“Tyhpus Abdominalis adalah demam
infeksius yang di tularkan melalui kontaminasi makanan, susu, suplai air”
(Hinchliff, 1999, hlm 448).
“Typhus
Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut usus halus” (Mansjoer, et.al, 2001
hlm 421).
“Typhus Abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam
lebih dari 1 minggu dan terdapat
gangguan kesadaran” (Suriadi, et.al, 2001 hlm 281).
1. Etiologi
“Penyebab Typhus Abdominalis adalah kuman
salmonella thyposa yang termasuk golongan bakteri berbentuk batang, gram
negatif, mempunyai flagel yang memungkinkan kuman ini dapat bergerak, tidak
berspora serta mempunyai tiga (3) jenis anti gen yaitu Antigen O (AgO): antigen
pada bagian sama (badan), Antigen H (AgH) : antigen pada bagian flagel. Flagel
adalah alat bergerak dan antigen V1 (AgV1) : Antigen pada
bagian kapsul (pembungkus soma)” (Rumahorbo, et al, 2000 hlm 75). Gambar kuman
salmonella typhi dapat dilihat pada Gambar
22.
Gambar
2.2 kuman salmonella typhi
(Sumber: Akhyar, 2008. http://www.wordpress.com
diperoleh tanggal 21
juli 2008)
2. Patofisiologi
Makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi kuman salmonella masuk kedalam lambung. Sebagian besar kuman di
musnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan
limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat
ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, kuman
salmonella typhi kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfa dan
mencapai kelenjar limfe mesenterial
yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melalui kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typhi masuk ke aliran darah melalui
ductus thoracicus. Kuman-kuman salmonella
typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus salmonella typhi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian
lain sistem retikulo endotelial, semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia
pada Typhus Abdominalis disebabkan oleh endotoksemia, tapi kemudian berdasarkan
penelitian eksperimental di simpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tipoid.
Endotoksin salmonella typhi berperan
pada patogenesis Typhus Abdominalis, karena membantu terjadinya proses
inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam
pada tifoid di sebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang
sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang
(Suriadi, et al. 1999 hlm 436). Skema perjalanan penyakit pada Typhus
Abdominalis dapat dilihat pada
skema 2.1
Skema
2.1 perjalanan penykit Typhus Abdominalis
(Sumber:
Suriadi, et al. 2001 hlm 282)
3. Tanda
dan Gejala
Menurut
Mansjoer, (1999 hlm 436) masa tunas Typhus Abdominalis berlangsung 7 – 14
(rata-rata 30 hari) selama inkubasi gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya
penyakit / gejala yang tidak khas) yaitu
:
a. Perasaan
tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri
kepala
d. Diare
e. Anoreksia
f. Nyeri
otot
Selain
tanda dan gejala diatas menyusul gejala klinis yang lain (Patriani, 2008, http://www.google.com
di peroleh tanggal 19 Juli 2008) yaitu:
a. Demam
Demam
berlangsung selama tiga (3) minggu
1) Minggu
I : Demam
remiten : Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi
hari
2) Minggu
II : Demam
terus : Suhu tubuh terus meningkat
3) Minggu
III : Demam
mulai turun secara berangsur-angsur
b. Gangguan
pada saluran cerna
1) Lidah
kotor yaitu di tutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang di sertai tremor.
2) Hati
dan limfa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat
konstipasi, diare
c. Gangguan
kesadaran
1) Apatis,
samnolen
2) Gejala
lain “Roseola” bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit.
4. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
laboratorium menurut Nursalam, et. al, (2005 Hlm 153) yaitu:
a. Pemeriksaan
darah tepi : di temukan leukopenia, aneosinofilia, anemia, trombositopenia
b. Biakan
empedu : terdapat hasil Salmonella Typhosa dapat di temukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit
c. Pemeriksaan
widal : bila terjadi aglutinasi untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang di
perlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200
atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif. Sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan
diagnosa karena titer H dapat tetap tinggi setelah di lakukan imunisasi atau
bila penderita telah lama sembuh.
5. Komplikasi
Komplikasi
Typhus Abdominalis dapat di bagi dalam (Sjaifoellah, 1996 hlm 439) yaitu :
a. Komplikasi
intestinal
1) Peradangan
usus
2) Perforasi
usus
3) Ileus
paralitik
b. Komplikasi
ekstra-intestinal
1) Komplikasi
kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis
2) Komplikasi
darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan sindrom uremia hemolitik
3) Komplikasi
paru : pneumonia, empiema dan pleuritis
4) Komplikasi
hepar dan kandung empedu : hepatitis dan koleosistitis
5) Komplikasi
tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis
6) Komplikasi
neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineufitis perifer,
sindrom Guillain – Barre, psikosis
dan sindrom katatonia.
Pada
anak-anak demam paratiroid komplikasi jarang terjadi, komplikasi sering terjadi
pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien
kurang sempurna.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada Typhus Abdominalis terdiri dari 3 bagian (Sjaifoellah, 1996 hlm 439) yaitu
:
a. Perawatan
Pasien
Typhus Abdominalis perlu tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari setelah suhu normal kembali (istirahat total),
kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di
ruangan. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di
ubah-ubah pada waktu ± 2 jam untuk menghindari dekubitus.
b. Diet
Diet
yang diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi
protein dan tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.
1) Jika
kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang
(hati, daging), sayuran labu siam
/ wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah
matang atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/hari, jika makanan tidak
habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien
yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per sonde, kalori
sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan
ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang di haluskan. Jika kesadaran
membaik makanan beralih secara bertahap (dari cair ke lunak).
3) Jika
pasien payah, seperti yang menderita delirium, dipasang infus dengan cairan
glukosa dan NaCL. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di
samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah
dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus. Secara bertahap dengan melihat
kemajuan pasien beralih ke makanan biasa.
c. Obat
Obat-obat
yang biasa di berikan ialah
1) Obat
antimikroba
a) Kloramfenikol
Dengan
penggunaan kloramfenikol, demam pada Typhus Abdominalis turun rata-rata setelah
5 hari.
b) Tiamfenikol
Dosis
dan efektivitas tiamfenikol pada Typhus Abdominalis sama dengan kloramfenikol.
Dengan tiamfenikol demam pada Typhus Andominalis turun setelah rata-rata 5 – 6
hari
c) Ko
– trimoksazol
Dengan
ko trimoksazol demam pada Typhus Abdominalis turun rata-rata setelah 5 – 6 hari
d) Ampicilin
dan Amoksisilin
Dalam
hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitas ampicilin dan amoksisilin
lebih kecil di bandingkan dengan kloramfenikol. Demam pada Typhus Abdominalis
turun rata-rata setelah 7 – 9 hari.
e) Sefalosporin
generasi ketiga dan Fluorokinolon
Dosis
dan lama pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
2) Obat
Simtomatik
a) Antipiretika
Tidak
perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien Typhus Abdominalis karena tidak
banyak berguna.
b) Kortikosteroid
Diberikan
pada pasien yang toksin dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral
dalam dosis yang menutun secara bertahap (off
tapering) selama 5 hari.
A.
Asuhan
Keperawatan
“Asuhan keperawatan adalah
faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Asuhan
keperawatan pada klien dengan Typhus Abdominalis di gunakan pendekatan yang
sistematis yang di gunakan untuk mengidentifikasi dan pemecahan masalah konsep
keperawatan di implementasikan secara terpadu dalam tahap yang terorganisir
meliputi : pengkajian diagnosa, perencanaan intervensi dan evaluasi” (Doenges.,
et.al, 1999 hlm 6).
1. Pengkajian
Menurut
Suriadi, et al. (2001 hlm 284), dasar data pengkajian pasien dengan Typhus
Abdominalis adalah:
a. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur,
jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. registrasi, status perkawinan, agama,
pekerjaan, tinggi badan, berat badan, Medical
Record.
b. Keluhan
utama
Kaji data mengenai penyakit mayor,
pembedahan, penggunaan obat-obat masa lalu, perdarahan Gastrointestinal,
penurunan berat badan atau penambahan berata badan yang tidak diketahui
penyebabnya, perubahan dan kebiasaan defekasi, mual dan muntah.
c. Riwayat
kesehatan sekarang
Kaji adanya gejala dan tanda
meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor,
tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.
d. Riwayat
kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga tentang
penyakit yang berhubungan dengan Gastrointestinal, penyakit keturunan seperti
Diabetes Melitus, kesehatan saat ini dan masalah seperti karsinoma.
e. Riwayat
kebutuhan
1) Pola
nutrisi : Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak diolah dengan baik.
2) Pola
cairan : Sumber air minum yang tidak sehat, kebiasaan minum kopi, cola dan
alkohol.
3) Pola
eliminasi : Kebiasaan dalam buang air kecil dan buang air besar dan perubahan
pada kebiasaan defekasi dan karakteristik fases.
4) Pola
hygiene : Kebersihan perseorangan yang cukup
5) Pola
aktivitas : Kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak
akibat penyakitnya.
f. Riwayat
psikososial
Faktor-faktor sosiologis dan psikologis
serta lingkungan fisik dapat menyebabkan pengaruh kesehatan. Pekerjaan
mempengaruhi status kesehatan klien meliputi apakah ada zat toksik yang dicerna
atau diabsorbsi misalnya arsenik merkuri atau karbon tetraklorida.
g. Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
fisik pada Typhus Abdominalis
1) Keadaan
umum
Biasanya
pada pasien Typhus Abdominalis mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut
tidak enak, anorexia.
2) Mulut
Stomatis bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang
disertai tremor.
3) Abdomen
Kaji lokasi nyeri, frekuensi bising usus, massa abdomen. Adanya temuan abnormal harus
di catat. Pemeriksaan abdomen di lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi.
2. Diagnosa
Keperawatan
Menurut
Suriadi, et al, (2001 hlm 284) diagnosa keperawatan pada klien dengan Typhus
Abdominalis adalah sebagai berikut :
a. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual
dan kembung.
b. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan
peningkatan suhu tubuh.
c. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
d. Kurangnya
perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.
e. Hipertermi
berhubungan dengan proses infaksi.
- Perencanaan
Perencanaan
pada Typhus Abdominalis menurut Suriadi, et. al, (2001 hlm 284) yaitu :
a. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu makan, mual
dan kembung.
Tujuan : Pasien
mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi
Kriteria
hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien
mampu menghabiskan makanan sesuai porsi yang di berikan
Intervensi
1) Nilai
status nutrisi
2) Berikan
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kuaitas intake
nutrisi
3) Anjurkan
untuk makan dengan porsi kecil tapi sering
4) Timbang
berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
5) Pertahankan
kebersihan mulut klien
6) Jelaskan
pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
7) Kolaborasi
untuk pemberian makanan melalui perenteral jika pemberian makanan melalui oral
tidak memenuhi kebutuhan gizi.
b. Resiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh.
Tujuan : Menunjukkan
tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Kriteria
hasil : - Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan
- Tanda-tanda
vital (TTV) stabil
- Membran
mukosa lembab
- Turgor
kulit baik
Intervensi
1) Observasi
tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap empat jam
2) Monitor
tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan ; turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung,
produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah
3) Observasi
dan catat intake dan output dan mempertahankan intake dan output yang adekuat.
4) Monitor
dan catat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
5) Monitor
pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
6) Kurangi
kehilangan cairan yang tidak terlihat dengan memberikan kompres dingin.
7) Berikan
antibiotik sesuai program
c. Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Mempertahankan
fungsi persepsi sensori
Kriteria
hasil : Melakukan
kembali / mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan berfungsi persepsi.
Intervensi
1) Kaji
status neurologis
2) Istirahatkan
hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
3) Hindari
aktivitas yang berlebihan
4) Pantau
tanda-tanda vital
d. Kurangnya
perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran yang lebih lanjut.
Tujuan : Kebutuhan
perawatan diri terpenuhi
Kriteria
hasil : - Melakukan aktivitas keperawatan dari dalam, tingkat kemampuan sendiri
- Mengidentifikasi
sumber pribadi / keluarga dalam memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi
1) Kaji
aktivitas yang dapat di lakukan klien
2) Jelaskan
kepada klien dan keluarga aktivitas yang dapat dan tidak dapat dilakukan hingga
demam berangsur-angsur turun
3) Bantu
klien memenuhi kebutuhan dasar
4) Dekatkan
alat-alat lainnya pada sisi pasien
5) Libatkan
peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar klien.
e. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Mempertahankan
suhu dalam batas normal
Kriteria
hasil : - Mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas
normal
- Tidak
mengalami komplikasi yang berhubungan
Intervensi
1) Kaji
pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertemia
2) Observasi
suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
3) Beri
minum yang cukup
4) Beri
kompres air biasa
5) Lakukan
seka
6) Pakaikan
baju yang tipis menyerap keringat
7) Berikan
obat antipireksia
8) Berikan
cairan parenteral (IV) yang adekuat