Wednesday, June 12, 2013

askep ensefalitis



Konsep Dasar Ensefalitis
 1. Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non purulen penyebab lain dari ensefalitis adalah virus kemudian, herepes simplek, arbo virus dan jarang disebabkan oleh entero virus, gondongan dan adeno virus. Ensefalitis bisa juga terjadi pada pasca infeksi campak, influenza, varisella, dan pasca vaksinasi pertusis. ( Muttaqin, Arif, 2008: 86 )
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Ensefalitis karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk ( arbo virus ) yang kemudian masuk kesusunan saraf pusat melalui sistem peredaran darah. ( Tarwoto, dkk, 2007: 110 )
Ensefalitis adalah suatu peradangan pada jaringan otak dan batang otak dan sering disertai oleh gejala infeksi yang sistematis yang diperoleh dari bermacam – macam penyebab termasuk virus, bakteri, kebanyakan dari virus ensefalitis merupakan infeksi primer yang ditularkan nyamuk. (Bondain, Gorzeman, 2002: 32 ).
2.   Etiologi
   Untuk mengetahui penyebab ensefalitis perlu pemeriksaan  bakteriologik dan virulogik pada specimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrospinalis yang harus diambil pada hari – hari pertama.
Gambar 2.3 Virus Yang Menyerang Otak

Sumber : http://id.wikipedia.org, diperoleh tanggal 5 Juli 2009

Menurut Tarwoto, (2007 : 110) Ensefalitis dapat disebabkan karena :
a.    Arbovirus
  Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari
b.   Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus disamping dapat menimbulkan ensefalitis dapat pula mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c.    Herpes Simpleks
Herpes simpleks merupakan penyebab meningitis yang sangat  mematikan di Amerika Utara
d.   Amuba
  Amuba penyebab ensefalitis adalah amuba naegleria dan acanthamoeba,   keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.
e.    Rabies
  Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan - bulan
f.    Jamur
  Jamur yang dapat menimbulkan ensefalitis adalah fungus blastomyces  dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja diluar rumaah, tempat masuknya melalui paru – paru atau lesi pada kulit.

3.  Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna, setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah, kemudian menyebar keorgan dan berkembang biak  diorgan tersebut dan menyebar melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran keotak, timbul manifestasi  klinis ensefalitis, Masa Prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan afasia.







Skema 2.1 Patofisiologi Ensefalitis
Virus / bakteri masuk ke jaringan otak, secara lokal hematogen dan melalui saraf – saraf.
 












Sumber : Muttaqin, Arif, 2008, hlm.87

4.   Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ensepalitis tergantung dari penyebab, masing – masing berbeda. Tanda dan gejala ensefalitis menurut (FKUI, 2005) yaitu
a.       Suhu mendadak naik
b.      Kesadaran menurun
c.       Nyeri kepala
d.      Muntah
e.       Kejang yang bersifat umum atau fokal
f.       Paralisis  dan afasia



5.   Komplikasi
Menurut Tarwoto, (2007:111), Komplikasi  pada penderita  ensefalitis
a.       Retardasi mental
b.      Kejang.
c.       Demensia.
d.      Paralisis.
e.       Kebutaan.

   6.   Pemeriksaan Penunjang
a..  Pemeriksaan Laboratorium
Dapat di lakukan pemeriksaan darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sulit untuk mendapatkan hasil yang positif dan gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit.  Kadar protein kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
b.   Pemeriksaan Radiologis
      1)   CT Scan kepala
a)      Pada ensefalitis HSv, Ct scan memperlihatkan lesi dengan densitas rendah dilobus temporalis, yang belum terlihat sampai 3 – 4 hari setelah awitan
b)      CT Scan dapat memperlihatkan komplikasi seperti perdarahan, hidrosefalus dan herniasi, serta dapat membantu menentukan perlu tidaknya tindakan bedah
2)   MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
-          MRI lebih sensitive dari pada CT Scan dalam mengidentifikasi ensefalitis viral.
-          Gambaran lesi di lobus temporalis berupa perdarahan unilateral atau bilateral. Lesi di lobus inferomedial temporalis dan girus singuli adalah area yang paling sering terdeteksi dengan MRI. Pada anak dan bayi, dapat terdeteksi penyebaran yang lebih luas.
3)   Elektroensefalografi ( EEG )
Pada ensefalitis HSV, 4 dari 5 kasus yang telah dibuktikan dengan biopsi memperlihatkan EEG yang abnormal. Terdapat perubahan di daerah temporalis yang menyebar secara difus dan perlahan serta di dapatkan lateralisasi gelombang epileptiform.       ( Dewanto,George, dkk, 2009: 50 )

      7.   Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Umum
1)            Pencegahan dan kontrol peningkatan tekanan intracranial. (pengurangan edema serebri).
2)            Kepatenan respirasi : Jika indikasi perlunya ventilator.
3)            Support nutrisi : diet tinggi kalori dan tinggi protein.
4)            Keseimbangan cairan elektrolit.
5)            Rehabilitasi.
b.      Pengobatan.
1)      Vidarabine : untuk ensepalitis karena herpes simpleks.
2)            Amphotericin B (fungizone), sulfadiazine, Miconozole, Rifampin untuk pengobatan amuba encephalitis.
3)      Glucocorticosteroid : dexamethasone.
4)      Anticonvulsan : Phenytoin (Dilantin).
5)      Analgetik : Acetaminophen.
6)      Diuretik osmotik : Manitol.
           
C.  Asuhan Keperawatan pada klien dengan Ensefalitis
Sebelum membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem persarafan khususnya pada pasien ensefalitis maka pelu diketahui asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persarafan secara teoritis sebagai pedoman. Menurut Tarwoto, dkk, 2007, pengkajian dengan ensefalitis adalah:
1.        Pengkajian
a.       Riwayat kesehatan sekarang
1)      Riwayat trauma kepala
2)      Riwayat Pembedahan kepala, tindakan lumbal pungsi
3)      Riwayat penyakit TBC paru
4)      Riwayat tergigit binatang /rabies serangga
5)      Riwayat infeksi telinga, ISPA, mastoididtis, infeksi virus, herpes
6)      Riwayat vaksinasi
7)      Riwayat penyakit jantung kronik, endokarditis
b.      Psikososial
1)     Usia
2)     Pekerjaan
3)     Peran keluarga
4)     Penampilan sebelum sakit
5)     Mekanisme koping
6)     Tempat tinggal kumuh
c.       Pemeriksaan fisik
1)     Tingkat kesadaran
2)     Nyeri kepala
3)     Nystagmus
4)     Ptosis
5)     Gangguan pendengaran dan penglihatan
6)     Peningkatan suhu tubuh
7)     Mual dan muntah
8)     Paralisis/ kelemahan otot
9)     Perubahan pola napas
10)  Kejang
11)  Tanda dan gejala peningkatan TIK
12)  Kaku kuduk
13)  Tanda brudzinski’s dan kernig’s positif



2.        Diagnosa Keperawatan
Menurut Tarwoto, dkk, ( 2007 ) diagnosa keperawatan dengan ensefalitis yaitu sebagai berikut :
a.       Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan TIK
Data pendukung :
1)          Perubahan kesadaran
2)          Perubahan tanda vital
3)          Perubahan pola napas, bradikardia
4)          Nyeri kepala
5)          Mual dan muntah
6)          Kelemahan motorik
7)          Kerusakan pada nervus cranial III, IV, VI, VII, VIII
8)          Reflek patologis
9)          Perubahan nilai AGD
10)      Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses
11)      Pandangan kabur
Kriteria Hasil : -    Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
-          Tanda vital dalam batas normal.
-          Tidak terjadi defisit neurologi.
Intervensi :
1)      Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, reflex, kemampuan motorik, nyeri kepala, kaku kuduk
2)        Monitor tanda vital dan temperature setiap 2 jam
3)      Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan nafas
4)        Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan
5)      Tinggikan posisi kepala 30 – 45° pertahankan kepala pada posisi netral, hindari fleksi leher
6)        Kolaborasi dalam pemberian Diuretik osmotic,steroid, antibiotic.
b.      Resiko Injuri : Jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental
Data Pendukung: - Penurunan kesadaran
-  Aktivitas kejang
-  Perubahan status mental
Kriteria Hasil : - Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
-          Kejang tidak terjadi
-          Injuri tidak terjadi.
Intervensi :
1)        Kaji status neurologi setiap 2 jam
2)      Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen
3)      Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang
4)      Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang
5)      Orientasikan pasien ke lingkungan
6)      Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang

c.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik
Data Pendukung : - Pasien mengatakan lemah, tangan dan kaki tidak dapat digerakkan
-    Paralisis, parese, hemiplegia, tremor
-       Kekuatan otot kurang
-       Kontraktur, atropi
Kriteria Hasil  : - Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal
-    Integritas kulit utuh
-    Tidak terjadi atropi
-    Tidak terjadi kontraktur
 Intervensi :
1)      Kaji kemampuan mobilisasi
2)      Alih posisi pasien setiap 2 jam
3)      Lakukan massage bagian tubuh yang tertekan
4)      Lakukan ROM passive
5)      Monitor Tromboemboli, konstipasi
6)      Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan
d.     Hypertermia berhubungan dengan Infeksi
Data pendukung :  - Pasien mengatakan demam dan rasa haus
  -  Suhu tubuh diatas 38°C
  -  Perubahan tanda vital, takhikardia
  - Kulit kering
  - Peningkatan leukosit
Kriteria Hasil      :  - Suhu tubuh normal 36,5 – 37,5°C
 - Tanda vital normal
 - Turgor kulit baik
 - Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas    normal
Intervensi:
1)      Monitor suhu setiap 2 jam
2)      Monitor tanda vital
3)      Monitor tanda – tanda dehidrasi
4)      Berikan obat antipireksia
5)      Berikan minum  cukup 2000cc / hari
6)      Lakukan kompres dingin dan hangat
7)      Monitor tanda – tanda kejang
e.       Ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,  kehilangan cairan
Data Pendukung : - Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntah
- Suhu tubuh diatas 38°C
- Turgor kulit kurang
- Urine pekat
Kriteria Hasil   : - Suhu tubuh normal 36,5 – 37,5°C
- Tanda vital normal
- Turgor kulit baik
- Pengeluaran urine tidak pekat
Intervensi
1)   Ukur tanda vital setiap 4 jam
2)   Monitor hasil pemeriksaan laboratorium terutama elektrolit
3)   Observasi tanda – tanda dehidrasi
4)   Catat intake dan output cairan
5)   Berikan minuman dalam porsi kecil tetapi sering
6)   Pertahankan temperature tubuh dalam batas normal
7)   Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
8)   Pertahankan dan monitor tekanan vena sentral
f.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat
     Data Pendukung : - Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan
                                      muntah
      - Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah    disediakan
       - Penurunan berat badan
       - Adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi
       - Hb dan albumin kurang dari normal
       - Tekanan darah kurang dari normal
Kriteria Hasil         : - Nafsu makan pasien baik
            - Pasien dapat menghabiskan makanan yang telah
   disediakan RS
            - Terjadi peningkatan berat badan secara bertahap
            - Tanda – tanda kurang nutrisi tidak ada
            - Hb dan albumin dalam batas normal
            - Tanda vital normal
Intervensi:                                                                               
1)      Kaji kesukaan makanan klien
2)      Kaji pengetahuan keluarga tentang nutrisi
3)      Berikan makan dalam porsi kecil tetapi sering
4)      Anjurkan keluarga selalu memberikan makanan TKTP
5)      Berikan antiemetic 1 jam sebelum makan
g.      Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal
Data pendukung    : - Pasien mengeluh nyeri kepala, kaku pada leher dan
                                   merasa tidak nyaman
   - Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyeri
   - Kaku kuduk positif
   - Peningkatan nadi
Kriteria hasil          : - Nyeri berkurang atau tidak terjadi
                                 - Ekspresi wajah tidak menunjukkan rasa nyeri
                                 - Tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri klien
2)      Kaji faktor yang dapat meringankan dan memperberat nyeri
3)      Lakukan perubahan posisi
4)      Jaga lingkungan untuk tetap nyaman: mengurangi cahaya, keadaan bising
5)      Lakukan massage pada daerah yang nyeri secara lembut, kompres hangat
6)      Berikan obat analgetik sesuai program

No comments:

Post a Comment