Pada bab
ini penulis akan membahas tentang anatomi fisiologi, konsep dasar serta asuhan
keperawatan secara teoritis pada klien dengan gangguan system limpatik.
A. Anatomi fisologi system
limpatik
1.
Anatomi system limpatik
System
limpatk adalah suatu system sirkulasi sekunder atau yang berfungsi mengalirkan
limfe atau getah bening didalam tubuh.
System limpatik terdiri
dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil
jaringan limpatik, yaitu kelenjar limfe. System limpatik juga mencakup organ
limpatik ( misalnya splen ) cairan dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh
limfa disebut limfe ( getah bening ) umumnya limfe bersifat bening dan
menyerupai air, serta memiliki komposisi yang sama seperti plasma darah.
a.
Plexus
lymfaticus, yaitu anyaman penbuluh limfe yang sangat kecil dan dikenal dengan
kapiler limpatik. Kapiler ini berawal diruang
intraseluler jaringan tubuh terbanyak.
b.
Kelenjar limfe yang terdiri
dari kelompok kecil jaringan limpatik dan dilalui oleh limfe sewaktu melintas
ke system pembuluh balik.
c. Kumpulan jaringan lymphoid dalam dinding
saluran cerna ( misalnya tonsil ) dalam splen dan tymus.
d. Limpoid yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limpoid ( misalnya dalam
kelenjar limfe dan splen dalam jaringan
lympoid sumsum tulang).
Gambar 2.1 Sistem Limpatik
( Sumber Standar Perawatan Pasien. 1999 )
2.
Fisiologi system limpatik
a.
Pembentukan cairan limfe
Konsentrasi
protein didalam cairan interstisial rata-rata 2 gr/ 100 ml. konsetrasi protein
cairan limfe yang mengalir kebanyakan berasal dari jaringan perifer dan
mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya cairan limfe yang terbentuk
dalam hati mempunyai konsentrasi protein 6 gr/100ml dan limfe yang terbentuk
dalam usus mempunyai konsetrasi protein 3-5 gr/100ml karena lebih dari separuh
limfe berasal dari hati dan usus maka cairan limfe duktus torasicus merupakan
campuran dari semua daerah tubuh yang mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5
gr/100ml.
b.
Kecepatan total aliran limfe
Kira-kira
100 ml limfe mengalir melalui duktus torasicus per jam. Pada manusia yang
sedang beristirahat, cairan limfe mengalir ke dalam sirkulasi yang lain sekitar
20 ml /jam. Total aliran limfe 120
ml/jam. Aliran limfe relatip kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan
total diantara plasma dan cairan interstisial. Faktor yang menentukan
keseimbangan pertukaran cairan pada membran kapiler darah membantu pergerakan
cairan ke dalam intestinum untuk meningkatkan volume cairan interstisial dan
cairan limfe selurunya pada saat yang bersamaan.
c. Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfe
1) Tekanan cairan interstisial. Peningkatan
tekanan cairan bebas interstisial diatas
tingkat normal.
2) Pompa limfe. Katup-katup ada secara
periodic dalam semua saluran limfe. Pembuluh limfe dapat ditekan oleh kontraksi
dinding pembuluh limfe itu sendiri atau tekanan struktur sekitarnya. (
kontraksi otot, gerakan bagian-bagian tubuh, fulsasi arteri, penekanan jaringan
objek diluar tubuh )
d.
Kekuatan pengerak cairan limfe
Kekuatan
utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak keluar dari darah dan masuk
ke dalam cairan interstisial atau ke arah yang berlawanan akan ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu tekanan kapiler, tekanan cairan interstisial, tekanan osmotik
koloid plasma dan tekanan osmotik koloid cairan interstisial.
3.
Fungsi Pembuluh Limfe
a. Menyalurkan keluaran cairan jaringan,
misalnya genangan plasma dari sel interstisial dan membawanya ke system
pembuluh balik
b. Menyerap dan mengangkut zat lemak,
misalnya kapiler limfe menyalurkan lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui
duktus toracicus ke dalam vena subclavia sinitra.
c. Membentuk mekanisme pertahanan untuk tubuh
misalnya suatu protein asing disalurkan dari daerah yang terinfeksi, sel yang
secara imunologis kompeten membentuk zat anti spesifik terhadap protein
tersebut atau limposit di kirim ke daearh terinfeksi itu.
Gamabar 2.2. The Structure of a Lymph
Node
( Sumber Anatomy dan Physiology.2001
)
B.
Konsep dasar penyakit lymphoma maligna
1.
Pengertian
Lymphoma
maligna adalah neoplasma system lymphatic. Pembengkakan getah bening
diakibatkan semakin besarnya ukuran jaringan lympoid bersam-sama dengan
perkembangbiakan lymphocytes ( seperti
dalam infeksi ) atau sel-sel leukemic dan sel-sel kanker. ( Brunnerr and Sudarth, 2001 hal : 188 ).
Lymphoma maligna keganasan sel
berasal dari sel limfoid, biasanya diklasifikasikan sesuai derajat diffrensiasi
dan asal sel ganas yang dominan ( Charlere J. Reves 1999, hal : 957 )
Lymphoma maligna adalah keganasan
sel yang berkenaan dengan system getah bening ( Manica Ester, 1999 hal : 397 ).
Lymphoma maligna adalah bentuk
keganasan dari system limfatik yaitu sel-sel limforetikuler seperti sel B, Sel
T dan histiosit.
Pada
penyakit lymphoma maligna penyebab pasti belum diketahui tetapi ada beberapa
kemungkinan penyebabnya yaitu :
a.
Faktor keturunan
b.
Kelainan system kekebalan
c.
Infeksi virus atau bakteri (
HIV, virus human T-Cell leukemia / lymphoma ( HTLV ), Epstein Barr Virus ( EBV
), Heli Cobacter SP )
d. Toksin lingkungan ( Herbisida, pengawet
dan pewarna kimia )
3.
Patofisiologi
Proliferasi abnormal tumur dapat
memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang, tumur
dapat mulai dikelenjar getah bening ( nodal ) atau diluar kelenjar getah bening
( ekstra nodal ). Gejala pada limphoma secara fisik dapat timbul benjolan yang
kenyal, mudah digerakan ( pada leher, ketiak, dan pangkal paha ) pembesaran
kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam,
keringat malam. Namun tidak semua benjolan yang terjadi disistem limpatik
merupakan limphoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa
dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.beberapa penderita
mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selam beberapa hari
yang diselingi dengan suhu normal atau dibawah normal selama beberapa hari atau
beberapa minggu.
4.
Klasifikasi
Lymphoma
maligna dapat dilasifikasikan menjadi dua :
a.
Lymphoma Hodgkin
b.
Lymphoma non hodgkin
5.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada lymphoma maligna ini
secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakan. Pembesaran kelenjar tadi dapat di mulai dengan gejala :
a. Demam berkepanjangan dengan suhu lebih
dari 38 °C
b.
Sering berkeringat malam
c. Kehilangan berat badan lebih dari 10 %
dalam 6 bulan
6.
Stadium lymphoma maligna
Penyebaran lymphoma maligna dapat
dikelompokan dalam empat ( 4 ) stadium :
a. Stadium I :
Penyebaran lymphoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah
bening
b. Stadium II :
Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
tati hanya pada satu sisi.
c. Stadium III : Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut
d. Stadium IV :
Penyebaran lymphoma selain pada kelenjar getah bening dapat juga mengenai
tulang, hati, paru-paru dan otak.
7.
Pemeriksaan Penunjang
Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limpoblas dan biasanya ada
leokositosis ( 60% ) kadang-kadang leucopenia ( 25 % ) jumlah leukosit
neutrofil sering kali rendah, demikian pula dengan kadar temoglobin dan trobosit.
Secara fotologi anatomi, di
dapatkan gambaran khas yang merupakan gambaran sel keganasan yaitu sel reed Steinberg.
8.
Penatalaksanaan
Pengobatan sangat tergantung pada stadium
penyakitnya :
a. Stadium I dan II dapat diterapi dengan
menggunakan Radioterapi lapangan luas.
b. Stadium III A, IIIB atau IV di
rekomendasikan untuk mengunakan kemoterapi sistemik.
C. Asuhan Keperawatan
Teoritis
Pelaksanaan
asuhan keperawatan pada klien dengan lymphoma maligna dapat dilakukan dengan
cara pendekatan yang sistematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan.
Pendekatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang
dihadapi klien baik yang bersifat bio, psiko, sosial kultural dan spiritual
dimana baik secara teori dan konsep keperawatan secara terpadu dalam tahap yang
terorganisir. Adapun tahapan yang dilakukan yaitu :
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas / Istirahat
Gejala :
Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan
toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan kelelahan
b.
Sirkulasi
Gejala : Palpitasi, angina / nyeri dada.
Tanda : Takikardia, distrimia.
Sianosis
wajah dan leher ( Obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfe adalah
kejadian yang jarang ) ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan
kerusakan hati dan obsruksi nodus limfe,
pucat ( aremia ) diaforensis, keringat malam.
c.
Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, takut / ansietas sehubungan
dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
Tanda : Berbagi prilaku, missal marah, menarik diri ,
pasif.
d.
Eliminasi
Gejala : Perubahan karakteristik urin dan peces. Riwayat obstruksi usus contohnya
sindrom malabsorpsi
Tanda : Nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan pembesaran pada
hati ( hepatamegali ), nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada
limpa ( splenomegali ), penurunan haluaran urin, urin gelap / pekat, anuria (
obstruksi uretra / gagal ginjal ) disfungsi usus dan kandung kemih.
e.
Makanan / Cairan
Gejala : Anorexia
/ kehilangan nafsu makan, disfagia ( tekanan pada esophagus ). Adanya penurunan
berat badan sampai dengan 10 % atau lebih selam 6 bulam.
Tanda : Pembengkakan
pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan. Ekstremitas : adema ekstreminitas
bawah sehubungan dengan obstruksi vena cava
inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal, asites.
f.
Neorosensori
Gejala : Nyeri saraf (
Neoralgia ) menunjukan kompresi saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial,
lumbal, dan pleksus sakral, kelemahan otot dan parestesia.
Tanda :
Status mental : letargi, menarik diri, paraplegia ( kompresi batang spinal,
dari tubuh vertebra, keterlibatan diskus
pada kompresi / regenerasi atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal ).
g.
Nyeri Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan /
nyeri pada nodus limfa yang terkena, misalnya nyeri dada, nyeri punggung, nyeri
tulang umum, nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda :
Fokus pada diri sendiri ; prilaku berhati-hati.
h.
Pernapasan
Gejala :
Dipsnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada.
Tanda :
Dispnea : takikardia, batuk kering non produktif, tanda distress pernapasan,
contoh peningkatan prekwensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot Bantu,
stridor sianosis, parau / paralysis laryngeal. (
tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laryngeal ).
i.
Keamanan
Gejala :
Riwayat adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus / perforasi
pendarahan gaster, periode demam : keringat malam tanpa menggigil.
Tanda : Demam
menetap dengan suhu 38 °C tanpa
gejala infeksi, nodus limfe simetris, membengkak atau membesar, nodus dapat
terasa keras dan kenyal, pruritas umum.
j.
Seksualitas
Gejala :
Masalah tentang fertilitas / kehamilan ( sementara penyakit tidak mempengaruhi,
tetapi pengobatan mempengaruhi ) dan penurunan libido.
k.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala :
Faktor resiko keluarga, pekerjaan terpajang pada herbisida ( pekerjaan kayu /
kimia ).
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari
individual atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas data
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. ( Nursalam, 2001 : 35 )
Berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori, perencanaan keperawatan pada pasien dengan
lymphoma maligna. ( Doengoes, 2000, hal : 605 ).
a. Tidak efektifnya bersihan jalan napas
berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial : pembesaran nodus mediastinal.
Tujuan :
Mempertahankan pola pernapasan normal / efektif, bebas dipsnea, sianosis, atau
tanda lain distress pernapasan.
Intervensi :
1) Kaji prekuensi pernapasan, kedalaman,
irama, perhatikan penggunaan otot Bantu, pernapasan cuping hidung, gangguan
pengembangan dada.
2) Tempatkan / berikan posisi yang nyaman (
semi fowler )
3) Berikan posisi dan Bantu ubah posisi
secara periodik.
4)
Evaluasi / awasi warna kulit,
perhatikan pucat, terjadinya sianosis.
5) Kaji respons pernapasan terhadap
aktivitas, perhatikan keluhan dispnea, jadwalkan periode istirahat antara
aktivitas.
6)
Berikan lingkungan yang tenang
7)
Berikan oksigen tambahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
1) Beri makanan porsi kecil tapi sering
2) Timbang berat badan sesuai indikasi.
3) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
bervariasi
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat
makan.
c. Nyeri berhubungan dengan intrupsi sel
sarap.
Tujuan : Nyeri berkurang.
Intervensi :
1)
Tentukan karakteristik dan
lokasi nyeri
2) Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan
tiap 6 jam
3) Terapkan tehnik relaksasi dan distraksi (
napas dalam )
4) Beri dan biarkan klien memilih posisi yang
nyaman
5)
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, dan kelelahan.
Tujuan :
Aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas,
peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah
aktivitas
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
3)
Libatkan keluarga dalam perawatan
pasien
4)
Beri aktivitas sesuai kemampuan
pasien
e. Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan penatalaksanaan.
Tujuan :
Ansietas klien berkurang / hilang
Intervensi :
1) Kaji dan pantau tanda ansietas yang
terjadi
2) Jelaskan prosedur tindakan secara
sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien
3)
Diskusikan ketegangan dan
harapan pasien
3.
Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari
rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan dengan tujuan dari tindakan
keperawatan
4.
Evaluasi
Evaluasi
adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan klien.
Evaluasi juga
merupakan hasil akhir dari suatu tindakan, sedangkan hasil yang diharapkan
ialah sesuai dengan perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan yang
mengambarkan tujuan tercapai atau tidak.
No comments:
Post a Comment