Thursday, September 20, 2018

askep typhus abdominalis



“Tyhpus Abdominalis adalah demam infeksius yang di tularkan melalui kontaminasi makanan, susu, suplai air” (Hinchliff, 1999, hlm 448).
“Typhus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut usus halus” (Mansjoer, et.al, 2001 hlm 421).
“Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan  terdapat gangguan kesadaran” (Suriadi, et.al, 2001 hlm 281).
1.      Etiologi
“Penyebab Typhus Abdominalis adalah kuman salmonella thyposa yang termasuk golongan bakteri berbentuk batang, gram negatif, mempunyai flagel yang memungkinkan kuman ini dapat bergerak, tidak berspora serta mempunyai tiga (3) jenis anti gen yaitu Antigen O (AgO): antigen pada bagian sama (badan), Antigen H (AgH) : antigen pada bagian flagel. Flagel adalah alat bergerak dan antigen V1 (AgV1) : Antigen pada bagian kapsul (pembungkus soma)” (Rumahorbo, et al, 2000 hlm 75). Gambar kuman salmonella typhi dapat dilihat pada Gambar 22.





Gambar 2.2 kuman salmonella typhi
(Sumber: Akhyar, 2008. http://www.wordpress.com
diperoleh tanggal 21 juli 2008)

2.      Patofisiologi
Makanan atau minuman yang telah terkontaminasi kuman salmonella masuk kedalam lambung. Sebagian besar kuman di musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, kuman salmonella typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfa dan mencapai kelenjar limfe mesenterial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melalui kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typhi masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus. Kuman-kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus salmonella typhi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem retikulo endotelial, semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada Typhus Abdominalis disebabkan oleh endotoksemia, tapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental di simpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tipoid.
Endotoksin salmonella typhi berperan pada patogenesis Typhus Abdominalis, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada tifoid di sebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Suriadi, et al. 1999 hlm 436). Skema perjalanan penyakit pada Typhus Abdominalis dapat dilihat pada skema 2.1
Skema 2.1 perjalanan penykit Typhus Abdominalis


 











(Sumber: Suriadi, et al. 2001 hlm 282)
3.      Tanda dan Gejala
Menurut Mansjoer, (1999 hlm 436) masa tunas Typhus Abdominalis berlangsung 7 – 14 (rata-rata 30 hari) selama inkubasi gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit / gejala yang tidak khas)  yaitu :
a.      Perasaan tidak enak badan
b.      Lesu
c.      Nyeri kepala
d.     Diare
e.      Anoreksia
f.       Nyeri otot

Selain tanda dan gejala diatas menyusul gejala klinis yang lain (Patriani, 2008, http://www.google.com di peroleh tanggal 19 Juli 2008) yaitu:
a.      Demam
Demam berlangsung selama tiga (3) minggu
1)     Minggu I     :  Demam remiten : Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari
2)     Minggu II   :  Demam terus : Suhu tubuh terus meningkat
3)     Minggu III  :  Demam mulai turun secara berangsur-angsur
b.      Gangguan pada saluran cerna
1)     Lidah kotor yaitu di tutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang di sertai tremor.
2)     Hati dan limfa membesar yang nyeri pada perabaan
3)     Terdapat konstipasi, diare
c.      Gangguan kesadaran
1)     Apatis, samnolen
2)     Gejala lain “Roseola” bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit.
4.     Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium menurut Nursalam, et. al, (2005 Hlm 153) yaitu:
a.      Pemeriksaan darah tepi : di temukan leukopenia, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
b.      Biakan empedu : terdapat hasil Salmonella Typhosa dapat di temukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit
c.      Pemeriksaan widal : bila terjadi aglutinasi untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang di perlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif. Sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosa karena titer H dapat tetap tinggi setelah di lakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
5.     Komplikasi
Komplikasi Typhus Abdominalis dapat di bagi dalam (Sjaifoellah, 1996 hlm 439) yaitu :

a.      Komplikasi intestinal
1)     Peradangan usus
2)     Perforasi usus
3)     Ileus paralitik
b.      Komplikasi ekstra-intestinal
1)     Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis
2)     Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan sindrom uremia hemolitik
3)     Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis
4)     Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan koleosistitis
5)     Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis
6)     Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineufitis perifer, sindrom Guillain – Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
Pada anak-anak demam paratiroid komplikasi jarang terjadi, komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
6.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Typhus Abdominalis terdiri dari 3 bagian (Sjaifoellah, 1996 hlm 439) yaitu :

a.      Perawatan
Pasien Typhus Abdominalis perlu tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah-ubah pada waktu ± 2 jam untuk menghindari dekubitus.
b.      Diet
Diet yang diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.
1)     Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam / wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/hari, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
2)     Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang di haluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara bertahap (dari cair ke lunak).
3)     Jika pasien payah, seperti yang menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan NaCL. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien beralih ke makanan biasa.
c.      Obat
Obat-obat yang biasa di berikan ialah
1)     Obat antimikroba  
a)     Kloramfenikol
Dengan penggunaan kloramfenikol, demam pada Typhus Abdominalis turun rata-rata setelah 5 hari.
b)     Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada Typhus Abdominalis sama dengan kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada Typhus Andominalis turun setelah rata-rata 5 – 6 hari
c)     Ko – trimoksazol
Dengan ko trimoksazol demam pada Typhus Abdominalis turun rata-rata setelah 5 – 6 hari
d)    Ampicilin dan Amoksisilin
Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitas ampicilin dan amoksisilin lebih kecil di bandingkan dengan kloramfenikol. Demam pada Typhus Abdominalis turun rata-rata setelah 7 – 9 hari.
e)     Sefalosporin generasi ketiga dan Fluorokinolon
Dosis dan lama pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
2)     Obat Simtomatik
a)     Antipiretika
Tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien Typhus Abdominalis karena tidak banyak berguna.
b)     Kortikosteroid
Diberikan pada pasien yang toksin dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menutun secara bertahap (off tapering) selama 5 hari.

A.     Asuhan Keperawatan
“Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Asuhan keperawatan pada klien dengan Typhus Abdominalis di gunakan pendekatan yang sistematis yang di gunakan untuk mengidentifikasi dan pemecahan masalah konsep keperawatan di implementasikan secara terpadu dalam tahap yang terorganisir meliputi : pengkajian diagnosa, perencanaan intervensi dan evaluasi” (Doenges., et.al, 1999 hlm 6).
1.     Pengkajian
Menurut Suriadi, et al. (2001 hlm 284), dasar data pengkajian pasien dengan Typhus Abdominalis adalah:  
a.      Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, Medical Record.
b.      Keluhan utama
Kaji data mengenai penyakit mayor, pembedahan, penggunaan obat-obat masa lalu, perdarahan Gastrointestinal, penurunan berat badan atau penambahan berata badan yang tidak diketahui penyebabnya, perubahan dan kebiasaan defekasi, mual dan muntah.
c.      Riwayat kesehatan sekarang
Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.
d.     Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga tentang penyakit yang berhubungan dengan Gastrointestinal, penyakit keturunan seperti Diabetes Melitus, kesehatan saat ini dan masalah seperti karsinoma.


e.      Riwayat kebutuhan
1)     Pola nutrisi           : Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak diolah dengan baik.
2)     Pola cairan            : Sumber air minum yang tidak sehat, kebiasaan minum kopi, cola dan alkohol.
3)     Pola eliminasi       : Kebiasaan dalam buang air kecil dan buang air besar dan perubahan pada kebiasaan defekasi dan karakteristik fases.
4)     Pola hygiene         : Kebersihan perseorangan yang cukup
5)     Pola aktivitas        : Kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
f.       Riwayat psikososial
Faktor-faktor sosiologis dan psikologis serta lingkungan fisik dapat menyebabkan pengaruh kesehatan. Pekerjaan mempengaruhi status kesehatan klien meliputi apakah ada zat toksik yang dicerna atau diabsorbsi misalnya arsenik merkuri atau karbon tetraklorida.
g.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada Typhus Abdominalis
1)     Keadaan umum
Biasanya pada pasien Typhus Abdominalis mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak, anorexia.

2)     Mulut
Stomatis bibir  kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih kotor sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai tremor.
3)     Abdomen
Kaji lokasi nyeri, frekuensi bising usus, massa abdomen. Adanya temuan abnormal harus di catat. Pemeriksaan abdomen di lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
2.     Diagnosa Keperawatan
Menurut Suriadi, et al, (2001 hlm 284) diagnosa keperawatan pada klien dengan Typhus Abdominalis  adalah sebagai berikut :
a.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual dan kembung.
b.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
c.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d.     Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.
e.      Hipertermi berhubungan dengan proses infaksi.
  1. Perencanaan
Perencanaan pada Typhus Abdominalis menurut Suriadi, et. al, (2001 hlm 284) yaitu :
a.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual dan kembung.
Tujuan   : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil   : -    Nafsu makan meningkat
-       Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang di berikan
Intervensi
1)     Nilai status nutrisi
2)     Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kuaitas intake nutrisi
3)     Anjurkan untuk makan dengan porsi kecil tapi sering
4)     Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
5)     Pertahankan kebersihan mulut klien
6)     Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
7)     Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui perenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi.      
b.      Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan   : Menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil   : -    Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan
-       Tanda-tanda vital (TTV) stabil
-       Membran mukosa lembab
-       Turgor kulit baik
Intervensi
1)     Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap empat jam
2)     Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan ; turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah
3)     Observasi dan catat intake dan output dan mempertahankan intake dan output yang adekuat.
4)     Monitor dan catat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
5)     Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
6)     Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat dengan memberikan kompres dingin.
7)     Berikan antibiotik sesuai program     
c.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan   : Mempertahankan fungsi persepsi sensori
Kriteria hasil   : Melakukan kembali / mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan berfungsi persepsi.

Intervensi
1)     Kaji status neurologis
2)     Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
3)     Hindari aktivitas yang berlebihan
4)     Pantau tanda-tanda vital
d.     Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
Tujuan   : Kebutuhan perawatan diri terpenuhi
Kriteria hasil   : -    Melakukan aktivitas keperawatan  dari dalam, tingkat kemampuan sendiri
-       Mengidentifikasi sumber pribadi / keluarga dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi
1)     Kaji aktivitas yang dapat di lakukan klien
2)     Jelaskan kepada klien dan keluarga aktivitas yang dapat dan tidak dapat dilakukan hingga demam berangsur-angsur turun
3)     Bantu klien memenuhi kebutuhan dasar
4)     Dekatkan alat-alat lainnya pada sisi pasien
5)     Libatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar klien.
e.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan   : Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil   : -    Mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal
-       Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Intervensi
1)     Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertemia
2)     Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
3)     Beri minum yang cukup
4)     Beri kompres air biasa
5)     Lakukan seka
6)     Pakaikan baju yang tipis menyerap keringat
7)     Berikan obat antipireksia
8)     Berikan cairan parenteral (IV) yang adekuat