Monday, August 27, 2012

askep mioma uteri

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Landasan teoritis merupakan dasar pengetahuan yang harus dimiliki perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, untuk itu penulis menguraikan suatu konsep teoritis tentang konsep anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita,  konsep dasar mioma uteri dan konsep asuhan keperawatan terkait.

A.  ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA

1.    Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Secara anatomi nilai reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu : bagian yang terlihat dari luar (genitalia eksterna, lihat gambar 2.1), dan bagian yang berada di dalam panggul (genitalia interna, lihat gambar 2.2). Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut kemaluan (labiya mayora, labiya minora dan clitoris) dan liang sanggama / vagina. Genetika interna terdiri dari uterus, tuba falopi, dan ovarium (Helen farer. 2001).

a.    Genetalia Eksterna
1)   Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.

2)   Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
3)   Labiya Mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior).
4)   Labiya Minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
5)   Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
6)   Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
7)   Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae myrtiformis adalah sisa-sisa selaput dara yang robek yang tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
8)   Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina terbentuk dari duktus mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus vaginal.








Gambar 2.1 : Anatomi Sistem Reproduksi Wanita Eksterna (Verralls S, 1996)
 
 












9)   Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median muskulus levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

b.   Genetalia Interna
1)   Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri dan kanan (lihat pada gambar 2.2). Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovari proprium, ligamentum infundibulo-pelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon - hormon steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae (lihat pada gambar 2.2). Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovari proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis.









Gambar 2.2 :  Organ Reproduksi Internal Wanita.  (Husnitawati T, 2004).
 
 









2)   Tuba Falopi
Tuba falopi adalah saluran telur yang ujungnya berdekatan dengan indung telur (ovarium)  kiri dan kanan. Saluran ini berpangkal dari atas kanan dan kiri rahim (lihat pada gambar 2.2). Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri dan kanan berukuran panjang 8 - 14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium menuju cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan  serosa, muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum dengan fimbria untuk menangkap sel telur, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding yang berbeda - beda pada setiap bagiannya.


3)  Uterus
Uterus (rahim) merupakan suatu organ muskular yang berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa). Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm dengan berat kurang lebih 50 gram. Pada rahim wanita dewasa yang belum pernah melahirkan, panjang uterus antara 5-8 cm dengan berat kira-kira 30-60 gram. Selama kehamilan uterus berfungsi sebagai tempat implatansi plasenta, retensi dan nutrisi konseptus.

Menurut Syaifuddin (2006), dinding uterus terdiri dari (lihat gambar 2.2) :
a)    Endometrium
Lapisan ini terdiri dari epitel, kelenjar, dan pembuluh darah, yang merupakan lapisan dalam uterus dan mempunyai arti penting dalam siklus haid / menstruasi. Seorang wanita pada masa reproduksi (kehamilan), endometrium akan menebal dan pembuluh darah bertambah banyak. Hal ini diperlukan untuk memberikan makanan dan lindungi janin yang dikandung didalam uterus.  
b)   Miometrium
Miometrium merupakan lapisan otot polos yang tersusun sedemikian rupa sehingga bisa berkontraksi dan membuka serviks untuk mengeluarkan janin.

c)    Peritonium
Lapisan ini merupakan lapisan serosa yang terdiri dari ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu :
(1) Ligamentum latum uteri
(2) Ligamentum rotundum uteri
(3) Ligamentum cardinale
(4) Ligamentum sacrouterina propium
(5) Ligamentum infundibulopelvicum
(6) Ligamentum cardinale

Bagian atas (fundus uteri) berada di atas kandung kemih (vesica urinaria), yang bagian ujung kiri dan kanannya berhubungan langsung dengan tuba falopi, dengan dibatasi oleh sfingter uterotuba (isthmus). Sedangkan bagian terbawah uterus (serviks uteri) berhubungan dengan vagina yang terdiri dari pars vaginalis yang berbatasan dengan dinding dalam vagina, dan pars supravaginalis.

Uterus terdiri dari tiga komponen utama yaitu ; otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan lendir yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi oleh siklus haid. Bagian luar serviks uteri (di dalam rongga vagina) yaitu portio cervicis uteri, dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum. Pada wanita yang belum melahirkan lubang ostium externum berbentuk bulat kecil, setelah melahirkan lubang ini akan berbentuk seperti garis melintang.

Sedangkan untuk keperluan nutrisi, oksigen dan sebagainya, uterus divaskularisasi oleh dua arteri yaitu :
a)    Arteri uterina cabang arteri hypogastrica / illiaca interna 
b)   Arteri ovarica cabang aorta abdominalis.

2.    FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA
Berdasarkan fungsinya, alat reproduksi wanita mempunyai 3 fungsi, yaitu ; fungsi seksual sebagai salah satu kebutuhan fisiologis / biologis yang memungkinkan pria dan wanita untuk melakukan aktivitas intim / seksual, fungsi hormonal sebagai pengatur fisiologi organ reproduksi, dan fungsi reproduksi itu sendiri yang ditujukan untuk menghasilkan keturunan (Verralls S ; 1996).

a.    Fungsi seksual
Alat yang berperan adalah vulva dan vagina. Kelenjar pada vulva yang dapat mengeluarkan cairan, berguna sebagai pelumas pada saat sanggama. Selain itu vulva dan vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir.



b.   Fungsi hormonal
Yang disebut fungsi hormonal ialah peran indung telur dan rahim didalam mempertahankan ciri kewanitaan dan pengaturan haid. Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi sepanjang kehidupan seorang wanita.

Poros Hormonal Reproduksi :
1)   Badan pineal
Suatu kelenjar kecil, panjang sekitar 6-8 mm, merupakan suatu penonjolan dari bagian posterior ventrikel III di garis tengah. Terletak di tengah antara 2 hemisfer otak, di depan serebelum pada daerah posterodorsal diensefalon. Memiliki hubungan dengan hipotalamus melalui suatu batang penghubung yang pendek berisi serabut-serabut saraf. Memproduksi hormon melatonin yang mengatur sirkuit fotoneuro endokrin reproduksi. Hormon melatonin juga menghambat produksi GnRH dari hipotalamus, sehingga juga menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis dan memicu aktivasi pertumbuhan dan sekresi hormon dari gonad. Diduga mekanisme ini yang menentukan pemicu / onset mulainya fase pubertas.
2)   Hipothalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah thalamus. Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke hipofisis sebagai hipofisis posterior (neurohipofisis). Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing Hormone), GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone), PRF (Prolactin Releasing Factor). Menghasilkan juga hormon-hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).
3)   Hipofisis / Pituitari
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-hormon gonadotropin yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu perangsang pertumbuhan dan pematangan folikel (FSH – Follicle Stimulating Hormone) dan hormon lutein (LH – luteinizing hormone). Selain hormon-hormon gonadotropin, hipofisis menghasilkan juga hormon-hormon metabolisme, pertumbuhan, dan lain-lain.
4)   Ovarium
Berfungsi sebagai Gametogenesis dalam pematangan dan pengeluaran sel telur (ovum). Selain itu juga berfungsi sebagai Steroidogenesis yang menghasilkan estrogen (dari interna folikel) dan progesteron (dari korpus luteum), atas kendali dari hormon-hormon gonadotropin.
5)   Endometrium
Lapisan dalam dinding kavum uteri, berfungsi sebagai bakal tempat implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan / implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa darah / jaringan haid. Jika ada pembuahan / implantasi, endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi. Fisiologi endometrium juga dipengaruhi oleh siklus hormon-hormon ovarium.
c.    Fungsi Reproduksi
Fungsi sistem reproduksi yang paling utama adalah proses pembuatan keturunan. Tugas reproduksi dilakukan oleh indung telur, saluran telur dan rahim. Sel telur yang setiap bulannya dikeluarkan dari kantung telur pada saat masa subur akan masuk kedalam saluran telur untuk kemudian bertemu dan menyatu dengan sel benih pria ( spermatozoa ) dan membentuk organisme baru yang disebut Zygote. Selanjutrrya zygote akan terus berjalan sepanjang saluran telur dan masuk kedalam rahim. Biasanya pada bagian atas rahim zygote akan menanamkan diri dan berkembang menjadi embrio. Embrio selanjutnya tumbuh dan berkembang sebagai janin yang kemudian akan lahir. Masa subur pada siklus haid 28 hari, terjadi sekitar hari ke empat belas yang dihitung dari hari pertama haid. Umur sel telur sejak dikeluarkan dari indung telur hanya berumur 24 jam, sedangkan sel benih pria berumur kurang lebih 3 hari.



B.     KONSEP DASAR PENYAKIT
1.   Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya (Buttram et-al, 1999).
Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering dijumpai, ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Robbins, 1997).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid.  (Hanifa. dkk, 2008).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mioma uteri adalah salah satu gangguan sistem reproduksi berupa neoplasma / tumor jinak pada otot uterus (myometrium).

2.   Klasifikasi
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi empat jenis antara lain (Thomas EJ, 1992) :
a.  Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus (lihat gambar 2.3). Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
b.  Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium (lihat gambar 2.3). Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.


c.    Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d.   Mioma Intraligamenter / Pedunculated
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid (lihat gambar 2.3). Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
e.    Mioma Intracavitary
Mioma Intracavitary tumbuh dalam ruang uterus (lihat gambar 2.3). Pertumbuhan sel tumor didalam ruang uterus menyebabkan penekanan terhadap ruang uterus hingga menonjol dan mengakibatkan komplikasi akibat penekanan area / organ lain seperti kandung kemih, ureter dan sebagainya. Mioma jenis ini juga menyebabkan terputusnya jalur pertemuan antara ovum dan sperma sehingga terjadi infertilitas (kemandulan).









Gambar 2.3 : Klasifikasi Mioma Uteri berdasarkan lokasi pertumbuhan. (Thomas EJ.  1992)
.
 
 










3.    Etiologi
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri hingga saat ini belum diketahui. Namun hampir semua teori yang terkait menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt (Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal, berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih (ButtramVC, et-al, 1999).

4.    Manifestasi Klinis
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu (Crow J. 1992) :
a.    Hipermenore dan menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri.
b.   Nyeri perut bagian bawah menjalar ke pinggang akibat penekanan sel syaraf setempat
c.    Disuria akibat penekanan pada ureter atau vesika urinaria.
d.   Obstipasi akibat penekanan pada usus atau jalur eliminasi feces.
e.    Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi dan atau ruang rahim.
f.    Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal.










5.    Patofisiologi
Menurut MS. Joedosaputro (1994), mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan.

Skema 2.1 : Phatway Mioma Uteri (Sumber : Baziad.A, 2003)
 

6.    Diagnosis
a.    Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.

b.   Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perda-rahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggi-an tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin.

c.    Pemeriksaan Penunjang
1)   Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetap-kan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik (lihat gambar 2.4).








Gambar  2.4 : Contoh Hasil Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) pada Mioma Intramural (Andreas.Dr.2009).
 
 









2)   Histeroskopy
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan kamera aplikatif yang memudahkan untuk mengetahui kondisi mioma / uterus secara visual dengan jelas (lihat gambar 2.5).








Gambar 2.5 :  Hysteroscopy  (http://www.medicastore.com// 2011).
 
 







3)   CT Scan dan MRI
Pemeriksaan ini Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

7. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Pilihan / metode penanganan pada mioma uteri menurut Baziad A (2003) yaitu :
a.    Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b.    Terapi Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).

c.    Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah  polivinyl alkohol
d.   Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.





C.  KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
Menurut Marilynn E. Doenges (2000), pengkajian pada klien dengan mioma uteri dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis seperti dibawah ini :
a.    Pola pemeliharaan kesehatan:
Mengkonsumsi makanan yang mengandung pengawet.
b.   Pola nutrisi dan metabolik:
Mual, muntah, suhu tubuh meningkat terutama daerah abdomen.
c.    Pola eliminasi:
-          Retensi urine
-          Konstipasi
d.   Pola aktivitas dan latihan
Pusing, lemah
e.    Pola persepsi sensorik dan kognitif
Adanya nyeri pada daerah abdomen.
f.    Pola persepsi diri dan konsep diri
Gangguan body image
g.   Pola mekanisme copping dan toleransi terhadap stress
Cemas, ada reaksi penolakan terhadap prognosis
h.   Pola reproduksi – seksual
-          Kebiasaan berganti pasangan
-          Menorrhagi
-          Metrorragi
2. Diagnosa Keperawatan dan Implementasi (Linda.J, 2000).
a. Pre operasi
1)      Nyeri berhubungan dengan proses infeksi tumor
Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan :
a)   Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
b)   Ajarkan tehnik  relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
c)   Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri

2)      Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan :
a)   Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
b)   Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
c)   Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
3)      Perubahan pola eliminasi: retensi urine berhubungan dengan penekanan dari myoma uteri
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara adequat sesuai kebutuhan individu
Rencana Tindakan :
a)   Observasi  dam catat jumlah / frekuensi berkemih
R/ menentukan apakah kandung kemih dikosongkan
b)   Lakukan palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih
R/ dapat menandakan adanya retensi urine
c)   Berikan stimulus terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat dan dingin secara bergantian pada daerah supra pubika
R/ meningkatkan proses perkemihan dan merelaksasikan spinkter urine
d)  Lakukan katerisasi  terhadap residu urine setelah berkemih sesuai kebutuhan
R/ mengurangi pembengkakan pada kandung kemih

b.      Post Operasi
1)   Perubahan retensi urine berhubungan dengan manipulasi tindakan pembedahan
Tujuan : pasien dapat berkemih secara teratur dan tuntas
Rencana Tindakan :
a)   Ukur dan catat intake output
R/ menentukan keseinbangan cairan

b)   Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine
R/ dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dan jumlah sedikit/ kurang
c)   Palpasi kandung kemih, kaji keluhan ketidak nyamanan, penuh, ketidak mampuan berkemih
R/ kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan
d)  Berikan tindakan berkemih rutin contoh: prifasi, posisi norma/aliran air pada bascom, penyiraman air hangat pada perinium
R/ meningkatkan relaksasai otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
e)   Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada)
R/ meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
f)    Kolaborasi pemasangan kateter bila diindikasikan pasien tidak mampu berkemih atau tidak nyaman
R/ edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebankan atoni kandung kemih/ retensi kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
2)      Gangguan body image : harga diri rendah berhubungan dengan perubahan feminitas, ketidak mampuan mempunyai anak
Tujuan : Pasien mengatakan dapat menerima diri pada situasi dan beradaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh
Rencana tindakan :
a)   Berikan kesempatan pada pasienuntuk mengungkapkan perasaannya
b)   Kaji stress emosi pasien, identifikasi kehilangan pada pasien/ orang terdekat. Dorong pasien untuk  mengekspresikan 
c)   Berikan informasi akurat, kuatkani nformasi uang diberikan sebelumnya
R/ memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan mengasimilasikan informasi
d)  Berikan lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas
R/ meningkatkan saling berbagai keyakinan / nilai tentan subjek sensitif
e)   Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penolakan
R/ mengidentifikadi tahap kehilangan/ menentukan intervensi
f)    Kolaborasi dengan konseling profesional sesuai kebutuhan
R/ memerlukan bantuan tambahan untuk mengtasi perasaan kehilangan

3)   Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan pola respon seksualitas (tidak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme)
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman perubahan anatomi fungsi seksual Mengidentifikasi kepuasan seksual yang diterima dan beberapa alternatif                                                      cara mengekspresikan seks.
Rencana tindakan :
a)      Mendengarkan peryataan pasien/ oraang terdekat
R/ masalah sex sering tersembunyi sebagai pernyataan humor atau ungkapan yang gamblang
b)      Kaji infomasi pasien orang terdekat tentang anatomi/fungsi sex dan pengaruh prosedur pembedahan.
R/ Kesalahan  informasi / konsep yang mempengaruhi pengambilan keputusan.
c)      Identifikasikan faktor budaya/nilai dan adanya konplik
R/ Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan sex.
d)     Bantu pasien untuk menyadari/menerima perubahan pada dirinya
R/ Meningkatkan koping dan memudahkan pemecahan masalah.
e)      Diskusikan sensasi /ketidakmampuan fisik,perubahan  pada respon seperti individu biasanya
R/ Kehilangan sensori dapat terjadi sementara dan akan kembali baik dalam waktu beberapa minggu.

4)   Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi operasi
Tujuan : Nyeri hilang ditandai dengan pasien tampak rilex
Rencana Tindakkan :
a)      Kaji intensitas  nyeri , lokasi,frekuensi
R/ sebagai evaluasi untuk menentukan intervensi selanjutnya
b)      Anjurkan dan ajarkan teknik relaksasi
R/ mengurangi nyeri
c)      Bantu pasien menemukan posisi yang nyaman
R/ Mempengaruhi kemampuan pasien untuk rilek tidur dan istirahat
d)     Kolaborasi dengan dokter pemberian therapi analgesik
R/Mengurangi nyeri





5)   Kurang pengetahuan tentang perawatan prognosis dan pengobatan
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman tentang kondisi
Rencana tindakan :
a)      Tinjau ulang efek prosdur pembedahan dan harapan pada masa datang
R/ Memberi dasar pengetahuan pada pasien
b)      Diskusikan masalah yang diantsipasi selama penyembuhan
R/Fungsi fisik,emosi dapat mempengaruhi kumulatif yang dapat memperlambat penyembuhan.
c)      Diskusikan melakukan aktivitas secara bertahap,tekankan pentingnya respon individu dalan penyembuhan
R/ mempercepat penyembuhan
d)     Menghindari mengakat barang yang berat,duduk yang lama
R/ Dapat memperlambat penyembuhan,aktivitas meningkatkan tekanan intra abdominal,duduk lama menyebabkan pembentukan trombus
e)      Identifikasi kebutuhan:protein tinggi
R/Memfasilitas penyembuhan / regenerasi jaringan
f)       Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik : perdarahan,luka
R/Mencegah situasi yang mengancam hidup
g)      Kaji ulang terapi penambahan hormon
R/Histerectomi total memerlukan penambahan hormon karena dibutuhkan porsi suplai darah keovarium diklem selama prosedur.

No comments:

Post a Comment