BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
Landasan teoritis
merupakan dasar pengetahuan yang harus dimiliki perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan, untuk itu penulis menguraikan suatu konsep teoritis tentang konsep
anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita, konsep dasar mioma uteri dan konsep asuhan
keperawatan terkait.
A.
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA
1.
Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Secara anatomi nilai reproduksi wanita dibagi
menjadi dua bagian, yaitu : bagian yang terlihat dari luar (genitalia
eksterna, lihat gambar 2.1), dan bagian yang berada di dalam panggul (genitalia
interna, lihat gambar 2.2). Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut kemaluan (labiya
mayora, labiya minora dan clitoris) dan liang sanggama / vagina. Genetika interna terdiri dari uterus, tuba falopi, dan ovarium (Helen
farer. 2001).
a.
Genetalia Eksterna
1)
Vulva
Tampak
dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri dari mons
pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum, orificium
urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
2)
Mons pubis /
mons veneris
Lapisan
lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa pubertas daerah ini
mulai ditumbuhi rambut pubis.
3)
Labiya Mayora
Lapisan
lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang, banyak mengandung pleksus
vena. Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri
berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
4)
Labiya Minora
Lipatan
jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel rambut. Banyak
terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf.
5)
Clitoris
Terdiri
dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva, dan corpus
clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina. Homolog embriologik
dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak
pembuluh darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
6)
Vestibulum
Daerah
dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral labia minora.
Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium
urethrae externum, introitus vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri
dan duktus Skene kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa
navicularis.
7)
Introitus /
orificium vagina
Terletak
di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup lapisan tipis bermukosa
yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan. Hymen normal terdapat lubang
kecil untuk aliran darah menstruasi, dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval,
cribiformis, septum atau fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat
robek dan bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous. Corrunculae
myrtiformis adalah sisa-sisa selaput dara yang robek yang tampak pada wanita
pernah melahirkan / para. Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang
(hymen imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah
menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna.
8)
Vagina
Rongga
muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix uteri di bagian
kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral. Daerah di sekitar
cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix
posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral
dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikuti siklus haid. Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada
haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan). Bagian atas vagina
terbentuk dari duktus mulleri, bawah dari sinus urogenitalis. Batas dalam
secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan lateralis di sekitar
cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik daerah sensorik di
sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi
orgasmus vaginal.
|
9)
Perineum
Daerah
antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-otot diafragma
pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis
transversus profunda, m.constrictor urethra). Perineal body adalah raphe median
muskulus levator ani, antara anus dan vagina. Perineum meregang pada
persalinan, kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir
dan mencegah ruptur.
b.
Genetalia Interna
1)
Ovarium
Organ
endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri dan
kanan (lihat pada gambar 2.2). Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan
jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula. Ovarium
terfiksasi oleh ligamentum ovari proprium, ligamentum infundibulo-pelvicum dan
jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior
terhadap arteri renalis.
Ovarium
berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon - hormon steroid (estrogen oleh
teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum pascaovulasi). Berhubungan
dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui perlekatan fimbriae (lihat pada
gambar 2.2). Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium
terfiksasi oleh ligamentum ovari proprium, ligamentum infundibulopelvicum dan
jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior
terhadap arteri renalis.
|
2)
Tuba Falopi
Tuba falopi adalah saluran telur yang ujungnya
berdekatan dengan indung telur (ovarium) kiri dan kanan. Saluran ini berpangkal dari atas
kanan dan kiri rahim (lihat pada
gambar 2.2). Embriologik uterus dan
tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba kiri dan kanan berukuran panjang
8 - 14 cm,
berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari ovarium menuju cavum uteri. Dinding
tuba terdiri tiga lapisan serosa,
muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria untuk menangkap sel telur, dengan karakteristik
silia dan ketebalan dinding yang berbeda - beda pada setiap bagiannya.
3) Uterus
Uterus
(rahim) merupakan suatu organ muskular yang berbentuk seperti buah pir,
dilapisi peritoneum (serosa). Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 2,5 cm dengan berat kurang
lebih 50 gram.
Pada rahim wanita dewasa yang belum pernah melahirkan, panjang uterus antara 5-8 cm dengan berat kira-kira
30-60 gram.
Selama kehamilan uterus berfungsi sebagai tempat implatansi plasenta, retensi
dan nutrisi konseptus.
Menurut
Syaifuddin (2006), dinding uterus terdiri dari (lihat gambar 2.2) :
a)
Endometrium
Lapisan ini
terdiri dari epitel, kelenjar, dan pembuluh darah, yang merupakan lapisan dalam
uterus dan mempunyai arti penting dalam siklus haid / menstruasi. Seorang
wanita pada masa reproduksi (kehamilan), endometrium akan menebal dan pembuluh
darah bertambah banyak. Hal ini diperlukan untuk memberikan makanan dan
lindungi janin yang dikandung didalam uterus.
b)
Miometrium
Miometrium
merupakan lapisan otot polos yang tersusun sedemikian rupa sehingga bisa
berkontraksi dan membuka serviks untuk mengeluarkan janin.
c)
Peritonium
Lapisan ini
merupakan lapisan serosa yang terdiri dari ligamentum yang menguatkan uterus,
yaitu :
(1)
Ligamentum latum uteri
(2)
Ligamentum rotundum uteri
(3)
Ligamentum cardinale
(4)
Ligamentum sacrouterina propium
(5)
Ligamentum infundibulopelvicum
(6)
Ligamentum cardinale
Bagian atas (fundus uteri) berada di atas kandung
kemih (vesica urinaria), yang bagian
ujung kiri dan kanannya berhubungan langsung dengan tuba falopi, dengan
dibatasi oleh sfingter uterotuba (isthmus). Sedangkan bagian terbawah
uterus (serviks uteri) berhubungan dengan vagina yang terdiri dari pars
vaginalis yang berbatasan dengan dinding dalam vagina, dan pars supravaginalis.
Uterus terdiri dari tiga komponen utama yaitu ; otot
polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Kelenjar
mukosa serviks menghasilkan lendir yang mengandung glikoprotein kaya
karbohidrat (musin) dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan
mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi oleh siklus haid. Bagian luar
serviks uteri (di dalam rongga vagina) yaitu portio cervicis uteri, dengan
lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar
mukosa serviks, dan ostium uteri internum. Pada wanita yang belum melahirkan
lubang ostium externum berbentuk bulat kecil, setelah melahirkan lubang ini
akan berbentuk seperti garis melintang.
Sedangkan untuk keperluan nutrisi, oksigen dan
sebagainya, uterus divaskularisasi oleh dua arteri yaitu :
a) Arteri
uterina cabang arteri hypogastrica / illiaca interna
b) Arteri
ovarica cabang aorta abdominalis.
2.
FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI WANITA
Berdasarkan fungsinya, alat reproduksi wanita
mempunyai 3 fungsi, yaitu ; fungsi seksual sebagai salah satu kebutuhan
fisiologis / biologis yang memungkinkan pria dan wanita untuk melakukan
aktivitas intim / seksual, fungsi hormonal sebagai pengatur fisiologi organ
reproduksi, dan fungsi reproduksi itu sendiri yang ditujukan untuk menghasilkan
keturunan (Verralls S ; 1996).
a.
Fungsi seksual
Alat
yang berperan adalah vulva dan vagina. Kelenjar pada vulva yang dapat
mengeluarkan cairan, berguna sebagai pelumas pada saat sanggama. Selain itu
vulva dan vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir.
b.
Fungsi hormonal
Yang disebut fungsi hormonal ialah peran indung
telur dan rahim didalam mempertahankan ciri kewanitaan dan pengaturan haid.
Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang terjadi sepanjang kehidupan seorang
wanita.
Poros Hormonal Reproduksi :
1) Badan
pineal
Suatu
kelenjar kecil, panjang sekitar 6-8
mm, merupakan suatu penonjolan dari bagian posterior
ventrikel III di garis tengah. Terletak di tengah antara 2 hemisfer otak, di
depan serebelum pada daerah posterodorsal diensefalon. Memiliki hubungan dengan
hipotalamus melalui suatu batang penghubung yang pendek berisi serabut-serabut
saraf. Memproduksi hormon melatonin yang mengatur sirkuit fotoneuro endokrin
reproduksi. Hormon melatonin juga menghambat produksi GnRH dari hipotalamus,
sehingga juga menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis dan memicu aktivasi
pertumbuhan dan sekresi hormon dari gonad. Diduga mekanisme ini yang menentukan
pemicu / onset mulainya fase pubertas.
2) Hipothalamus
Kumpulan
nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di bawah thalamus. Tiap
inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut ke hipofisis sebagai
hipofisis posterior (neurohipofisis). Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone), TRH
(Thyrotropin Releasing Hormone), CRH (Corticotropin Releasing Hormone), GHRH
(Growth Hormone Releasing Hormone), PRF (Prolactin Releasing Factor).
Menghasilkan juga hormon-hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor).
3) Hipofisis
/ Pituitari
Terletak di dalam sella
turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-hormon gonadotropin yang bekerja
pada kelenjar reproduksi, yaitu perangsang pertumbuhan dan pematangan folikel (FSH – Follicle Stimulating Hormone) dan hormon
lutein (LH – luteinizing hormone). Selain hormon-hormon gonadotropin, hipofisis
menghasilkan juga hormon-hormon metabolisme, pertumbuhan, dan lain-lain.
4) Ovarium
Berfungsi
sebagai Gametogenesis dalam pematangan dan pengeluaran sel telur (ovum). Selain
itu juga berfungsi sebagai Steroidogenesis yang menghasilkan estrogen (dari
interna folikel) dan progesteron (dari korpus luteum), atas kendali dari
hormon-hormon gonadotropin.
5) Endometrium
Lapisan
dalam dinding kavum uteri, berfungsi sebagai bakal tempat implantasi hasil
konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium berproliferasi, menebal dan
mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan / implantasi, endometrium
rontok kembali dan keluar berupa darah / jaringan haid. Jika ada pembuahan /
implantasi, endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi. Fisiologi
endometrium juga dipengaruhi oleh siklus hormon-hormon ovarium.
c.
Fungsi Reproduksi
Fungsi sistem reproduksi yang paling utama adalah
proses pembuatan keturunan. Tugas reproduksi dilakukan oleh
indung telur, saluran telur dan rahim. Sel telur yang setiap bulannya
dikeluarkan dari kantung telur pada saat masa subur akan masuk kedalam saluran
telur untuk kemudian bertemu dan menyatu dengan sel benih pria ( spermatozoa
) dan membentuk organisme
baru yang disebut Zygote. Selanjutrrya zygote akan terus berjalan sepanjang
saluran telur dan masuk kedalam rahim. Biasanya pada bagian atas rahim zygote
akan menanamkan diri dan berkembang menjadi embrio. Embrio selanjutnya tumbuh
dan berkembang sebagai janin yang kemudian akan lahir. Masa subur pada siklus
haid 28 hari, terjadi sekitar hari ke empat belas yang dihitung dari hari pertama
haid. Umur sel telur sejak dikeluarkan dari indung telur hanya berumur 24 jam,
sedangkan sel benih pria berumur kurang lebih 3 hari.
B.
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.
Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid
ataupun leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpanginya (Buttram et-al, 1999).
Mioma uteri adalah tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai, ditemukan satu dari empat wanita usia reproduksi aktif (Robbins,
1997).
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma,
fibromioma, atau fibroid. (Hanifa. dkk, 2008).
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa mioma
uteri adalah salah satu gangguan sistem reproduksi berupa neoplasma / tumor
jinak pada otot uterus (myometrium).
2.
Klasifikasi
Menurut
tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi
empat jenis antara lain (Thomas EJ, 1992) :
a. Mioma
Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam
rongga uterus (lihat gambar 2.3). Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus
mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis
lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma
submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan
pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa
pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang
mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal
dengan nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah
mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan
mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.
b. Mioma
Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut
miometrium (lihat gambar 2.3). Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot
sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila di
dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk
yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada
dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung
kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma
Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma
Intraligamenter / Pedunculated
Mioma
subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering
parasitis fibroid (lihat gambar
2.3). Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.
Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka tampak bahwa
mioma terdiri dari bekas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun seperti
kumparan (whorie like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari
jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan.
e. Mioma
Intracavitary
Mioma
Intracavitary tumbuh dalam ruang uterus (lihat gambar 2.3). Pertumbuhan
sel tumor didalam ruang uterus menyebabkan penekanan terhadap ruang uterus
hingga menonjol dan mengakibatkan komplikasi akibat penekanan area / organ lain
seperti kandung kemih, ureter dan sebagainya. Mioma jenis ini juga menyebabkan
terputusnya jalur pertemuan antara ovum dan sperma sehingga terjadi
infertilitas (kemandulan).
|
3.
Etiologi
Etiologi
yang pasti terjadinya mioma uteri hingga saat ini belum diketahui. Namun hampir
semua teori yang terkait menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan
rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih
tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga
mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada
usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil
pada pascamenopause) Sering kali mioma uteri membesar ke arah rongga rahim dan
tumbuh keluar dari mulut rahim. Ini yang sering disebut sebagai Myoma Geburt
(Geburt berasal dari bahasa German yang berarti lahir). Tumor yang ada dalam
rahim dapat tumbuh lebih dari satu, pada perabaan memiliki konsistensi kenyal,
berbentuk bulat dan permukaan berbenjol-benjol seperti layaknya tumor perut.
Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih
(ButtramVC, et-al, 1999).
4.
Manifestasi Klinis
Keluhan
yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja
mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Gejala klinis yang sering ditemukan
yaitu (Crow J. 1992) :
a.
Hipermenore dan menometroragia merupakan
gejala klasik dari mioma uteri.
b.
Nyeri perut bagian bawah menjalar ke
pinggang akibat penekanan sel syaraf setempat
c.
Disuria akibat penekanan pada ureter
atau vesika urinaria.
d.
Obstipasi akibat penekanan pada usus
atau jalur eliminasi feces.
e. Infertilitas
terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopi dan atau ruang rahim.
f.
Abortus spontan dapat terjadi bila mioma
menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang
abnormal.
5.
Patofisiologi
Menurut MS. Joedosaputro (1994), mioma memiliki reseptor
estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest
atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri
dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.
Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga
berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf
degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Awal mulanya
pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium.
Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun
secara keseluruhan.
|
6.
Diagnosis
a.
Pemeriksaan Fisik
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan
bimanual rutin uterus.Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai
gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi
sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari
uterus.
b.
Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma.
Hal ini disebabkan perda-rahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus
menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal
diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggi-an
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin.
c.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Ultrasonografi
Ultrasonografi
transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetap-kan adanya mioma
uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil.
Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi
yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya
kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik.
Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik (lihat gambar 2.4).
|
2)
Histeroskopy
Dengan
pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil
serta bertangkai tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. Pemeriksaan ini
dilengkapi dengan kamera aplikatif yang memudahkan untuk mengetahui kondisi
mioma / uterus secara visual dengan jelas (lihat gambar 2.5).
|
3)
CT Scan dan MRI
Pemeriksaan
ini Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma
tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium
normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm
yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada
kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
7. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Pilihan
/ metode penanganan pada mioma
uteri menurut Baziad A (2003) yaitu :
a.
Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak
memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma
lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi
torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
b.
Terapi
Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau
menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan
terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang
selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron,
danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain
(gossipol,amantadine).
c.
Embolisasi
Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara
memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina
pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai
aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel
polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan embolisasi arteri uterina tidak
dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital
substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini dibutuhkan untuk memetakan
pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah secara tepat. Agen
emboli yang digunakan adalah polivinyl
alkohol
d.
Terapi inovatif
berdasarkan aktivitas mekanisme molekular
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri,
terapi yang lebih baik dapat secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit
lainnya, bila didapatkan kelainan gen yang spesifik akan membuka kemungkinan
terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi gen digunakan lebih luas,
kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti spesific
growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
C.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut
Marilynn E. Doenges (2000), pengkajian pada klien dengan mioma uteri
dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sistematis seperti
dibawah ini :
a.
Pola pemeliharaan kesehatan:
Mengkonsumsi makanan yang
mengandung pengawet.
b.
Pola nutrisi dan metabolik:
Mual, muntah, suhu tubuh
meningkat terutama daerah abdomen.
c.
Pola eliminasi:
-
Retensi urine
-
Konstipasi
d. Pola
aktivitas dan latihan
Pusing, lemah
e. Pola
persepsi sensorik dan kognitif
Adanya nyeri pada daerah abdomen.
f. Pola
persepsi diri dan konsep diri
Gangguan body image
g. Pola
mekanisme copping dan toleransi terhadap stress
Cemas, ada reaksi penolakan terhadap prognosis
h. Pola
reproduksi – seksual
-
Kebiasaan berganti pasangan
-
Menorrhagi
-
Metrorragi
2. Diagnosa
Keperawatan dan Implementasi (Linda.J, 2000).
a. Pre operasi
1) Nyeri
berhubungan dengan proses infeksi tumor
Tujuan :
Nyeri
berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan
:
a) Kaji
karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/
mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
b) Ajarkan
tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/
tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
c) Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk
mengatasi nyeri
2) Kecemasan
berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan :
Kecemasan
pasien berkurang
Rencana
Tindakan :
a) Jelaskan
setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/
pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
b) Beri
kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannya
R/
untuk mengurangi kecemasan
c) Evaluasi
tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
3) Perubahan
pola eliminasi: retensi urine berhubungan dengan penekanan dari myoma uteri
Tujuan : Mengosongkan kandung kemih secara
adequat sesuai kebutuhan individu
Rencana Tindakan
:
a) Observasi dam catat jumlah / frekuensi berkemih
R/
menentukan apakah kandung kemih dikosongkan
b) Lakukan
palpasi terhadap adanya distensi kandung kemih
R/
dapat menandakan adanya retensi urine
c) Berikan
stimulus terhadap pengosongan urine dengan mengalirkan air, letakkan air hangat
dan dingin secara bergantian pada daerah supra pubika
R/
meningkatkan proses perkemihan dan merelaksasikan spinkter urine
d) Lakukan
katerisasi terhadap residu urine setelah berkemih
sesuai kebutuhan
R/
mengurangi pembengkakan pada kandung kemih
b.
Post
Operasi
1) Perubahan
retensi urine berhubungan dengan manipulasi tindakan pembedahan
Tujuan :
pasien dapat berkemih secara teratur dan tuntas
Rencana Tindakan
:
a) Ukur
dan catat intake output
R/
menentukan keseinbangan cairan
b) Perhatikan
pola berkemih dan awasi keluaran urine
R/
dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering dan jumlah
sedikit/ kurang
c) Palpasi
kandung kemih, kaji keluhan ketidak nyamanan, penuh, ketidak mampuan berkemih
R/
kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas simpisis pubis menunjukkan
d) Berikan
tindakan berkemih rutin contoh: prifasi, posisi norma/aliran air pada bascom,
penyiraman air hangat pada perinium
R/
meningkatkan relaksasai otot perineal dan dapat mempermudah upaya berkemih
e) Berikan
perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter (bila ada)
R/
meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asenden
f) Kolaborasi
pemasangan kateter bila diindikasikan pasien tidak mampu berkemih atau tidak
nyaman
R/
edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebankan atoni kandung kemih/ retensi
kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
2) Gangguan
body image : harga diri rendah berhubungan dengan perubahan feminitas, ketidak
mampuan mempunyai anak
Tujuan : Pasien mengatakan dapat menerima
diri pada situasi dan beradaptasi terhadap perubahan pada citra tubuh
Rencana tindakan
:
a) Berikan
kesempatan pada pasienuntuk mengungkapkan perasaannya
b) Kaji
stress emosi pasien, identifikasi kehilangan pada pasien/ orang terdekat.
Dorong pasien untuk mengekspresikan
c) Berikan
informasi akurat, kuatkani nformasi uang diberikan sebelumnya
R/
memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan mengasimilasikan informasi
d) Berikan
lingkungan terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah seksualitas
R/
meningkatkan saling berbagai keyakinan / nilai tentan subjek sensitif
e) Perhatikan
perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penolakan
R/
mengidentifikadi tahap kehilangan/ menentukan intervensi
f) Kolaborasi
dengan konseling profesional sesuai kebutuhan
R/
memerlukan bantuan tambahan untuk mengtasi perasaan kehilangan
3) Resiko
tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan pola respon
seksualitas (tidak adanya irama kontraksi uterus selama orgasme)
Tujuan : Pasien mengatakan pemahaman perubahan anatomi fungsi
seksual Mengidentifikasi kepuasan seksual yang diterima dan beberapa
alternatif cara
mengekspresikan seks.
Rencana tindakan
:
a) Mendengarkan
peryataan pasien/ oraang terdekat
R/
masalah sex sering tersembunyi sebagai
pernyataan humor atau ungkapan yang gamblang
b) Kaji
infomasi pasien orang terdekat tentang anatomi/fungsi sex dan pengaruh prosedur
pembedahan.
R/
Kesalahan informasi / konsep yang
mempengaruhi pengambilan
keputusan.
c) Identifikasikan
faktor budaya/nilai dan adanya konplik
R/
Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan sex.
d) Bantu
pasien untuk menyadari/menerima perubahan pada dirinya
R/
Meningkatkan koping dan memudahkan pemecahan masalah.
e) Diskusikan
sensasi /ketidakmampuan fisik,perubahan
pada respon seperti individu biasanya
R/
Kehilangan sensori dapat terjadi sementara dan akan kembali baik dalam waktu
beberapa minggu.
4) Nyeri
akut
berhubungan dengan luka insisi operasi
Tujuan :
Nyeri hilang ditandai dengan
pasien tampak rilex
Rencana Tindakkan
:
a) Kaji
intensitas nyeri , lokasi,frekuensi
R/
sebagai evaluasi untuk menentukan intervensi selanjutnya
b) Anjurkan
dan ajarkan teknik relaksasi
R/
mengurangi nyeri
c) Bantu
pasien menemukan posisi yang nyaman
R/
Mempengaruhi kemampuan pasien untuk rilek tidur dan istirahat
d) Kolaborasi
dengan dokter pemberian therapi analgesik
R/Mengurangi
nyeri
5) Kurang
pengetahuan tentang perawatan prognosis dan pengobatan
Tujuan :
Pasien mengatakan pemahaman tentang kondisi
Rencana tindakan
:
a) Tinjau
ulang efek prosdur pembedahan dan harapan pada masa datang
R/
Memberi dasar pengetahuan pada pasien
b) Diskusikan
masalah yang diantsipasi selama penyembuhan
R/Fungsi
fisik,emosi dapat mempengaruhi kumulatif yang dapat memperlambat penyembuhan.
c) Diskusikan
melakukan aktivitas secara bertahap,tekankan pentingnya respon individu dalan
penyembuhan
R/
mempercepat penyembuhan
d) Menghindari
mengakat barang yang berat,duduk yang lama
R/
Dapat memperlambat penyembuhan,aktivitas meningkatkan tekanan intra
abdominal,duduk lama menyebabkan pembentukan trombus
e) Identifikasi
kebutuhan:protein tinggi
R/Memfasilitas
penyembuhan / regenerasi
jaringan
f) Identifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik : perdarahan,luka
R/Mencegah
situasi yang mengancam hidup
g) Kaji
ulang terapi
penambahan hormon
R/Histerectomi
total memerlukan penambahan hormon karena
dibutuhkan
porsi suplai darah keovarium diklem selama prosedur.
No comments:
Post a Comment