Pada bab ini akan dibahas mengenai
konsep teoritis yang terkait dengan asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien. Mulai dari Anatomi dan Fisiologi sistem pernapasan dan konsep dasar asma
bronkhial, serta konsep asuhan keperawatan teoritis pada asma bronkhial.
A. Anatomi Sistem Pernapasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida)
sebagai sisa oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan udara disebut ekspirasi.(Syaifuddin,2009,hlm 143)
Bagian-bagian sistem pernapasan dapat
dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1. Bagian-bagian Sistem Pernapasan
(Martini, 2000, hlm.799)
Menurut Syaifuddin (2009)
sistem pernafasan merupakan suatu gabungan dari keberadaan beberapa organ yaitu :
1
Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lobang dan mempunyai sekat hidung. Organ ini berfungsi sebagai saluran udara pernafasan, sebagai penyaring
udara, menghangatkan udara dan melembabkannya.
2
Faring
Organ ini dibagi
menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringo faring. Faring Merupakan
tempat persimpangan anatara jalan pernafasan dan jalan makanan.
3
Laring
(Pangkal Tenggorokan)
Laring merupakan bagian pertama dari
saluran pernapasan bagian bawah. Laring merupakan jalinan tulang rawan yang
dilengkapi dengan otot. Membran jaringan ikat dan ligamentum sebelah atas pintu
masuk laring membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis aritenoid dan
pita interaritenoid dari sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi
tulang dari pita suara asli kiri dan kanan, membatasi dari daerah epiglotis.
Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.
4
Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan terdapat sel-sel
bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama –sama
dengan udara pernafasan.
5
Bronkus
Merupakan
lanjutan dari trakea yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis ke 4 dan
5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel
yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampuk
paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkhus kiri,
terdiri dari 6 -8 cincin dan mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping dari yang kanan dan terdiri dari 9 – 12 cincin yang mempunyai
dua cabang. Bronkus dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap
partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan
melalui batuk atau ditelan.
6
Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat
tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya alveoli ± 700.000.000
buah paru-paru kiri dan kanan. Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang
terdiri dari 3 lobus yaitu:P lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus
inferior.
Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus
yaitu: pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai
10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada
inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus
inferior.
Paru-paru terletak
pada rongga dada yang menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di bungkus
oleh selaput yang bernama pleura. Pleura di bagi menjadi 2, yaitu pleura
visceral dan pleura parietal.
Bagian-bagian paru dapat
dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2. Bagian-bagian Paru
(Lindsay,
1996, hlm 241)
Pembuluh darah paru-paru berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya
sepertiga dari tebal ventrikel kiri. Paru-paru mempunyai kesanggupan dalam
menampung udara. Dalam keadaan tertentu kesanggupan tersebut akan berubah
misalnya akibat dari suatu penyakit misalnya pernafasan dan aktivitas seperti
olah raga.
B. Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernafasan
paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadai di
paru-paru. Oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam
kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigan dari darah, oksigen menembus
membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dari jantung di pompakan ke seluruh
tubuh.(Syaifuddin, 2006, hlm : 199)
Proses terjadinya
pernafasan terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi (Syaifuddin, 2006, hlm : 198)
1.
Inspirasi
Inspirasi terjadi bila muskulus
diaprghma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar.
Muskulus Interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat rangsangan kemudian mengkerut
dan tulang kosta menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum dan
vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan
tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara didalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
2.
Ekspirasi
Ekspirasi terjadi oleh
perubahan tekanan di dalam paru-paru. Pada saat diafragma dan M.intercostalis
eksterna relaksasi volume rongga thorak menjadi menurun. Penurunan volume
meningkatkan tekanan sehingga udara keluar meninggalkan paru-paru
Menurut Alimul
H.Azis (2006, hlm.7) faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan adalah :
1. Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapat terlihat
simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat
mengeluarkan neurotransmitter (untuk simpatis dan mengeluarkan noradrenalin
yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan
asetilkolin yang berpengaruh pada bronkokontriksi (karena pada saluran
pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik.
2. Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamine dapat melebarkan saluran
pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfasatropin dan ekstrakbeladona,
dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe
betha (khususnya betha 2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
non-selektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkokontriksi).
3. Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk,
makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat
rangsangan didaerah nasal ; batuk bila disaluran pernapasan bagian atas ;
bronkokontriksi pada asma bronchial ; dan rhinitis bila terdapat di saluran
pernapasan bagian bawah.
4. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenisasi,
karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan. Hal ini
dapat terlihat pada bayi usia premature, yaitu adanya kecenderungan kekurangan
perbentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ
juga berkembang, seiring bertambahnya usia.
5. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenisasi, seperti
faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi
keampuan adaptasi.
6. Perilaku
Faktor prilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenisasi adalah perilaku
dalam mengkonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat
mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi proses
peningkatan kebutuhan oksigenisasi, merokok dapat menyebabkan proses
penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain.
B. Konsep Dasar Penyakit Asma
Bronkhial
1. Pengertian
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri
brnkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan
penyakit komplek yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin,
infeksi, anatomik, dan psikologi (Abdul Mukhti, 2008, hlm.45).
Asma bronkhial merupakan keadaan imflamasi kronis
yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan secara reversibel (Davey Patrick,
2005, hlm.178).
Menurut Brunner & Suddart (2002, hlm.611) Asma
adalah penyakit obstruksi jalan napas intermitten, reversibel dimana trakea dan
bronki berespon dalam secara hiperaktif stimuli tertentu.
Asma juga diartikan
sebagai suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi
sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodik dan refersibel akibat
bronkospasme. (Sylvia,
2000, hlm.689).
2.
Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddart (2002, hlm.611) klasifikasi
asma terbagi menjadi 3 yaitu : asma alergik / ekstrinsik, asma idiopatik /
intrinsik, dan asma campuran.
a.
Asma alergik / ekstrinsik
Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen
(misalnya ; bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain).
Alergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraan penyebarannya melalui
udara (airbone), dan allergen yang muncul secara musiman (seasonal).
b. Asma idiopatik / non-alergik asma /
instrinsik
Merupakan jenis asma yang
tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik factor seperti
common cold, ISPA, aktivitas, emosi dan polusi lingkungan yang dapat
menimbulkan serangan asma.
c.
Asma campuran (mixed asmha)
Merupakan bentuk asma yang paling sering
dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik
(non-alergik).
3.
Etiologi
Menurut Davey Patrick, (2005, hlm.178)
faktor penyebab yang sering
menimbulkan asma yaitu :
a.
Genetik
Diturunkan dalam keluarga dan
berhubungan dengan atopi
b.
Faktor lingkungan
Stimulus bronchial spesifik seperti debu rumah, serbuk
sari, dan bulu kucing : 3 %, populasi sensitive terhadap aspirin
c.
Paparan pekerjaan
Paparan iritan atau sensitizer adalah penyebab penting
dari asma yang berhubungan dengan pekerjaan.
d.
Stimulus non spesifik
Infeksi firus, udara dingin, olahraga atau stress
emosional juga bisa memicu timbulnya mengi, aktifitas yang berlebihan, asap
rokok, palutan udara.
e.
Faktor
lingkungan lain, diantara faktor makanan ( tinggi, Na+, rendah Mg2+ ).
4.
Manifestasi klinis
Menurut
Brunner & Suddart (2002, hlm.611) Gejala
asma terdiri atas tiga : dispnea, batuk dan mengi . Adapun gambaran klinisnya adalah :
a.
Gambaran objektif terdiri dari sesak
napas parah, batuk, dispnea, pernapasan cuping hidung , dapat disertai batuk
dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan. Bernapas dengan menggunakan
otot-otot napas tambahan. cianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus fase
ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b. Gambaran
Subjektif
Pasien mengeluhkan sukar bernapas (sesak) dan anoreksia
c.
Gambaran psikososial pasien
cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap
situasi penyakitnya.
5.
Patofisiologi
Beberapa individu dengan asma
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang
dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
baradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi
lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru memperngaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane
mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi
paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf vagal melalui system saraf
parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi, ketika ujung saraf pada
jalan napas dirangsang oleh factor infeksi, latihan, merokok, dingin, emosi dan
polutan, jumlah asetikolin yang dilepas meningkat. Pelepasan asetikolin ini
secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis. Patofisiologi asma
bronkhial dapat dlihat pada skema 2.1
6.
Komplikasi
Menurut Sudoyo Aru W, dkk (2006, hlm.247) komplikasi dari asma
bronchial adalah : pneumotorak, atelektasis, status asmatikus, bronkhitis
kronis, fraktur iga, gagal napas dan kematian.
7.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa
dilakukan pada pasien dengan asma bronchial adalah ( Davey Patrick (2005,
hlm.179)
a.
Selama periode akut rontgen
dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.
b.
Pemeriksaan darah untuk
mengetahui adanya infeksi dan sebagainya.
c.
Pemeriksaan sputum dan darah
dapat menunjukkan eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
d. Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama
serangan akut.
e.
Pemeriksan
fungsi pulmonary menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume
residual fungsional (FRV) sekunder terhadap terjebaknya udara. FEV dan kapasitas vital kuat (FVC) sangat menurun.
f.
Pemeriksaan Elektro Kardiogram
(EKG) untuk mengetahui tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapat
terdapatnya Right bundle branch block (RBBB).
8.
Pencegahan
Asma tidak bisa disembuhkan namun bisa
dikendalikan sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas
akibat serangan asma.
Menurut Muhammad Ziaulhaq (2008)
pencegahan beberapa cara pencegahan asma yaitu :
a. Menjaga kesehatan
Menjaga
kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma.
Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit
tetapi juga berarti mudah untuk mendapat mendapat serangan penyakit asma
beserta komplikasinya.
b. Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan
dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya penyakit asma.
Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak
lembab, cukup ventilasi dan cahaya mata hari.
c. Menghindari faktor pencetus
Alergen yang
tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-cara
menghindari debu rumah harus dipahami. Infeksi virus saluran pernafasan sering
mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi
orang-orang yang terserang influenza. Hindari kelelahan yang berlebihan,
kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan
umum atau olahraga yang melelahkan. Zat-zat yang meransang saluran nafas
seperti asap rokok, asap mobil, atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya
harus dihindari.
d.
Menggunakan
obat-obat anti penyakit asma
Pada serangan penyakit asma yang ringan penderita
boleh memakai obat bronodilator. Pada serangan yang lebih berat, bila masih
mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasi dua atau
tiga macam obat. Pada penyakit asma kronis bila keadaanya sudah terkendali dapat
dicegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah
selain untuk mencegah terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar
penggunaan obat-obat bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan
bahkan kalau mungkin dihentikan.
9.
Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan pada
penyakit asma bronchial adalah : (Abdul mukhti, 2008)
a)
Diagnosis status asmatikus
(waktu terjadinya serangan dan obat-obatan yang telah diberikan.
b)
Pemberian Obat bronkodilator
c)
Pertimbangan terhadap pemberian
kortikosteroid
d)
Setelah serangan mereda, cari
faktor penyebab dan modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
Menurut Abdul mukti, 2008, obat-obat yang
digunakan pada penderita asma bronkial meliputi : beta agonis, bronkodilator,
kortikosteroid dan pemberian oksigen.
a)
Beta agonis
Merupakan jenis obat yang diberikan paling awal. Hal
tersebut dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasi otot polos.
Contoh obatnya seperti epinephrine, albuteril, metaproterenol, isoproterenol,
isoetharine.
b)
Bronkodilator
Pada kasus asma,
bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. , seperti ; aminophilin, ventolin, dan sebagainya.
c)
Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukan
perbaikan maka pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortisonsecara oral atau
dengan dosis 4-3 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang
2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti
pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral
dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d)
Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan
kecepata aliran oksigen 2-4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk
memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguiakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu, intek cairan per oral
dan infuse harus cukup dan sesuai dengan prinsip rehidrasi. Antibiotik
diberikan bila ada infeksi.
C. Asuhan Keperawatan Teoritis
Menurut Doengoes tahun 2000, asuhan keperawatan pada klien dengan
asma bronkhial terdiri atas pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi,
dan evaluasi adalah sebagai berikut:
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas / Istirahat
Tanda :
Keletihan.
Kegelisahan, insomnia.
Kelemahan
umum / kehilangan masa otot.
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan
untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
Dispnea pada
saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b.
Sirkulasi
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan
frekuensi jantung / takikardi berat,
distrimia, distensi vena leher, (penyakit berat).
Edema dependen, bunyi jantung redup.
Warna kulit / membrane mukosa :
normal atau abu-abu / sianosis, kuku tabu dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukan anemia.
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
c.
Integritas Ego
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka ransang
Gejala : Peningkatan faktor resiko, perubahan pola
hidup.
d.
Makanan / cairan
Tanda : Tugor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
Penurunan berat badan, penurunan masa otot / lemak
subkutan.
Gejala :
Mual / muntah.
Nafsu makan buruk ketidak
mampuan untuk makan karena distress pernafasan.
e.
Hygiene
Tanda : Kebersihan buruk bau
badan.
Gejala : Penurunan kemampuan /
peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f.
Pernafasan
Tanda : Pernafasan biasa cepat, dapat lambat, fase
ekspirasi memanjang, reaksi mengi
sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan pada inspirasi berlanjut
sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas.
g.
Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif
terhadap zat / factor lingkungan.
Adanya / berulangan infeksi,
kemerahan / berkeringat.
h.
Sirkulasi
Gejala :
Penurunan libido.
i.
Interaksi Sosial
Tanda : hubungan ketergantungan Ketidakmampuan
untuk membuat / mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
Gejala : Hubungan ketergantungan
Kurang system pendukung
Kegagalan dukungan dari /
terhadap pasangan / orang terdekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
j.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
Penggunaan / penyalahgunaan otot pernafasan
Kesulitan menghentikan merokok
Penggunaan alcohol secara teratur
Kegagalan untuk membaik
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
yang mungkin timbul pada asma bronchial adalah :
a.
Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energy / kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan gangguan suplai oksigen ( obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronkus, jebakan udara ), kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexsia, mual / muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dalam imunitas.
e.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi.
3. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan yang dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
Penyusunan rencana melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan terjalin suatu kerja sama dalam rangka proses pencapaian
tujuan keperawatan.
a.
Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi secret, penurunan
energy / kelemahan.
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas
paten denga bunyi bersih / jelas
Kriteria
hasil : Menunjukan prilaku
perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret.
Intervensi :
1)
Auskultasi bunyi nafas, catat adana bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronkhi.
2)
Kaji / pantau frekuensi
pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
3)
Pertahankan polusi minimum
misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan kondisi individu.
4)
Dorong / bantu latihan nafas
mulut atau bibir.
5)
Observasi karakteristik batuk
misal : menetap, batuk pendek, dan basah.
6)
Berikan obat sesuai indikasi
a)
Bronkodilator misal : adrenalin
dan profentil
b)
Xantin missal : aminopolin dan
tiofilin
7)
Berikan humidifikasi tambahan
misalnya : nebulizer ultranik.
b.
Kerusakan pertukaran gas
berhubungan dengan gangguan suplai oksigen ( obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronkus, jebakan udara ), kerusakan alveoli.
Tujuan : Menunjukan perbaikan
ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria
hasil : Berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam meningkatkan kemampuan
/ situasi.
Intervensi
:
1) Kaji frekuensi, kedalaman
kedalaman pernafasan dan kegunaan otot aksesoris.
2) Tinggikan kepala tempat tidur,
bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
3) Kaji / awasi secara rutin kulit
dan membrane mukosa
4) Dorong mengeluarkan sputum
5) Berikan oksigen tambahan sesui
indikasi
6) Berikan penekanan SSP missal :
sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexsia, mual / muntah.
Tujuan : Menunjukan peningkatan BB menuju rujukan
yang tepat.
Kriteria
hasil : Menunjukan prilaku /
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan berat yang
tepat.
Intervensi :
1) Kaji
kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
2)
Auskultasi bunyi nafas.
3) Berikan
perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
5) Timbang berat badan sesuai indikasi
6) Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim
untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
7) Berikan oksigen tambahan setelah makanan sesuai
indikasi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan imunitas
Tujuan :
Menyatakan pemahaman penyebab / factor resiko
indipidu
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi.
Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan ligkungan yang
aman.
Intervensi :
1) Observasi suhu tubuh klien
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif
dan masukan cairan adekuat.
3) Observasi warna, karakter dan bau sputum.
4) Tunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan
tissue dan sputum.
5) Dapatkan spesimen batuk atau pengisapan sputum
pewarnaan kuman gram negatif
6) Berikan
Antimicrobial sesuai indikasi
e.
Kurang pengetahun mengenai
kondisi, tidakan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi :
1)
Jelaskan proses penyakit
individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
2)
Intruksi rasional untuk latihan
nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
3) Diskusikan obat pernafasan, efek samping
dan reaksi yang diinginkan
4)
Diskusikan faktor individu yang
meningkatkan kondisi.
5) Tekankan pentingnya perawatan oral /
kebersihan gigi.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini
perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia
(komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada
pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem
tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim
medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang
sistemik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk
mengatasi pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
No comments:
Post a Comment