BAB II
LANDASAN TEORITIS
Pada bab ini penulis akan menyajikan
anatomi fisiologi sistem pernapasan
dan konsep dasar penyakit
pneumotoraks serta konsep dasar asuhan keperawatan pneumotoraks secara
teoritis.
A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup
udara dari luar yang mengandung oksigen serta mengehembuskan udara yang banyak
mengandung karbon dioksida keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Guna pernapasan yaitu mengambil
oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk
mengadakan pembakaran, dan mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai
sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah keparu-paru untuk dibuang
(karena tidak berguna lagi bagi tubuh) serta menghangatkan dan melembabkan
udara.
Berikut ini akan
dibahas anatomi dan fisiologi Menurut Syaifuddin (2006, hlm 192) sistem pernapasan yaitu :
1.
Anatomi
a.
Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang
pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.
Fungsi hidung yaitu bekrja sebagai saluran udara
pernapasan, sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung, dapat menghangatkan udara pernapasan mukosa dan sebagai pelembab
udara..
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang
rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Rongga faring dibagi
dalam 3 bagian:
1) Nasofaring merupakan bagian utama dari faring.
Disamping sebagai saluran udara, nasofaring berhubungan dengan rongga hidung
dengan perantara lubang yang bernama koana
2) Orofaring merupakan bagian tengah dari faring yang
terletak dibelakang rongga mulut dan berperan sebagai saluran udara serta
saluran makanan.
3) Laringofaring merupakan bagian bawah sekali dari
faring, laringofaring berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan.
c. Laring
Laring merupakan saluran udara yang bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk kedalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang disebut epiglotis yang terdiri dari
tualng-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (hurf C). sebelah dalam diliputi oleh
selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
kearah luar. Panjang trakea 9-11cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan
benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang
memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan
dari trakea, ada 2 buah yang terdapat ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama.
Bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping kearah tampuk paru-paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari
yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru/gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, 02
masuk ke dalarn darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan).
Paru-paru dibagi dua: paru-paru kanan, terdiri
dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus infe rior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru- paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen Pada
inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainn.ya dibatasi ole1-1
jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam
tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Didalam lobulus, bronkiolus ini
bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus.
Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara
0,2-0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah
rongga dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh
selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua: I) Pleura viseral
(selaput dada .pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru; 2) Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga
dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut
kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini oakum (hampa udara)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2. Fisilogi pernapasan
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan.
Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang
akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang bekerja
pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan
misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
a.
Pernapasan
paru
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan
karbon dioksida yang terjadi pada paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau
pernapasan eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu
bernapas yang oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan
darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus rnembran, diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Didalam paru karbon dioksida merupakan
hasil buangan yang menembus membrane alveoli.
Dari kapiler darah dikeluarkan melalui pipa bronkus
berakhir sampai mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan
dengarfpernapasan pulmoner:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar
udara dalam alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru; darah mengandung oksigen
masuk ke seluruh tubuh, karbon dioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa
dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler
karbon dioksida lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi
ketika konsentrasi dalam darah memengaruhi dan merangsang pusat pernapasan
terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga
terjadi pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah
merah (hemoglobin) yang-banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalarn jaringan yang akhimya mencapai kapiler. Darah mengeluarkan
oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbon dioksida untuk dibawa ke paru-paru
dan di' paru-paru terjadi pernapasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam
pare-paru 4500-5000 ml (4,5-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru
(inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%, ±500 ml disebut juga, udara pasang surut
(tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernapasan biasa.
Kecepatan pernapasan pada wan ita lebih tinggi daripada pria. Pernapasan secara
normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada bayi ada
kalanya terbalik, inspirasi-isiirahatekspirasi, disebut juga pernapasan
terbalik.
b.
Pengaturan
pernapasan
Pernapasan spontan ditimbulkan oleh rangsangan ritmis
neuron motoris yang mempersarafi otot pernapasan otak. Rangsangan ini secara
keseluruhan bergantung pada impuls-impuls saraf. Pernapasan berhenti bila
medula spinalis dipotong melintang di atas nervus frenikulus. Di sini terdapat
dua mekanisme saraf yang terpisah .mengatur pernapasan.
Rangsangan ritmik pada medula oblongata nnenimbulkan pernapasan
otomatis. Daerah medula oblongata berhubungan dengan pernapasan secara klasik.
Tempat pusat pernapasan yang dekat dengan nukleus traktus solitarius adalah
sumber irama yang mengendalikan neuron motoris frenikus kontralateral.
Rangsangan ritmis neuron pusat pernapasan adalah spontan tetapi diubah oleh
pusat pons dan aferens, nervus dari reseptor dalarn paru-paru. Bila batang otak
ditranseksi pada bagian inferior pons dan nervus vagus dibiarkan utuh, pernapasan
reguler terus berlangsung. Peranan fisiologis yang tepat daerah pernapasan dan
pans tidak pasti, tetapi yang jelas membuat rangsang ritmis dari neuron medula
oblongata.
Pengaturan irama, mekanisme yang pasti bertanggung
jawab untuk rangsangan spontan dari neuron-neuron medula oblongata dan yang
tidak pasti bertanggung jawab terhadap neuron pernapasan golongan ventral yang
dikendalikan oleh neuron pernapasan golongan dorsal, jadi irama pernapasan
tidak berasal dari golongan ventral. Dalamnya pernapasan meningkat bila
paru-paru diregangkan lebih-besar sebelum aktivitas penghambatan
dari vagus cukup untuk melawan rangsangan neuron inspirasi yang lebih hebat.
Kecepatan pernapasan meningkat sebab setelah rangsangan pada vagus dan aferen
dan eferen pneumotosik dengan cepat dilawan.
B. Konsep Dasar Pnemotoraks
1. Pengertian
Pneumotorax
adalah keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura sehingga paru-paru dapat
terjadi kolaps (Kathleen, 2008, hlm. 45).
Pneumotoraks ialah rongga pleura yang terisi udara
(Alsagaff, 2002,
hlm. 162).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas
dalam rongga pleura (Kurniasih, 2009, hlm. 2339)
Maka dari itu penulis dapat menyimpulkan pneumotoraks
adalah udara
yang keluar dari paru-paru masuk ke rongga pleura dan udara tersebut tidak
dapat keluar sehingga menyebabkan tekanan pleura yang meningkat terus
mengakibatkan terjadinya kolaps.
2. Etiologi
Etiologi dari pneumotoraks menuurut
Darmawan & Rahayuningsih (2010 hlm 52) adalah :
a. Valve mechanism distal dari bronkiol yang mengalami keradangan atau
adanya jaringan parut. Robekan dapat pula terjadi pada bleb yang terletak
subpleura.
b. Ada kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pleura yang pecah
c. Tekanan intrabronkial yang meningkat
d. Peluru menembus dada dan paru
e. Trauma
f. Luka terbuka pada dinding dada
3.
Klasifikasi
Menurut Kurniasih (2009, hlm
2339), pneumotoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneunaotoraks berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a.
Pneumotoraks
Spontan
Pneumotoraks spontan adalah
setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma
ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:
1) Pneumotoraks spontan primer.
Pneumotoraks spontan primer
(PSP) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru
yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak
berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat
istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
2) Pneumotoraks spontan sekunder.
Pneumotoraks spontan
sekunder (PSS) adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru,
dan sebagainya). Pasien PSS bilateral dengan reseksi torakoskopi dijumpai
adanya metastase paru yang primernya berasal dari sarkoma jaringan lunak di
luar paru.
b. Pneumotoraks traumatik
adalah pneumotoraks yang
terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatik
diperkiraan 40% dari semua kasus pneumotoraks. Pneumotoraks traumatik tidak
hams disertai dengan fraktur iga maupun luka penetrasi yang terbuka. Trauma
tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan pneumotoraks.
Beberapa penyebab trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk, luka
tembak, akibat tusukan jarum maupun pada saat dilakukan kanulasi vena sentral.
Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu:
1) Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenic adalah pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik
terbuka maupun tertututp, barotrauma.
2) Pneumotoraks traumatik Iatrogenik adalah pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi 2 yaitu:
a) Pneumotoraks
traumatik iatrogenik aksidental adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada
tindakan parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial,
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma (ventilasi
mekanik).
b) Pneumotoraks
traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah pneumotoraks yang
sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui j
arum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis (sebelum
era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.
Berdasarkan
jenis fistulanya pneumotoraks dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Pneumotoraks tertutup (simple pneumotoraks)
Pneumotoraks tertutup yaitu suatu pneumotoraks dengan
tekanan udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan
pleura pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka dari
dinding dada.
b. Pneumotoraks terbuka (open pneumotoraks)
Pneumotoraks terbuka terjadi karena luka terbuka pada
dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka
tersebut. Pada saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada
saat ekspirasi mediastinum bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
c. Tension pneumotoraks
Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check
valve yaitu pada saat inspirasi udara mauk ke dalam rongga pleura, tetapi
pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama
tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan
atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas. Pneumotoraks ini juga sering disebut
pneumotoraks ventil.
4. Patofisiologi
Menurut Alsagaff (2002), patofisiologinya yaitu alveoli disangga oleh
kapiler yang mempunyai dinding dada lemah dan mudah robek, apabila alveoli
tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat maka udara masuk dengan
mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan napas yang kuat, infeksi dan
obstruksi endobronkial merupakan beberapa factor prespitasi yang memudahkan
terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapak merobek
jaringan fibrotic peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan
dengan hilus menimbulkan pneumomediatinum. Dari mediastinum udara mencari jalan
menuju keatas, kearah leher. Diantara organ-organ di mediastinum terdapat
jaringan ikat yang longgar sehingga mudah tembus oleh udara. Dar leher udara
menyebar merata di bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan
emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas kearah perut hingga mencapai
skrotum.
5. Manifestasi klinis
Berdasarkan anamnesis,
gejala-gejala yang sering muncul adalah (Loddenkemper, 2003, dalam Budi 2009, hlm. 2343):
a.
Sesak
napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
b.
Nyeri
dada, yang didapatkan pada 75-90%
c.
Batuk-batuk,
yang didapatkan pada 25-35%
d.
Tidak
menunjukan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% biasanya pada PSP
(pneumotoraks spontan primer)
6. Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin terjadi pada klien
dengan pneumotoraks menurut Budi (2009, hlm. 2343) adalah:
a.
Pneumotoraks
tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks), dapat mengakibatkan kegagalan
respiration akut, pio-pneumotoraks, hidro-pneumotoraks / hemo-pneumotoraks.
b.
Henti
jantung paru
c.
Pneumotoraks
simultan bilateral
d.
Pneumotoraks
kronik
e.
Pneumomediastinum
dan emfisema subkutan sebagai akibat komplikasi pneumotoraks spontan.
7. Pemeriksaan diagnostik.
a. Laborotarium
1) GDA : variable
tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan
kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal
atau menurun; saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri
memberikan gambaran hipoksemia.
2) Hb : menurun, menunjukan kehilangan darah
(Doenges. 2000, hlm 196)
b. Diagnostik
1) Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan)
diperlukan apabila pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmonal serta
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan dengan pneumotoraks sekunder.
2) Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan
pemeriksaan invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan
pemeriksaan CT-Scan.
3) Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis,
lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura
parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena
berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah
tersebut.. Sinar x dada : menyatakan
akumulasi udara/cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan
struktur mediastinal
8. Penatalaksanaan.
a. Medis
Tindakan pengobatan
pneumotoraks tergantung dari luasnya pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks
tersebut yaitu untuk mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan
kecenderungan untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah
1) Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan
apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli
ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan
diresorbsi. Laju reabsobsi diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari.
Laju reabsobsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
2) Aspirasi sederhana dengan jarum dan
pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis.
Tindakan ini dilakukan
seawall mungkin pada pasien pneumotoraks yang lausnya >15%. Tindakan ini
bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan
dekompresi dapat dilakukan dengan cara:
1) Menusukan jarum melalui dinding dada sampai
masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum
tersebut.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui
saluran kontra ventil
3) Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan
terhadap adanya bleb atau bulla.
Torakoskopi adalah suatu
tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga toraks dengan alat bantu
torakoskop. Tindakan ini dilakukan apabila:
1) Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
2) Paru tidak mengembang setelah 3 hari
pemasangan tube torakostomi.
3) Terjadinya fistula bronkopleura
4) Timbulnya kembali pneumotoraks setelah
tindakan pleurodosis
5) Torakotomi
Tindakan ini dilakukan jika
dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apek paru, maka
tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.
b. Keperawatan
1) memberikan posisi
2) tirah baring
3) memasang oksigen
4) perawatan WSD
5) Memantau DrainaseMemantau Water Seal (segel
air)
C. Asuhan Keperawatan Teoritis pada klien dengan pneumotoraks.
Pemberian asuhan keperawatan pneumotoraks, perawat menggunakan
pendekatan proses keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan secara sistematik
dan berkesinambungan yang meiputi seluruh aspek bio-psiko-sosial budaya dan
spiritual sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan proses
pendekatan keperawatan. Adapun langkah-langkah proses keperawatan tersebut
meliputi : pengkajian keperawatan, pendiagnosaan keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
Konsep
asuhan keperawtan menurut Doenges ( 2000, hlm 195 ) adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala :
dispnea dengan aktivitas maupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda :
- Frekuensi tak teratur atau disritmia
- S3 atau S4 atau irama jantung gallop (gagal jantung sekunder
terhadap effuse)
- Nadi apical (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
(dengan tegangan pneumotoraks)
- Tanda Homman (bunyi renyah sehubungan dengan denyutan jantung,
menunjukan udara dalam mediatinum
- TD : Hipertensi atau hipotensi
- DVJ
c. Integritas ego
Tanda :
ketakutan, gelisah
d. Makanan/cairan
Tanda :
adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
- Nyeri dada unilateral, meningkat
karena pernapasan, batuk
- Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan (pneumotoraks
spontan)
- Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen (effuse pleural).
Tanda :
- berhati-hati pada area yang sakit
- Perilaku distraksi
- Mengkerutkan wajah
f. Pernapasan : -
kesulitan bernapas, lapar napas
- Batuk (mungkin gejala yang ada)
- Riwayat bedah dada/trauma : penyakit paru
kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi); penyakit interstitial menyebar
(sarkoidosis); keganasan (mis. Obstruksi tumor).
- Pnneumotorak spontan sebelumnya; rupture
empisematous bula spontan, bleb subpleural (PPOM)
Tanda :
- Pernapasan: peningkatan
frekuensi/takipnea
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan
pada dada, leher; retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
- Bunyi napas menurun atau tidak (sisi yang terlibat)
- Fremitus menurun (sisi yang terlibat)
- Perkusi dada : hipersonan diatas area terisi udara
(pneumotoraks)
- Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada dan radiasi atau
kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : -
Riwayat factor resiko keluarga: tuberkolosis, kanker
- Adanya bedah intratorakal/biopsy paru
- Bukti kegagalan membaik
i.
Pemeriksaan
fisik toraks ditemukan:
a) Inspeksi: dapat terjadi pencembungan sisi yang sakit,
pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal dan di trakea dan
jantung terdorong kesisi yang sehat. .
b) Auskultasi: pada bagian yang sakit, suara napas
melemah sampai menghilang, dan suara napas terdengar amrofik bila ada fistel
bronkopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka dan suara vocal melemah
dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif.
c) Perkusi: Hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
dan batas jantung terdorong kearah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi.
d) Palpasi :pada
sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung
terdorong kesisi toraks yang sehat, dan suara melemah atau menghilang pada sisi
yang sakit.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
menurut Doenges
(2000,
hlm.197) yang lazim pada pasien pneumotoraks adalah sebagai berikut :
a. Pola napas takefektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru (akumulasi udara/cairan).
b. Nyeri berhubungan dengan insisi bdah trauma jaringan
dan gangguan saraf internal.
c. Resiko tinggi trauma/penghentian jalan napas
berhubungan dengan penyakit saat ini/proses cedera
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
abnormalitas V/Q
4. Perencanaan Keperawatan
Tahap perencanaan memberikan
kesempatan pada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat untuk merumuskan
rencana tindakan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah-masalah klien. Komponen-komponen tahap perencanaan adalah
membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil dan
menulis rencana asuhan keperawatan (doenges, 2000, hlm 197).
Adapun rencana keperawatan
berdasarkan masing-masing diagnosa keperawatan
a. Pola napas takefektif b/d penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan)
1) Tujuan : ventilasi atau oksigenisasi dapat
dipertahankan serta pola napas kembali efektif
2) Hasil yang diharapkan :
a) Menunjukan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA
dalam rentang normal
b) Bebas siaksosis dan tanda gejala hipoxsia
3)
Intervensi
keperawatan :
a) Kaji fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapsan sesak,
dispnea, terjadinya sianosis, dan perubahan tanda-tanda vital.
b) Auskultasi bunyi napas
c) Catat pengembangan dada dan posisi trakea
d) Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk, napas dalam
e) Bila selang dada dipasang: periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah hisapan yang benar, periksa batas cairan pada botol
penghisap; pertahankan pada batas yang ditentukan, dan observasi gelembung
udara botol penampung.
f) Tindakan kolaborasi : - awasi pemeriksaan GDA, kaji kapasitas
vital/pengukuran volume tidal. Selain itu berikan oksigen tambahan melalui
kanula/masker sesuai indikasi
b. Nyeri berhubungan dengan insisi bdah trauma jaringan
dan gangguan saraf internal.
1) Tujuan :
Nyeri dapat terkontrol / tidak ada
2) Hasil yang diharapkan:
a) Nyeri berkurang/hilang
b) tampak rileks dan tidur dengan baik
3) Intervensi keperawatan :
a) Kaji
nyeri yang dialami oleh
klien. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus menerus, sakit, menusuk,
terbakar, buat rentang intensiitas pada skala 0-10.
b) Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisiologi dan
psikologi
d) Berikan tindakan kenyamanan, misalnya sering ubah
posisi, pijatan punggung, sokongan bantal. Dorong penggunaan teknik relaksasi
misalnya visualisasi.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik.
c. Resiko tinggi trauma/penghentian jalan napas
berhubungan dengan penyakit saat ini/proses cedera
1) Tujuan : tidak
menunjukan terjadinya trauma atau penghentian jalan napas
2) Hasil yang diharapkan :
a) Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
b) Pemberi perawatan akan: memperbaiki atau menghindari
lingkungan dari bahaya fisik.
3) Intervensi keperawatan
a) Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada,
catat gambaran kemanan
b) Pasangkan kateter toraks kedinding dada dan berikan
panjang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi klien.
c) Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien pada
tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan
lalulintas rendah
d) Awasi sisi lubang pemasangan selang, caatat kondisi
kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang
kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
e) Observasi tanda distress pernapasan bila kateter
toraks terlepas/tercabut.
d. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
5) Tujuan : klien mampu memahami proses
penyakit/prognosis dan kebutuhan terapi
6) Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman
penyebab masalah dan mengikuti program pengobatan dan menunjukan perubahan pola
hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
7) Intervensi keperawatan :
8) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang dialami
saat ini.
9) Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka
panjang
10) Kaji ulang tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medic cepat, contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distress pernapasan lanjut
11) Kaji ulang praktik kesehatan yang bai, contoh nutrisi
baik, istirahat dan latihan
5. Implementasi
Dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan secara nyata dilakukan serangkaian kegiatan
sistematik berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal, adapun
langkah atau petunjuk dalam tahap pelaksanaan adalah persiapan, pelaksanaan dan
dokumentasi.
Pada tahap
persiapan perawat dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan, selain itu
juga perawat harus mampu mengatasi situasi dan kondisi klien baik fisik maupun
mentalnya sehingga dalam merencanakan, memvalidasi rencana serta dalam
pelaksanaan perawat akan terhindar dari kesalahan.
Untuk tahap
pelaksanaan, perawat berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bio, psiko, sosio,
kultural dan spiritual. Pada saat dokumentasi, semua tindakan yang telah
dilaksanakan harus di dokumentasikan ke dalam catatan keperawatan klien oleh
perawat yang melaksanakan tindakan tersebut.
6. Evaluasi
Evaluasi
adalah penilaian fase keperawatan dan menunjukkan perkembangan klien
terhadap pencapaian tujuan. Dalam hal
ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan dan strategi evaluasi.
Tujuan
dilakukan evaluasi adalah untuk umpan balik rencana keperawatan, menilai dan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, membandingkan pelayanan keperawatan
yang diberikan dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Doenges
(2000, hlm 197) Hasil yang
diharapkan yaitu:
a.
Ventilasi atau
oksigenisasi adekuat dipertahankan
b.
Mempertahankan jalan
nafas yang efektif
c.
Analisa gas darah
klien kembali normal
d.
Nyeri tidak ada atau
terkontrol
e.
Tidak menunjukan
terjadinya infeksi
f.
Proses penyakit atau
prognosis dan kebutuhan terapi dipahami.
g.
Menunjukan tingkat
pengetahuan yang adekuat