Saturday, October 13, 2012

askep pnuemothorak


BAB II
LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini penulis akan menyajikan anatomi fisiologi sistem pernapasan dan konsep dasar penyakit pneumotoraks serta konsep dasar asuhan keperawatan pneumotoraks secara teoritis.
A.    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta mengehembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Guna pernapasan yaitu mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran, dan mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah keparu-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi bagi tubuh) serta menghangatkan dan melembabkan udara.
Berikut ini akan dibahas anatomi dan fisiologi Menurut Syaifuddin (2006, hlm 192) sistem pernapasan yaitu :
1.      Anatomi
a.       Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.
Fungsi hidung yaitu bekrja sebagai saluran udara pernapasan, sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara pernapasan mukosa dan sebagai pelembab udara..

b.      Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Rongga faring dibagi dalam 3 bagian:
1)      Nasofaring merupakan bagian utama dari faring. Disamping sebagai saluran udara, nasofaring berhubungan dengan rongga hidung dengan perantara lubang yang bernama koana
2)      Orofaring merupakan bagian tengah dari faring yang terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara serta saluran makanan.
3)      Laringofaring merupakan bagian bawah sekali dari faring, laringofaring berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan.

c.       Laring
Laring merupakan saluran udara yang bertindak sebagai pembentukan suara, terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang disebut epiglotis yang terdiri dari tualng-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.


d.      Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (hurf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9-11cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.

e.       Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping kearah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.

f.       Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelem­bung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, 02 masuk ke dalarn darah dan CO2 dikeluar­kan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru dibagi dua: paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus infe­ rior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru­- paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen Pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainn.ya dibatasi ole1-1 jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua: I) Pleura viseral (selaput dada .pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru; 2) Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini oakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang ber­guna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2.      Fisilogi pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat mem­butuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menim­bulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
a.      Pernapasan paru
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus rnembran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Didalam paru karbon dioksida merupakan hasil buangan yang menembus membrane alveoli.
Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai mulut dan hidung. Empat proses yang berhu­bungan dengarfpernapasan pulmoner:
1)      Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2)      Arus darah melalui paru-paru; darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh, karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3)      Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4)      Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbon dioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah memengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang-banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalarn jaringan yang akhimya mencapai kapiler. Darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di' paru-paru terjadi pernapasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam pare-paru 4500-5000 ml (4,5-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ±500 ml disebut juga, udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernapasan biasa. Kecepatan pernapasan pada wan ita lebih tinggi daripada pria. Pernapasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-isiirahat­ekspirasi, disebut juga pernapasan terbalik.
b.      Pengaturan pernapasan
Pernapasan spontan ditimbulkan oleh rangsangan ritmis neuron motoris yang mempersarafi otot pernapasan otak. Rangsangan ini secara keseluruhan bergan­tung pada impuls-impuls saraf. Pernapasan berhenti bila medula spinalis di­potong melintang di atas nervus frenikulus. Di sini terdapat dua mekanisme saraf yang terpisah .mengatur pernapasan.
Rangsangan ritmik pada medula oblongata nnenimbulkan pernapasan otomatis. Daerah medula oblongata berhubungan dengan pernapasan secara klasik. Tempat pusat pernapasan yang dekat dengan nukleus traktus solitarius adalah sumber irama yang mengendalikan neuron motoris frenikus kontralateral. Rangsangan ritmis neuron pusat pernapasan adalah spontan tetapi diubah oleh pusat pons dan aferens, nervus dari reseptor dalarn paru-paru. Bila batang otak ditranseksi pada bagian inferior pons dan nervus vagus dibiarkan utuh, perna­pasan reguler terus berlangsung. Peranan fisiologis yang tepat daerah pernapasan dan pans tidak pasti, tetapi yang jelas membuat rangsang ritmis dari neuron medula oblongata.
Pengaturan irama, mekanisme yang pasti bertanggung jawab untuk rang­sangan spontan dari neuron-neuron medula oblongata dan yang tidak pasti bertanggung jawab terhadap neuron pernapasan golongan ventral yang diken­dalikan oleh neuron pernapasan golongan dorsal, jadi irama pernapasan tidak berasal dari golongan ventral. Dalamnya pernapasan meningkat bila paru-paru diregangkan lebih-besar sebelum aktivitas penghambatan dari vagus cukup untuk melawan rangsangan neuron inspirasi yang lebih hebat. Kecepatan pernapasan meningkat sebab setelah rangsangan pada vagus dan aferen dan eferen pneumo­tosik dengan cepat dilawan.
B.     Konsep Dasar Pnemotoraks
1.      Pengertian
Pneumotorax adalah keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps (Kathleen, 2008, hlm. 45).
Pneumotoraks ialah rongga pleura yang terisi udara (Alsagaff, 2002, hlm. 162).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (Kurniasih, 2009, hlm. 2339)
Maka dari itu penulis dapat menyimpulkan pneumotoraks adalah udara yang keluar dari paru-paru masuk ke rongga pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar sehingga menyebabkan tekanan pleura yang meningkat terus mengakibatkan terjadinya kolaps.

2.      Etiologi
Etiologi dari pneumotoraks menuurut Darmawan & Rahayuningsih (2010 hlm 52) adalah :
a.    Valve mechanism distal dari bronkiol yang mengalami keradangan atau adanya jaringan parut. Robekan dapat pula terjadi pada bleb yang terletak subpleura.
b.    Ada kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang pecah
c.    Tekanan intrabronkial yang meningkat
d.    Peluru menembus dada dan paru
e.    Trauma
f.     Luka terbuka pada dinding dada


3.      Klasifikasi
Menurut Kurniasih (2009, hlm 2339), pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi pneunaotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a.      Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:
1)      Pneumotoraks spontan primer.
Pneumotoraks spontan primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
2)   Pneumotoraks spontan sekunder.
Pneumotoraks spontan sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai adanya metastase paru yang primernya berasal dari sarkoma jaringan lunak di luar paru.

b.      Pneumotoraks traumatik
adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik diperkiraan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak hams disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks. Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral. Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:
1)   Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenic adalah pneumotoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertututp, barotrauma.
2)   Pneumotoraks traumatik Iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:
a)   Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental adalah pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi mekanik).
b)   Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliber­ate), adalah pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui j arum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a.       Pneumotoraks tertutup (simple pneumotoraks)
Pneumotoraks tertutup yaitu suatu pneumotoraks dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka dari dinding dada.
b.      Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks)
Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi, mediasti­num dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi medi­astinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).
c.       Tension pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara mauk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.

4.      Patofisiologi
Menurut Alsagaff (2002), patofisiologinya yaitu alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding dada lemah dan mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan napas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa factor prespitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapak merobek jaringan fibrotic peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus menimbulkan pneumomediatinum. Dari mediastinum udara mencari jalan menuju keatas, kearah leher. Diantara organ-organ di mediastinum terdapat jaringan ikat yang longgar sehingga mudah tembus oleh udara. Dar leher udara menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai skrotum.

5.      Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah (Loddenkemper, 2003, dalam Budi 2009, hlm. 2343):
a.          Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
b.      Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90%
c.       Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35%
d.      Tidak menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% biasanya pada PSP (pneumotoraks spontan primer)

6.      Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan pneumotoraks menurut Budi (2009, hlm. 2343) adalah:
a.         Pneumotoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks), dapat mengakibatkan kegagalan respiration akut, pio-pneumotoraks, hidro-pneumotoraks / hemo­-pneumotoraks.
b.        Henti jantung paru
c.         Pneumotoraks simultan bilateral
d.        Pneumotoraks kronik
e.         Pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan.

7.      Pemeriksaan diagnostik.
a.  Laborotarium
1)      GDA :  variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia.
2)      Hb  :      menurun, menunjukan kehilangan darah (Doenges. 2000, hlm 196)
b.      Diagnostik
1)      Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan pneumotoraks sekunder.
2)      Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan.
3)      Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah tersebut.. Sinar x dada :  menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal

8.      Penatalaksanaan.
a.       Medis
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah
1)   Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
2)   Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis.
Tindakan ini dilakukan seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang lausnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan cara:
1)   Menusukan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2)   Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran kontra ventil
3)   Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb atau bulla.
Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. Tindakan ini dilakukan apabila:
1)   Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
2)   Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi.
3)   Terjadinya fistula bronkopleura
4)   Timbulnya kembali pneumotoraks setelah tindakan pleurodosis
5)   Torakotomi
Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru, maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.
b.      Keperawatan
1)      memberikan posisi
2)      tirah baring
3)      memasang oksigen
4)      perawatan WSD
5)      Memantau DrainaseMemantau Water Seal (segel air)



C.      Asuhan Keperawatan Teoritis pada klien dengan pneumotoraks.
Pemberian asuhan keperawatan pneumotoraks, perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan yang meiputi seluruh aspek bio-psiko-sosial budaya dan spiritual sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan proses pendekatan keperawatan. Adapun langkah-langkah proses keperawatan tersebut meliputi : pengkajian keperawatan, pendiagnosaan keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
Konsep asuhan keperawtan menurut Doenges ( 2000, hlm 195 ) adalah sebagai berikut :
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas atau istirahat
Gejala        : dispnea dengan aktivitas maupun istirahat
b.      Sirkulasi
Tanda        : -  Frekuensi tak teratur atau disritmia
-   S3 atau S4 atau irama jantung gallop (gagal jantung sekunder terhadap effuse)
-   Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal (dengan tegangan pneumotoraks)
-   Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara dalam mediatinum
-   TD : Hipertensi atau hipotensi
-   DVJ

c.       Integritas ego
Tanda        : ketakutan, gelisah
d.      Makanan/cairan
Tanda        : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan
e.       Nyeri/kenyamanan
Gejala        : -  Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk
-  Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumotoraks spontan)
-  Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (effuse pleural).
Tanda        : -  berhati-hati pada area yang sakit
-  Perilaku distraksi
-  Mengkerutkan wajah
f.       Pernapasan : -    kesulitan bernapas, lapar napas
-     Batuk (mungkin gejala yang ada)
-     Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi); penyakit interstitial menyebar (sarkoidosis); keganasan (mis. Obstruksi tumor).
-     Pnneumotorak spontan sebelumnya; rupture empisematous bula spontan, bleb subpleural (PPOM)
Tanda              :  -     Pernapasan: peningkatan frekuensi/takipnea
-     Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher; retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
-     Bunyi napas menurun atau tidak (sisi yang terlibat)
-     Fremitus menurun (sisi yang terlibat)
-     Perkusi dada : hipersonan diatas area terisi udara (pneumotoraks)
-     Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
g.      Keamanan
Gejala            : adanya trauma dada dan radiasi atau kemoterapi untuk keganasan.
h.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala        :  -    Riwayat factor resiko keluarga: tuberkolosis, kanker
-     Adanya bedah intratorakal/biopsy paru
-     Bukti kegagalan membaik

i.        Pemeriksaan fisik toraks ditemukan:
a)      Inspeksi: dapat terjadi pencembungan sisi yang sakit, pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal dan di trakea dan jantung terdorong kesisi yang sehat. .
b)      Auskultasi: pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang, dan suara napas terdengar amrofik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka dan suara vocal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
c)      Perkusi: Hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar dan batas jantung terdorong kearah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
d)     Palpasi   :pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung terdorong kesisi toraks yang sehat, dan suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.

3.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2000, hlm.197) yang lazim pada pasien pneumotoraks adalah sebagai berikut :
a.       Pola napas takefektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan).
b.      Nyeri berhubungan dengan insisi bdah trauma jaringan dan gangguan saraf internal.
c.       Resiko tinggi trauma/penghentian jalan napas berhubungan dengan penyakit saat ini/proses cedera
d.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
e.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas V/Q

4.   Perencanaan Keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan pada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan  untuk mengatasi masalah-masalah klien. Komponen-komponen tahap perencanaan adalah membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil dan menulis rencana asuhan keperawatan (doenges, 2000, hlm 197).
Adapun rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan
a.       Pola napas takefektif b/d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
1)      Tujuan : ventilasi atau oksigenisasi dapat dipertahankan serta pola napas kembali efektif
2)      Hasil yang diharapkan :
a)      Menunjukan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam rentang normal
b)      Bebas siaksosis dan tanda gejala hipoxsia
3)      Intervensi keperawatan :
a)      Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapsan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, dan perubahan tanda-tanda vital.
b)      Auskultasi bunyi napas
c)      Catat pengembangan dada dan posisi trakea
d)     Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk, napas dalam
e)      Bila selang dada dipasang: periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar, periksa batas cairan pada botol penghisap; pertahankan pada batas yang ditentukan, dan observasi gelembung udara botol penampung.
f)       Tindakan kolaborasi : - awasi pemeriksaan GDA, kaji   kapasitas vital/pengukuran volume tidal. Selain itu berikan oksigen tambahan melalui kanula/masker sesuai indikasi

b.      Nyeri berhubungan dengan insisi bdah trauma jaringan dan gangguan saraf internal.
1)      Tujuan             : Nyeri dapat terkontrol / tidak ada
2)      Hasil yang diharapkan:
a)      Nyeri berkurang/hilang
b)      tampak rileks dan tidur dengan baik
3)      Intervensi keperawatan :
a)      Kaji nyeri yang dialami oleh klien. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus menerus, sakit, menusuk, terbakar, buat rentang intensiitas pada skala 0-10.
b)      Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien
c)      Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisiologi dan psikologi
d)     Berikan tindakan kenyamanan, misalnya sering ubah posisi, pijatan punggung, sokongan bantal. Dorong penggunaan teknik relaksasi misalnya visualisasi.
e)      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.

c.       Resiko tinggi trauma/penghentian jalan napas berhubungan dengan penyakit saat ini/proses cedera
1)      Tujuan :  tidak menunjukan terjadinya trauma atau penghentian jalan napas
2)      Hasil yang diharapkan :
a)      Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
b)      Pemberi perawatan akan: memperbaiki atau menghindari lingkungan dari bahaya fisik.
3)      Intervensi keperawatan
a)      Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran kemanan
b)      Pasangkan kateter toraks kedinding dada dan berikan panjang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi klien.
c)      Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah
d)     Awasi sisi lubang pemasangan selang, caatat kondisi kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
e)      Observasi tanda distress pernapasan bila kateter toraks terlepas/tercabut.

d.      Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
5)      Tujuan : klien mampu memahami proses penyakit/prognosis dan kebutuhan terapi
6)      Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah dan mengikuti program pengobatan dan menunjukan perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
7)      Intervensi keperawatan :
8)      Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dialami saat ini.
9)      Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
10)  Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medic cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut
11)  Kaji ulang praktik kesehatan yang bai, contoh nutrisi baik, istirahat dan latihan

5.   Implementasi
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan secara nyata dilakukan serangkaian kegiatan sistematik berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal, adapun langkah atau petunjuk dalam tahap pelaksanaan adalah persiapan, pelaksanaan dan dokumentasi.
Pada tahap persiapan perawat dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan, selain itu juga perawat harus mampu mengatasi situasi dan kondisi klien baik fisik maupun mentalnya sehingga dalam merencanakan, memvalidasi rencana serta dalam pelaksanaan perawat akan terhindar dari kesalahan.
Untuk tahap pelaksanaan, perawat berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bio, psiko, sosio, kultural dan spiritual. Pada saat dokumentasi, semua tindakan yang telah dilaksanakan harus di dokumentasikan ke dalam catatan keperawatan klien oleh perawat yang melaksanakan tindakan tersebut.

6.   Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian fase keperawatan dan menunjukkan perkembangan klien terhadap  pencapaian tujuan. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan dan strategi evaluasi.
Tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk umpan balik rencana keperawatan, menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, membandingkan pelayanan keperawatan yang diberikan dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Doenges (2000, hlm 197) Hasil yang diharapkan yaitu:
a.       Ventilasi atau oksigenisasi adekuat dipertahankan
b.      Mempertahankan jalan nafas yang efektif
c.       Analisa gas darah klien kembali normal
d.      Nyeri tidak ada atau terkontrol
e.       Tidak menunjukan terjadinya infeksi
f.       Proses penyakit atau prognosis dan kebutuhan terapi dipahami.
g.      Menunjukan tingkat pengetahuan yang adekuat