Friday, August 30, 2013

ASKEP LIMFOMA



               Pada bab ini penulis akan membahas tentang anatomi fisiologi, konsep dasar serta asuhan keperawatan secara teoritis pada klien dengan gangguan system limpatik.
A.    Anatomi fisologi system limpatik
1.      Anatomi system limpatik
            System limpatk adalah suatu system sirkulasi sekunder atau yang berfungsi mengalirkan limfe atau getah bening didalam tubuh.
            System limpatik terdiri dari anyaman pembuluh limfe yang luas dan berhubungan dengan kelompok kecil jaringan limpatik, yaitu kelenjar limfe. System limpatik juga mencakup organ limpatik ( misalnya splen ) cairan dari jaringan tubuh yang memasuki pembuluh limfa disebut limfe ( getah bening ) umumnya limfe bersifat bening dan menyerupai air, serta memiliki komposisi yang sama seperti plasma darah.
a.       Plexus lymfaticus, yaitu anyaman penbuluh limfe yang sangat kecil dan dikenal dengan kapiler limpatik. Kapiler ini berawal diruang intraseluler jaringan tubuh terbanyak.
b.      Kelenjar limfe yang terdiri dari kelompok kecil jaringan limpatik dan dilalui oleh limfe sewaktu melintas ke system pembuluh balik.
c.       Kumpulan jaringan lymphoid dalam dinding saluran cerna ( misalnya tonsil ) dalam splen dan tymus.
d.      Limpoid yang beredar dan dibentuk dalam jaringan limpoid ( misalnya dalam kelenjar limfe dan splen  dalam jaringan lympoid sumsum tulang).
Gambar 2.1 Sistem Limpatik

















( Sumber Standar Perawatan Pasien. 1999 )

2.      Fisiologi system limpatik
a.       Pembentukan cairan limfe
Konsentrasi protein didalam cairan interstisial rata-rata 2 gr/ 100 ml. konsetrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan berasal dari jaringan perifer dan mendekati nilai ini atau lebih pekat. Sebaliknya cairan limfe yang terbentuk dalam hati mempunyai konsentrasi protein 6 gr/100ml dan limfe yang terbentuk dalam usus mempunyai konsetrasi protein 3-5 gr/100ml karena lebih dari separuh limfe berasal dari hati dan usus maka cairan limfe duktus torasicus merupakan campuran dari semua daerah tubuh yang mempunyai konsentrasi protein sebesar 3-5 gr/100ml.
b.      Kecepatan total aliran limfe
Kira-kira 100 ml limfe mengalir melalui duktus torasicus per jam. Pada manusia yang sedang beristirahat, cairan limfe mengalir ke dalam sirkulasi yang lain sekitar  20 ml /jam. Total aliran limfe 120 ml/jam. Aliran limfe relatip kecil jika dibandingkan dengan pertukaran cairan total diantara plasma dan cairan interstisial. Faktor yang menentukan keseimbangan pertukaran cairan pada membran kapiler darah membantu pergerakan cairan ke dalam intestinum untuk meningkatkan volume cairan interstisial dan cairan limfe selurunya pada saat yang bersamaan.
c.       Faktor Penentu Kecepatan Aliran Limfe
1)      Tekanan cairan interstisial. Peningkatan tekanan cairan  bebas interstisial diatas tingkat normal.    
2)      Pompa limfe. Katup-katup ada secara periodic dalam semua saluran limfe. Pembuluh limfe dapat ditekan oleh kontraksi dinding pembuluh limfe itu sendiri atau tekanan struktur sekitarnya. ( kontraksi otot, gerakan bagian-bagian tubuh, fulsasi arteri, penekanan jaringan objek diluar tubuh )
d.      Kekuatan pengerak cairan limfe
Kekuatan utama yang menentukan apakah cairan akan bergerak keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan interstisial atau ke arah yang berlawanan akan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu tekanan kapiler, tekanan cairan interstisial, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan osmotik koloid cairan interstisial. 
3.      Fungsi Pembuluh Limfe
a.       Menyalurkan keluaran cairan jaringan, misalnya genangan plasma dari sel interstisial dan membawanya ke system pembuluh balik
b.      Menyerap dan mengangkut zat lemak, misalnya kapiler limfe menyalurkan lemak dari intestinum dan mencurahkannya melalui duktus toracicus ke dalam vena subclavia sinitra.
c.       Membentuk mekanisme pertahanan untuk tubuh misalnya suatu protein asing disalurkan dari daerah yang terinfeksi, sel yang secara imunologis kompeten membentuk zat anti spesifik terhadap protein tersebut atau limposit di kirim ke daearh terinfeksi itu.

Gamabar 2.2. The Structure of a Lymph Node








( Sumber Anatomy dan Physiology.2001 )
B.     Konsep dasar penyakit  lymphoma maligna
1.      Pengertian
            Lymphoma maligna adalah neoplasma system lymphatic. Pembengkakan getah bening diakibatkan semakin besarnya ukuran jaringan lympoid bersam-sama dengan perkembangbiakan  lymphocytes ( seperti dalam infeksi ) atau sel-sel leukemic dan sel-sel kanker. ( Brunnerr and Sudarth, 2001 hal : 188 ).
            Lymphoma maligna keganasan sel berasal dari sel limfoid, biasanya diklasifikasikan sesuai derajat diffrensiasi dan asal sel ganas yang dominan ( Charlere J. Reves 1999, hal : 957 )
            Lymphoma maligna adalah keganasan sel yang berkenaan dengan system getah bening ( Manica Ester, 1999 hal : 397 ).
            Lymphoma maligna adalah bentuk keganasan dari system limfatik yaitu sel-sel limforetikuler seperti sel B, Sel T dan histiosit.
            Pada penyakit lymphoma maligna penyebab pasti belum diketahui tetapi ada beberapa kemungkinan penyebabnya yaitu :
a.       Faktor keturunan
b.      Kelainan system kekebalan
c.       Infeksi virus atau bakteri ( HIV, virus human T-Cell leukemia / lymphoma ( HTLV ), Epstein Barr Virus ( EBV ), Heli Cobacter SP )
d.      Toksin lingkungan ( Herbisida, pengawet dan pewarna kimia )
3.      Patofisiologi
            Proliferasi abnormal tumur dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang, tumur dapat mulai dikelenjar getah bening ( nodal ) atau diluar kelenjar getah bening ( ekstra nodal ). Gejala pada limphoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakan ( pada leher, ketiak, dan pangkal paha ) pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Namun tidak semua benjolan yang terjadi disistem limpatik merupakan limphoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selam beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau dibawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
4.      Klasifikasi
Lymphoma maligna dapat dilasifikasikan menjadi dua :
a.       Lymphoma Hodgkin
b.      Lymphoma non hodgkin
5.      Tanda dan Gejala
            Tanda dan gejala pada lymphoma maligna ini secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakan. Pembesaran kelenjar tadi dapat di mulai dengan gejala :
a.       Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 °C
b.      Sering berkeringat malam
c.       Kehilangan berat badan lebih dari 10 % dalam 6 bulan
6.      Stadium lymphoma maligna
            Penyebaran lymphoma maligna dapat dikelompokan dalam empat ( 4 ) stadium :
a.       Stadium I     : Penyebaran lymphoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah bening
b.      Stadium II    : Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, tati hanya pada satu sisi.
c.       Stadium III  : Penyebaran lymphoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut
d.      Stadium IV  : Penyebaran lymphoma selain pada kelenjar getah bening dapat juga mengenai tulang, hati, paru-paru dan otak.
7.      Pemeriksaan Penunjang
            Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limpoblas dan biasanya ada leokositosis ( 60% ) kadang-kadang leucopenia ( 25 % ) jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah, demikian pula dengan kadar temoglobin dan trobosit. Secara fotologi anatomi, di dapatkan gambaran khas yang merupakan gambaran sel keganasan yaitu sel reed Steinberg.
8.      Penatalaksanaan
            Pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakitnya :
a.       Stadium I dan II dapat diterapi dengan menggunakan Radioterapi lapangan luas.
b.      Stadium III A, IIIB atau IV di rekomendasikan untuk mengunakan kemoterapi sistemik.
C.    Asuhan Keperawatan Teoritis
            Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan lymphoma maligna dapat dilakukan dengan cara pendekatan yang sistematis yaitu dengan pendekatan proses keperawatan. Pendekatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi klien baik yang bersifat bio, psiko, sosial kultural dan spiritual dimana baik secara teori dan konsep keperawatan secara terpadu dalam tahap yang terorganisir. Adapun tahapan yang dilakukan yaitu :
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas / Istirahat
Gejala     : Kelelahan, kelemahan, atau malaise umum. Kehilangan produktivitas dan penurunan toleransi latihan. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda     : Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan kelelahan
b.      Sirkulasi
Gejala     :    Palpitasi, angina / nyeri dada.
Tanda     :    Takikardia, distrimia.
                    Sianosis wajah dan leher ( Obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfe adalah kejadian yang jarang ) ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obsruksi  nodus limfe, pucat ( aremia ) diaforensis, keringat malam.
c.       Integritas Ego
Gejala     :  Faktor stress, takut / ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati.
Tanda     :  Berbagi prilaku, missal marah, menarik diri , pasif.


d.      Eliminasi
Gejala     :  Perubahan karakteristik urin dan  peces. Riwayat obstruksi usus contohnya sindrom malabsorpsi
Tanda     : Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran  pada hati ( hepatamegali ), nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada limpa ( splenomegali ), penurunan haluaran urin, urin gelap / pekat, anuria ( obstruksi uretra / gagal ginjal ) disfungsi usus dan kandung kemih.
e.       Makanan / Cairan
Gejala     : Anorexia / kehilangan nafsu makan, disfagia ( tekanan pada esophagus ). Adanya penurunan berat badan sampai dengan 10 % atau lebih selam 6 bulam.
Tanda     : Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan. Ekstremitas : adema ekstreminitas bawah sehubungan dengan obstruksi vena cava  inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal, asites.
f.       Neorosensori
Gejala     : Nyeri saraf ( Neoralgia ) menunjukan kompresi saraf oleh pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbal, dan pleksus sakral, kelemahan otot dan parestesia.
Tanda     : Status mental : letargi, menarik diri, paraplegia ( kompresi batang spinal, dari tubuh vertebra,  keterlibatan diskus pada kompresi / regenerasi atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal ).
g.      Nyeri Kenyamanan
Gejala     : Nyeri tekan / nyeri pada nodus limfa yang terkena, misalnya nyeri dada, nyeri punggung, nyeri tulang umum, nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda     : Fokus pada diri sendiri ; prilaku berhati-hati.
h.      Pernapasan
Gejala     : Dipsnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada.
Tanda     : Dispnea : takikardia, batuk kering non produktif, tanda distress pernapasan, contoh peningkatan prekwensi pernapasan dan kedalaman, penggunaan otot Bantu, stridor sianosis, parau / paralysis laryngeal. ( tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laryngeal ).
i.        Keamanan
Gejala     : Riwayat adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus / perforasi pendarahan gaster, periode demam : keringat malam tanpa menggigil.
Tanda     : Demam menetap dengan suhu 38 °C tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, membengkak atau membesar, nodus dapat terasa keras dan kenyal, pruritas umum.

j.        Seksualitas
Gejala     : Masalah tentang fertilitas / kehamilan ( sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi ) dan penurunan libido.
k.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala     : Faktor resiko keluarga, pekerjaan terpajang pada herbisida ( pekerjaan kayu / kimia ).
2.      Diagnosa Keperawatan
            Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia ( status kesehatan atau resiko perubahan pola ) dari individual atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas data mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah. ( Nursalam, 2001 : 35 )
            Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, perencanaan keperawatan pada pasien dengan lymphoma maligna. ( Doengoes, 2000, hal : 605 ).
a.       Tidak efektifnya bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial : pembesaran nodus mediastinal.
Tujuan          : Mempertahankan pola pernapasan normal / efektif, bebas dipsnea, sianosis, atau tanda lain distress pernapasan.
Intervensi     :
1)      Kaji prekuensi pernapasan, kedalaman, irama, perhatikan penggunaan otot Bantu, pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.
2)      Tempatkan / berikan posisi yang nyaman ( semi fowler )
3)      Berikan posisi dan Bantu ubah posisi secara periodik.
4)      Evaluasi / awasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis.
5)      Kaji respons pernapasan terhadap aktivitas, perhatikan keluhan dispnea, jadwalkan periode istirahat antara aktivitas.
6)      Berikan lingkungan yang tenang
7)      Berikan oksigen tambahan.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan          : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi     :
1)      Beri makanan porsi kecil tapi sering
2)      Timbang berat badan sesuai indikasi.
3)      Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
4)      Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan.
c.       Nyeri berhubungan dengan intrupsi sel sarap.
Tujuan          : Nyeri berkurang.
Intervensi     :
1)      Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri
2)      Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 6 jam
3)      Terapkan tehnik relaksasi dan distraksi ( napas dalam )
4)      Beri dan biarkan klien memilih posisi yang nyaman
5)      Kolaborasi dalam pemberian analgetik
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, dan kelelahan.
Tujuan          : Aktivitas dapat ditingkatkan
Intervensi     :
1)      Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas
2)      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
3)      Libatkan keluarga dalam perawatan pasien
4)      Beri aktivitas sesuai kemampuan pasien
e.       Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, pengobatan dan penatalaksanaan.
Tujuan          : Ansietas klien berkurang / hilang
Intervensi     :
1)      Kaji dan pantau tanda ansietas yang terjadi
2)      Jelaskan prosedur tindakan secara sederhana sesuai tingkat pemahaman pasien
3)      Diskusikan ketegangan dan harapan pasien


3.      Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan dengan tujuan dari tindakan keperawatan
4.      Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien.
Evaluasi juga merupakan hasil akhir dari suatu tindakan, sedangkan hasil yang diharapkan ialah sesuai dengan perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan yang mengambarkan tujuan tercapai atau tidak.

Asuhan keperawatan asma bronkhial


Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep teoritis yang terkait dengan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. Mulai dari Anatomi dan Fisiologi sistem pernapasan dan konsep dasar asma bronkhial, serta konsep asuhan keperawatan teoritis pada asma bronkhial.

A.    Anatomi Sistem Pernapasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan udara disebut ekspirasi.(Syaifuddin,2009,hlm 143)
 Bagian-bagian sistem pernapasan dapat dilihat pada gambar 2.1
Paru 04Gambar 2.1. Bagian-bagian Sistem Pernapasan







(Martini, 2000, hlm.799)
Menurut Syaifuddin (2009) sistem pernafasan merupakan suatu gabungan dari keberadaan beberapa organ  yaitu : 
1        Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lobang dan mempunyai sekat hidung. Organ ini berfungsi sebagai saluran udara pernafasan, sebagai penyaring udara, menghangatkan udara dan melembabkannya.
2        Faring
Organ ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringo faring. Faring Merupakan tempat persimpangan anatara jalan pernafasan dan jalan makanan.
3        Laring (Pangkal Tenggorokan)
Laring merupakan bagian pertama dari saluran pernapasan bagian bawah. Laring merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot. Membran jaringan ikat dan ligamentum sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglotis, lipatan dari epiglotis aritenoid dan pita interaritenoid dari sebelah bawah tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan, membatasi dari daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.
4        Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Panjang trakea 9-11 cm dan terdapat sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama –sama dengan udara pernafasan.
5        Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis ke 4 dan 5. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping kearah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkhus kiri, terdiri dari 6 -8 cincin dan mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan dan terdiri dari 9 – 12 cincin yang mempunyai dua cabang. Bronkus dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
6        Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Banyaknya alveoli ± 700.000.000 buah paru-paru kiri dan kanan. Paru-paru di bagi 2, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus yaitu:P lobus pulmo dextra superior, lobus media dan lobus inferior.
Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu: pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Paru-paru terletak pada rongga dada yang menghadap ke tengah rongga dada. Paru-paru di bungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura di bagi menjadi 2, yaitu pleura visceral dan pleura parietal.
Bagian-bagian paru dapat dilihat pada gambar 2.2

Paru 02Gambar 2.2. Bagian-bagian Paru








(Lindsay, 1996, hlm 241)


Pembuluh darah paru-paru berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya sepertiga dari tebal ventrikel kiri. Paru-paru mempunyai kesanggupan dalam menampung udara. Dalam keadaan tertentu kesanggupan tersebut akan berubah misalnya akibat dari suatu penyakit misalnya pernafasan dan aktivitas seperti olah raga.

B.  Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadai di paru-paru. Oksigen di ambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonal, alveoli memisahkan oksigan dari darah, oksigen menembus membrane, dan diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung  dari jantung di pompakan ke seluruh tubuh.(Syaifuddin, 2006, hlm : 199)
Proses terjadinya pernafasan terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi dan ekspirasi (Syaifuddin, 2006, hlm : 198)
1.    Inspirasi
Inspirasi terjadi bila muskulus diaprghma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus Interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat rangsangan kemudian mengkerut dan tulang kosta menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara didalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
2.    Ekspirasi
Ekspirasi terjadi oleh perubahan tekanan di dalam paru-paru. Pada saat diafragma dan M.intercostalis eksterna relaksasi volume rongga thorak menjadi menurun. Penurunan volume meningkatkan tekanan sehingga udara keluar meninggalkan paru-paru

Menurut Alimul H.Azis (2006, hlm.7) faktor-faktor yang mempengaruhi pernapasan adalah :
1.    Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmitter (untuk simpatis dan mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada bronkokontriksi (karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik.
2.    Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamine dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfasatropin dan ekstrakbeladona, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe betha (khususnya betha 2), seperti obat yang tergolong penyakat beta non-selektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkokontriksi).


3.    Alergi pada Saluran Napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan didaerah nasal ; batuk bila disaluran pernapasan bagian atas ; bronkokontriksi pada asma bronchial ; dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
4.    Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenisasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia premature, yaitu adanya kecenderungan kekurangan perbentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga berkembang, seiring bertambahnya usia.
5.    Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenisasi, seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi keampuan adaptasi.
6.    Perilaku
Faktor prilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenisasi adalah perilaku dalam mengkonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat mempengaruhi proses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan oksigenisasi, merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah, dan lain-lain.

B. Konsep Dasar Penyakit Asma Bronkhial
1.   Pengertian
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri brnkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas). Asma merupakan penyakit komplek yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, anatomik, dan psikologi (Abdul Mukhti, 2008, hlm.45).
Asma bronkhial merupakan keadaan imflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran pernapasan secara reversibel (Davey Patrick, 2005, hlm.178).
Menurut Brunner & Suddart (2002, hlm.611) Asma adalah penyakit obstruksi jalan napas intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif stimuli tertentu.
Asma juga diartikan sebagai suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran nafas secara periodik dan refersibel akibat bronkospasme. (Sylvia, 2000, hlm.689).


2.                     Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddart (2002, hlm.611) klasifikasi asma terbagi menjadi 3 yaitu : asma alergik / ekstrinsik, asma idiopatik / intrinsik, dan asma campuran.
a.    Asma alergik / ekstrinsik
Merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh allergen (misalnya ; bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain). Alergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraan penyebarannya melalui udara (airbone), dan allergen yang muncul secara musiman (seasonal).
b.    Asma idiopatik / non-alergik asma / instrinsik
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik factor seperti common cold, ISPA, aktivitas, emosi dan polusi lingkungan yang dapat menimbulkan serangan asma.
c.    Asma campuran (mixed asmha)
Merupakan bentuk asma yang paling sering dikarakteristikan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik (non-alergik).






3.                     Etiologi
Menurut Davey Patrick, (2005, hlm.178)  faktor penyebab yang sering menimbulkan asma yaitu :
a.         Genetik
Diturunkan dalam keluarga dan berhubungan dengan atopi
b.         Faktor lingkungan
Stimulus bronchial spesifik seperti debu rumah, serbuk sari, dan bulu kucing : 3 %, populasi sensitive terhadap aspirin
c.         Paparan pekerjaan
Paparan iritan atau sensitizer adalah penyebab penting dari asma yang berhubungan dengan pekerjaan.
d.        Stimulus non spesifik
Infeksi firus, udara dingin, olahraga atau stress emosional juga bisa memicu timbulnya mengi, aktifitas yang berlebihan, asap rokok, palutan udara.
e.         Faktor lingkungan lain, diantara faktor makanan ( tinggi, Na+, rendah Mg2+ ).






4.        Manifestasi klinis
Menurut Brunner & Suddart (2002, hlm.611) Gejala asma terdiri atas tiga : dispnea, batuk dan mengi . Adapun gambaran klinisnya adalah :
a.         Gambaran objektif terdiri dari sesak napas parah, batuk, dispnea, pernapasan cuping hidung , dapat disertai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan. Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan. cianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
b.    Gambaran Subjektif
Pasien mengeluhkan sukar bernapas (sesak) dan anoreksia
c.         Gambaran psikososial pasien cemas, takut, mudah tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.

5.        Patofisiologi
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, baradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru memperngaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf vagal melalui system saraf parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor infeksi, latihan, merokok, dingin, emosi dan polutan, jumlah asetikolin yang dilepas meningkat. Pelepasan asetikolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis. Patofisiologi asma bronkhial dapat dlihat pada skema 2.1

6.        Komplikasi
Menurut Sudoyo Aru W, dkk (2006, hlm.247) komplikasi dari asma bronchial adalah : pneumotorak, atelektasis, status asmatikus, bronkhitis kronis, fraktur iga, gagal napas dan kematian.

7.        Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada pasien dengan asma bronchial adalah ( Davey Patrick (2005, hlm.179)
a.       Selama periode akut rontgen dapat menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.
b.      Pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya infeksi dan sebagainya.
c.       Pemeriksaan sputum dan darah dapat menunjukkan eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
d.      Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut.
e.       Pemeriksan fungsi pulmonary menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual fungsional (FRV) sekunder terhadap terjebaknya udara. FEV dan kapasitas vital kuat (FVC) sangat menurun.
f.       Pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG) untuk mengetahui tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapat terdapatnya Right bundle branch block (RBBB).



8.        Pencegahan
Asma tidak bisa disembuhkan namun bisa dikendalikan sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Menurut Muhammad Ziaulhaq (2008) pencegahan beberapa cara pencegahan asma yaitu :
a.    Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapat mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya.
b.    Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi timbulnya penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak lembab, cukup ventilasi dan cahaya mata hari.
c.    Menghindari faktor pencetus
Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus dipahami. Infeksi virus saluran pernafasan sering mencetuskan penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang terserang influenza. Hindari kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga yang melelahkan. Zat-zat yang meransang saluran nafas seperti asap rokok, asap mobil, atau uap zat-zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari.
d.   Menggunakan obat-obat anti penyakit asma
Pada serangan penyakit asma yang ringan penderita boleh memakai obat bronodilator. Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasi dua atau tiga macam obat. Pada penyakit asma kronis bila keadaanya sudah terkendali dapat dicegah penyakit asma. Tujuan obat-obat pencegah serangan penyakit asma ialah selain untuk mencegah terjadinya serangan penyakit asma juga diharapkan agar penggunaan obat-obat bronkodilator dan steroid sistemik dapat dikurangi dan bahkan kalau mungkin dihentikan.

9.        Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan pada penyakit asma bronchial adalah : (Abdul mukhti, 2008)
a)    Diagnosis status asmatikus (waktu terjadinya serangan dan obat-obatan yang telah diberikan.
b)   Pemberian Obat bronkodilator
c)    Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
d)   Setelah serangan mereda, cari faktor penyebab dan modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
Menurut Abdul mukti, 2008, obat-obat yang digunakan pada penderita asma bronkial meliputi : beta agonis, bronkodilator, kortikosteroid dan pemberian oksigen.
a)    Beta agonis
Merupakan jenis obat yang diberikan paling awal. Hal tersebut dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasi otot polos. Contoh obatnya seperti epinephrine, albuteril, metaproterenol, isoproterenol, isoetharine.
b)   Bronkodilator
Pada kasus asma, bronkodilator tidak digunakan secara oral tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. , seperti ; aminophilin, ventolin, dan sebagainya.
c)    Kortikosteroid
Bila pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukan perbaikan maka pengobatan dilanjutkan dengan 200 mg hidrokortisonsecara oral atau dengan dosis 4-3 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d)   Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepata aliran oksigen 2-4 liter/menit yang dialirkan melalui air untuk memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguiakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi. Oleh karena itu, intek cairan per oral dan infuse harus cukup dan sesuai dengan prinsip rehidrasi. Antibiotik diberikan bila ada infeksi.

C.  Asuhan Keperawatan Teoritis  
Menurut Doengoes tahun 2000, asuhan keperawatan pada klien dengan asma bronkhial terdiri atas pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi adalah sebagai berikut:
1.                                                                                        Pengkajian
a.       Aktivitas / Istirahat
Tanda        : Keletihan.
Kegelisahan, insomnia.
Kelemahan umum / kehilangan masa otot.
Gejala        : Keletihan, kelelahan, malaise.
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.


b.      Sirkulasi
Tanda        : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung /  takikardi berat, distrimia, distensi vena leher, (penyakit berat).
Edema dependen, bunyi jantung redup.
Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu / sianosis, kuku tabu dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukan anemia.
Gejala       : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
c.       Integritas Ego
Tanda        : Ansietas, ketakutan, peka ransang
Gejala        : Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup.
d.      Makanan / cairan
Tanda        : Tugor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
Penurunan berat badan, penurunan masa otot / lemak subkutan.
Gejala        : Mual / muntah.
Nafsu makan buruk ketidak mampuan untuk makan karena distress pernafasan.
e.        Hygiene
Tanda        : Kebersihan buruk bau badan.
Gejala        : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
f.       Pernafasan
Tanda    : Pernafasan biasa cepat, dapat lambat, fase ekspirasi  memanjang, reaksi mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan pada inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas.
g.      Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala        : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat / factor lingkungan.
Adanya / berulangan infeksi, kemerahan / berkeringat.
h.      Sirkulasi
Gejala        : Penurunan libido.
i.        Interaksi Sosial
Tanda        : hubungan ketergantungan Ketidakmampuan untuk membuat / mempertahankan suara karena distress pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain
Gejala       : Hubungan ketergantungan
Kurang system pendukung
Kegagalan dukungan dari / terhadap pasangan / orang terdekat
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

j.        Penyuluhan / pembelajaran
Gejala        : Penggunaan / penyalahgunaan otot pernafasan
Kesulitan menghentikan merokok
Penggunaan alcohol secara teratur
Kegagalan untuk membaik

2.                                                                                        Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul pada asma bronchial adalah :
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, penurunan energy / kelemahan.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen ( obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara ), kerusakan alveoli.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexsia, mual / muntah.
d.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dalam imunitas.
e.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

3.    Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan yang dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Penyusunan rencana melibatkan klien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerja sama dalam rangka proses pencapaian tujuan keperawatan.
a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi secret, penurunan energy / kelemahan.
Tujuan                 : Mempertahankan jalan nafas paten denga bunyi bersih / jelas
Kriteria hasil        : Menunjukan prilaku perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret.
Intervensi            :
1)      Auskultasi bunyi nafas, catat adana bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronkhi.
2)      Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.
3)      Pertahankan polusi minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan kondisi individu.
4)      Dorong / bantu latihan nafas mulut atau bibir.
5)      Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek, dan basah.
6)      Berikan obat sesuai indikasi
a)      Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil
b)      Xantin missal : aminopolin dan tiofilin
7)      Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer ultranik.
b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen ( obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara ), kerusakan alveoli.
Tujuan                    : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria hasil          : Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam meningkatkan kemampuan  / situasi.
Intervensi             :
1) Kaji frekuensi, kedalaman kedalaman pernafasan dan kegunaan otot aksesoris.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
3) Kaji / awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa
4) Dorong mengeluarkan sputum
5) Berikan oksigen tambahan sesui indikasi
6) Berikan penekanan SSP missal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexsia, mual / muntah.
Tujuan                      : Menunjukan peningkatan BB menuju rujukan yang  tepat.
Kriteria hasil             : Menunjukan prilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi                 :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
2) Auskultasi bunyi nafas.
3) Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat
5) Timbang berat badan sesuai indikasi
6) Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.
7) Berikan oksigen tambahan setelah makanan sesuai indikasi.
d.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan imunitas
Tujuan                      : Menyatakan pemahaman penyebab / factor resiko  indipidu
Kriteria hasil             : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi. Menunjukan tekhnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan ligkungan yang aman.
Intervensi                 :
1) Observasi suhu tubuh klien
2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.
3) Observasi warna, karakter dan bau sputum.
4) Tunjukan dan bantu pasien tentang pembuangan tissue dan sputum.
5) Dapatkan spesimen batuk atau pengisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif
6) Berikan Antimicrobial sesuai indikasi
e.       Kurang pengetahun mengenai kondisi, tidakan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan                    : Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan
Kriteria hasil          : Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan dengan faktor penyebab.
Intervensi               :
1)      Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
2)      Intruksi rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
3)      Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan
4)      Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.
5)      Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.

4.    Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.

5.    Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi  pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.