Friday, August 30, 2013

ASKEP LIMFOMA



               Pada bab ini penulis akan membahas tentang anatomi fisiologi, konsep dasar serta asuhan keperawatan secara teoritis pada klien dengan gangguan system limpatik.
A.    Anatomi fisologi system limpatik
1.      Anatomi system limpatik
            System limpatk adalah suatu system sirkulasi sekunder atau yang berfungsi mengalirkan limfe atau getah bening didalam tubuh.
            System limpatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limpatik, yaitu kelenjar limfe. System limpatik juga mencakup organ limpatik ( misalnya splen ) cairan dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh limfa disebut limfe ( getah bening ) umumnya limfe bersifat bening dan menyerupai air, serta memiliki komposisi yang sama seperti plasma darah.
a.       Plexus lymfaticus, yaitu anyaman penbuluh limfe yang sangat kecil dan dikenal dengan kapiler limpatik. Kapiler ini berawal diruang intraseluler jaringan tubuh terbanyak.
b.      Kelenjar limfe yang terdiri dari kelompok kecil jaringan limpatik dan dilalui oleh limfe sewaktu melintas ke system pembuluh balik.
c.       Kumpulan jaringan lymphoid dalam dinding saluran cerna ( misalnya tonsil ) dalam splen dan tymus.
d.      Limpoid yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limpoid ( misalnya dalam kelenjar limfe dan splen  dalam jaringan lympoid sumsum tulang).
Gambar 2.1 Sistem Limpatik

















( Sumber Standar Perawatan Pasien. 1999 )

2.      Fisiologi system limpatik
a.       Pembentukan cairan limfe
Konsentrasi protein didalam cairan interstisial rata-rata 2 gr/ 100 ml. konsetrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan berasal dari jaringan perifer dan mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya cairan limfe yang terbentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein 6 gr/100ml dan limfe yang terbentuk dalam usus mempunyai konsetrasi protein 3-5 gr/100ml karena lebih dari separuh limfe berasal dari hati dan usus maka cairan limfe duktus torasicus merupakan campuran dari semua daerah tubuh yang mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5 gr/100ml.
b.      Kecepatan total aliran limfe
Kira-kira 100 ml limfe mengalir melalui duktus torasicus per jam. Pada manusia yang sedang beristirahat, cairan limfe mengalir ke dalam sirkulasi yang lain sekitar  20 ml /jam. Total aliran limfe 120 ml/jam. Aliran limfe relatip kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan total diantara plasma dan cairan interstisial. Faktor yang menentukan keseimbangan pertukaran cairan pada membran kapiler darah membantu pergerakan cairan ke dalam intestinum untuk meningkatkan volume cairan interstisial dan cairan limfe selurunya pada saat yang bersamaan.
c.       Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfe
1)      Tekanan cairan interstisial. Peningkatan tekanan cairan  bebas interstisial diatas tingkat normal.    
2)      Pompa limfe. Katup-katup ada secara periodic dalam semua saluran limfe. Pembuluh limfe dapat ditekan oleh kontraksi dinding pembuluh limfe itu sendiri atau tekanan struktur sekitarnya. ( kontraksi otot, gerakan bagian-bagian tubuh, fulsasi arteri, penekanan jaringan objek diluar tubuh )
d.      Kekuatan pengerak cairan limfe
Kekuatan utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan interstisial atau ke arah yang berlawanan akan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tekanan kapiler, tekanan cairan interstisial, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan osmotik koloid cairan interstisial. 
3.      Fungsi Pembuluh Limfe
a.       Menyalurkan keluaran cairan jaringan, misalnya genangan plasma dari sel interstisial dan membawanya ke system pembuluh balik
b.      Menyerap dan mengangkut zat lemak, misalnya kapiler limfe menyalurkan lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui duktus toracicus ke dalam vena subclavia sinitra.
c.       Membentuk mekanisme pertahanan untuk tubuh misalnya suatu protein asing disalurkan dari daerah yang terinfeksi, sel yang secara imunologis kompeten membentuk zat anti spesifik terhadap protein tersebut atau limposit di kirim ke daearh terinfeksi itu.

Gamabar 2.2. The Structure of a Lymph Node








( Sumber Anatomy dan Physiology.2001 )
B.     Konsep dasar penyakit  lymphoma maligna
1.      Pengertian
            Lymphoma maligna adalah neoplasma system lymphatic. Pembengkakan getah bening diakibatkan semakin besarnya ukuran jaringan lympoid bersam-sama dengan perkembangbiakan  lymphocytes ( seperti dalam infeksi ) atau sel-sel leukemic dan sel-sel kanker. ( Brunnerr and Sudarth, 2001 hal : 188 ).
            Lymphoma maligna keganasan sel berasal dari sel limfoid, biasanya diklasifikasikan sesuai derajat diffrensiasi dan asal sel ganas yang dominan ( Charlere J. Reves 1999, hal : 957 )
            Lymphoma maligna adalah keganasan sel yang berkenaan dengan system getah bening ( Manica Ester, 1999 hal : 397 ).
            Lymphoma maligna adalah bentuk keganasan dari system limfatik yaitu sel-sel limforetikuler seperti sel B, Sel T dan histiosit.
            Pada penyakit lymphoma maligna penyebab pasti belum diketahui tetapi ada beberapa kemungkinan penyebabnya yaitu :
a.       Faktor keturunan
b.      Kelainan system kekebalan
c.       Infeksi virus atau bakteri ( HIV, virus human T-Cell leukemia / lymphoma ( HTLV ), Epstein Barr Virus ( EBV ), Heli Cobacter SP )
d.      Toksin lingkungan ( Herbisida, pengawet dan pewarna kimia )
3.      Patofisiologi
            Proliferasi abnormal tumur dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang, tumur dapat mulai dikelenjar getah bening ( nodal ) atau diluar kelenjar getah bening ( ekstra nodal ). Gejala pada limphoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakan ( pada leher, ketiak, dan pangkal paha ) pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Namun tidak semua benjolan yang terjadi disistem limpatik merupakan limphoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selam beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau dibawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
4.      Klasifikasi
Lymphoma maligna dapat dilasifikasikan menjadi dua :
a.       Lymphoma Hodgkin
b.      Lymphoma non hodgkin
5.      Tanda dan Gejala
            Tanda dan gejala pada lymphoma maligna ini secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakan. Pembesaran kelenjar tadi dapat di mulai dengan gejala :
a.       Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 °C
b.      Sering berkeringat malam
c.       Kehilangan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan
6.      Stadium lymphoma maligna
            Penyebaran lymphoma maligna dapat dikelompokan dalam empat ( 4 ) stadium :
a.       Stadium I     : Penyebaran lymphoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening
b.      Stadium II    : Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tati hanya pada satu sisi.
c.       Stadium III  : Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut
d.      Stadium IV  : Penyebaran lymphoma selain pada kelenjar getah bening dapat juga mengenai tulang, hati, paru-paru dan otak.
7.      Pemeriksaan Penunjang
            Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limpoblas dan biasanya ada leokositosis ( 60% ) kadang-kadang leucopenia ( 25 % ) jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah, demikian pula dengan kadar temoglobin dan trobosit. Secara fotologi anatomi, di dapatkan gambaran khas yang merupakan gambaran sel keganasan yaitu sel reed Steinberg.
8.      Penatalaksanaan
            Pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakitnya :
a.       Stadium I dan II dapat diterapi dengan menggunakan Radioterapi lapangan luas.
b.      Stadium III A, IIIB atau IV di rekomendasikan untuk mengunakan kemoterapi sistemik.
C.    Asuhan Keperawatan Teoritis
            Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan lymphoma maligna dapat dilakukan dengan cara pendekatan yang sistematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan. Pendekatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi klien baik yang bersifat bio, psiko, sosial kultural dan spiritual dimana baik secara teori dan konsep keperawatan secara terpadu dalam tahap yang terorganisir. Adapun tahapan yang dilakukan yaitu :
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas / Istirahat
Gejala     : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda     : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan kelelahan
b.      Sirkulasi
Gejala     :    Palpitasi, angina / nyeri dada.
Tanda     :    Takikardia, distrimia.
                    Sianosis wajah dan leher ( Obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfe adalah kejadian yang jarang ) ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obsruksi  nodus limfe, pucat ( aremia ) diaforensis, keringat malam.
c.       Integritas Ego
Gejala     :  Faktor stress, takut / ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
Tanda     :  Berbagi prilaku, missal marah, menarik diri , pasif.


d.      Eliminasi
Gejala     :  Perubahan karakteristik urin dan  peces. Riwayat obstruksi usus contohnya sindrom malabsorpsi
Tanda     : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran  pada hati ( hepatamegali ), nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada limpa ( splenomegali ), penurunan haluaran urin, urin gelap / pekat, anuria ( obstruksi uretra / gagal ginjal ) disfungsi usus dan kandung kemih.
e.       Makanan / Cairan
Gejala     : Anorexia / kehilangan nafsu makan, disfagia ( tekanan pada esophagus ). Adanya penurunan berat badan sampai dengan 10 % atau lebih selam 6 bulam.
Tanda     : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan. Ekstremitas : adema ekstreminitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena cava  inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal, asites.
f.       Neorosensori
Gejala     : Nyeri saraf ( Neoralgia ) menunjukan kompresi saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbal, dan pleksus sakral, kelemahan otot dan parestesia.
Tanda     : Status mental : letargi, menarik diri, paraplegia ( kompresi batang spinal, dari tubuh vertebra,  keterlibatan diskus pada kompresi / regenerasi atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal ).
g.      Nyeri Kenyamanan
Gejala     : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang terkena, misalnya nyeri dada, nyeri punggung, nyeri tulang umum, nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda     : Fokus pada diri sendiri ; prilaku berhati-hati.
h.      Pernapasan
Gejala     : Dipsnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada.
Tanda     : Dispnea : takikardia, batuk kering non produktif, tanda distress pernapasan, contoh peningkatan prekwensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot Bantu, stridor sianosis, parau / paralysis laryngeal. ( tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laryngeal ).
i.        Keamanan
Gejala     : Riwayat adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus / perforasi pendarahan gaster, periode demam : keringat malam tanpa menggigil.
Tanda     : Demam menetap dengan suhu 38 °C tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, membengkak atau membesar, nodus dapat terasa keras dan kenyal, pruritas umum.

j.        Seksualitas
Gejala     : Masalah tentang fertilitas / kehamilan ( sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi ) dan penurunan libido.
k.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala     : Faktor resiko keluarga, pekerjaan terpajang pada herbisida ( pekerjaan kayu / kimia ).
2.      Diagnosa Keperawatan
            Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individual atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas data mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. ( Nursalam, 2001 : 35 )
            Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, perencanaan keperawatan pada pasien dengan lymphoma maligna. ( Doengoes, 2000, hal : 605 ).
a.       Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial : pembesaran nodus mediastinal.
Tujuan          : Mempertahankan pola pernapasan normal / efektif, bebas dipsnea, sianosis, atau tanda lain distress pernapasan.
Intervensi     :
1)      Kaji prekuensi pernapasan, kedalaman, irama, perhatikan penggunaan otot Bantu, pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.
2)      Tempatkan / berikan posisi yang nyaman ( semi fowler )
3)      Berikan posisi dan Bantu ubah posisi secara periodik.
4)      Evaluasi / awasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis.
5)      Kaji respons pernapasan terhadap aktivitas, perhatikan keluhan dispnea, jadwalkan periode istirahat antara aktivitas.
6)      Berikan lingkungan yang tenang
7)      Berikan oksigen tambahan.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan          : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi     :
1)      Beri makanan porsi kecil tapi sering
2)      Timbang berat badan sesuai indikasi.
3)      Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
4)      Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan.
c.       Nyeri berhubungan dengan intrupsi sel sarap.
Tujuan          : Nyeri berkurang.
Intervensi     :
1)      Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri
2)      Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 6 jam
3)      Terapkan tehnik relaksasi dan distraksi ( napas dalam )
4)      Beri dan biarkan klien memilih posisi yang nyaman
5)      Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, dan kelelahan.
Tujuan          : Aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi     :
1)      Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas
2)      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
3)      Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
4)      Beri aktivitas sesuai kemampuan pasien
e.       Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan penatalaksanaan.
Tujuan          : Ansietas klien berkurang / hilang
Intervensi     :
1)      Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
2)      Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien
3)      Diskusikan ketegangan dan harapan pasien


3.      Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan dengan tujuan dari tindakan keperawatan
4.      Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien.
Evaluasi juga merupakan hasil akhir dari suatu tindakan, sedangkan hasil yang diharapkan ialah sesuai dengan perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan yang mengambarkan tujuan tercapai atau tidak.

No comments:

Post a Comment