
Kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik
Data
Pendukung : - Pasien mengatakan lemah, tangan dan kaki tidak dapat digerakkan
-
Paralisis, parese, hemiplegia, tremor
-
Kekuatan otot kurang
-
Kontraktur, atropi
Kriteria Hasil : - Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya
secara optimal
-
Integritas kulit utuh
-
Tidak terjadi atropi
-
Tidak terjadi
kontraktur
Intervensi :
1)
Kaji kemampuan
mobilisasi
2)
Alih posisi pasien
setiap 2 jam
3)
Lakukan massage bagian
tubuh yang tertekan
4)
Lakukan ROM passive
5)
Monitor Tromboemboli,
konstipasi
6)
Konsul
pada ahli fisioterapi jika diperlukan
d.
Hypertermia berhubungan
dengan Infeksi
Data
pendukung : - Pasien mengatakan demam
dan rasa haus
- Suhu
tubuh diatas 38°C
-
Perubahan tanda vital, takhikardia
- Kulit kering
-
Peningkatan leukosit
Kriteria
Hasil : - Suhu tubuh normal 36,5 – 37,5°C
- Tanda vital normal
- Turgor kulit baik
- Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit
dalam batas normal
Intervensi:
1)
Monitor suhu setiap 2
jam
2)
Monitor tanda vital
3)
Monitor tanda – tanda
dehidrasi
4)
Berikan obat
antipireksia
5)
Berikan minum cukup 2000cc / hari
6)
Lakukan kompres dingin
dan hangat
7)
Monitor tanda – tanda
kejang
e.
Ketidak seimbangan
cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan
Data Pendukung : - Pasien
mengatakan demam dan rasa haus, muntah
- Suhu tubuh diatas 38°C
- Turgor kulit kurang
- Urine pekat
Kriteria Hasil : - Suhu tubuh normal 36,5 – 37,5°C
- Tanda vital
normal
- Turgor kulit baik
- Pengeluaran urine tidak pekat
Intervensi
1) Ukur tanda vital setiap 4 jam
2)
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
terutama elektrolit
3) Observasi tanda – tanda
dehidrasi
4) Catat intake dan output cairan
5) Berikan minuman dalam porsi kecil tetapi
sering
6)
Pertahankan temperature tubuh dalam batas normal
7) Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravena
8) Pertahankan dan monitor tekanan vena sentral
f.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan
muntah, intake yang tidak adekuat
Data
Pendukung : - Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan
muntah
- Pasien tidak menghabiskan
makanan yang telah disediakan
-
Penurunan berat badan
- Adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi
- Hb dan
albumin kurang dari normal
- Tekanan
darah kurang dari normal
Kriteria
Hasil : -
Nafsu makan pasien baik
- Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah
disediakan RS
- Terjadi peningkatan berat badan
secara bertahap
- Tanda – tanda kurang nutrisi tidak
ada
-
Hb dan albumin dalam batas normal
- Tanda vital normal
Intervensi:
1)
Kaji kesukaan makanan
klien
2)
Kaji pengetahuan
keluarga tentang nutrisi
3)
Berikan makan dalam
porsi kecil tetapi sering
4)
Anjurkan
keluarga selalu memberikan makanan TKTP
5)
Berikan antiemetic 1
jam sebelum makan
g.
Nyeri berhubungan
dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal
Data pendukung : - Pasien mengeluh nyeri kepala, kaku pada
leher dan
merasa
tidak nyaman
- Ekspresi wajah
menunjukkan rasa nyeri
- Kaku kuduk positif
- Peningkatan nadi
Kriteria hasil
: - Nyeri berkurang atau tidak terjadi
- Ekspresi wajah
tidak menunjukkan rasa nyeri
- Tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1)
Kaji tingkat nyeri
klien
2)
Kaji
faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri
3)
Lakukan perubahan
posisi
4)
Jaga lingkungan untuk
tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising
5)
Lakukan
massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat
6)
Berikan obat analgetik
sesuai program
No comments:
Post a Comment